15. Fate

4 0 0
                                    

Ini sulit, tapi ini harus dilakukan. Dengan berat hati, Erik melangkahkan kakinya memasuki bandara. Baru beberapa bulan dia berada di kota kelahirannya ini, dan sekarang, dia harus pergi lagi, entah sampai kapan, atau mungkin tak akan pernah kembali. Erik membalik tubuhnya, sekali lagi memandangi jalanan kota yang padat dari dalam bandara. Ia akan merindukan saat-saat bahagia di kota ini. Tanpa ia sadari, matanya sudah berkaca-kaca.

"Kita perlu menunggu sekitar sejam sebelum pesawatnya take off " ucap Jimin menarik ujung sweeter Erik agar ikut duduk di sebelahnya di ruang tunggu. Erik hanya pasrah, ini mungkin detik-detik terakhirnya berada di Negara asalnya, dia harus menikmati saat-saat seperti ini.

Erik memasang headset di telinganya, dan memutar acak lagu yang berada di playlistnya, hanya acak, dia tidak bermaksud untuk mengenang apapun atau mengingat apapun, hanya saja, entah kenapa secara kebetulan, yang terputar adalah sebuah lagu semi-pop dengan judul tell me why, lagu itu mengingatkannya akan saat-saat bersama Almeera. Ada saat dimana mereka harus mengecat kamar kost Erik yang baru, memindahkan barang-barang, hingga saling mengoles krim kue yang akan dibuat untuk acara ulang tahun sekolah ke wajah masing-masing.

A tiny dream that hasn't bloomed

A tiny dream that has stopped

Why can't I? I want to keep going

It's my path, make a dream

Who can dare to end it?

Erik masih ingat dengan jelas, saat itu dia dan Almeera bahkan harus menahan malu di sebut sebagai pengantin baru, karena mereka rela kehujanan demi terselenggaranya acara ulang tahun sekolah itu. Mengingat Erik adalah ketua osis saat itu, akan memalukan jika acara sepenting itu harus di cancel hanya karena hujan lebat yang tiba-tiba turun membasahi kota, alhasil, pesta yang harusnya di lakukan outdoor, di alihkan menjadi pesta indoor, tidak sedikit, bahkan sebagian besar orang mencerca mereka, tapi saat itu, dengan berani Almeera tetap menggenggam erat tangan Erik, menemaninya, berada di sisinya, secara tidak langsung, keberadaan Almeera disisinya memberinya kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi apapun, dan hal itu memberikan mereka keajaiban, semuanya terlaksana dengan baik dan sempurna.

Ada juga saat dimana Almeera harus berkelahi di tempat kerja paruh waktunya hanya karena seseorang menghina dirinya, Erik datang membantunya saat itu, meskipun pada akhirnya mereka adalah pihak yang babak belur, tapi rasa sakit seolah tak ada artinya, mereka tetap tertawa, menertawai diri masing-masing dan kelemahan sendiri. Erik bisa mengingat dengan jelas kalau saat-saat seperti itulah yang menjadikannya kuat dan tegar. Bertahan mengejar mimpi, hingga bisa meraih apa yang ada di genggamannya sekarang, menjadi seseorang yang sukses dan di kenal di dunia bisnis, dikenal sebagai orang kedua Presdir muda yang maha kuasa, kadang Erik berpikir, seandainya saja dia mengenal Almert dari dulu, mungkin dirinya tak akan semenderita itu, tapi sekali lagi, takdir selalu menyisipkan orang yang tepat di saat yang tepat, jika saat itu dia dan Almert sudah saling kenal, mungkin dia dan Almeera tidak akan bertahan selama itu, mungkin, Erik akan minder kepada Almert dan melepaskan Almeera untuk Almert, terlalu naïf, dia tidak bisa membayangkan yang lebih buruk dari hal itu.

"Sudah saatnya kita berangkat" Jimin menepuk pundak Erik lemah, menyadarkan pria itu dari segala siluet-siluet mengenai dirinya dan Almeera di masa lalu yang terus berkelebat di kepalanya. Erik menatap Jimin sejenak, kemudian mengangguk dan ikut berdiri, sekali lagi memandang berkeliling ke bandara, dan berjalan menuju pintu keberangkatan. Selamat tinggal Almeera.

Fade

Almeera terduduk dengan lemas. Dipandanginya secara bergantian surat resign dan surat perjanjian pranikah yang di berikan Almert padanya.

"Apa ada sesuatu yang tidak kau sukai dari keduanya?" Tanya Almert menatap Almeera penuh minat, tak pernah ada yang tidak menarik dari seorang Almeera bagi seorang Almert, segalanya terlihat indah. Almeera hanya diam, sekali lagi memandang bergantian pada keduanya kemudian menghembuskan nafas berat, pandangan beralih keluar jendela kafe yang ada di sebelahnya, pikirannya melayang-layang entah kemana. Sudah seminggu sejak Erik memutuskan untuk pergi dari hidupnya, dan sudah seminggu juga dia harus menjalani kehidupan sebagai calon istri Tuan muda Almert yang terhormat.

FadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang