Bab 5 - Adu Jotos

4.4K 345 48
                                    

Happy reading! Vomment-nya😍✨

***

Nasya menelan ludah dengan susah payah usai mendengar ucapan Sean. Selain ucapan Sean membuyarkan konsentrasi, suara lelaki itu yang begitu dekat membuatnya makin berdebar, ditambah matanya malah salah fokus menatap bibir Sean yang tampak sehat.

“Gue hitung sampai tiga. Kalau nggak jawab, gue bakal nyosor.”

Sean menyeringai saat melihat bola mata Nasya membesar sempurna.

“Satu ...”

“Dua ...”

“Ti—”

Bruk!

Naas, Sean terjengkang gara-gara Nasya mendorongnya begitu kuat, seperti tiba-tiba punya kekuatan super.

“J-jangan macam-macam lo!”

Nasya berteriak dengan wajah memerah, antara marah dan malu. Ia bergegas berdiri lalu berlari ke kamar dan mengunci pintu.

“Duh, nggak sopan lo ke tamu!”

Sean mengusap tubuh bagian belakangnya. Ia berdiri sambil meringis sesaat. Mengingat Nasya yang kabur, ia tertawa pelan sambil berjalan menghampiri kamar Nasya.

“Malu, ya?” tanya Sean.

“Diam lo!” balas Nasya dari dalam sana.

“Bayangin gue cium, ya?”

“Enggak!”

“Beneran?”

“Pergi sana lo!”

“Sedihnya diusir sama ayang, padahal baru jadian,” ujar Sean dengan intonasi bicara seperti orang sedih yang dibuat-buat.

Tak ada tanggapan dari dalam sana, Sean pun menyudahi aksinya. Sebenarnya ia ingin lebih jauh menggoda Nasya, tetapi sepertinya Nasya tak akan menanggapinya.

“Gue pamit pulang, ya. Hati-hati entar bersihin pecahan gelasnya.”

Usai mengatakan itu, Sean menunggu sejenak. Masih tak ada respon dari Nasya, ia menghela napas, memilih untuk berjalan pergi dari sana.

Hujan di luar sudah reda. Sean melajukan motornya di jalan raya yang aspalnya basah. Terjadi kemacetan, Sean menghentikan lanju motornya dengan menggerutu.

Hari berganti malam, Sean akhirnya tiba di basement apartemennya. Ia tinggal sendirian di sebuah apartemen.

Usai memarkirkan motor dan melepas helm, Sean berjalan menuju ke lift sambil menggendong tasnya.

Tiba di lantai unit apartemen Sean berada, ia berjalan di lorong. Di depan pintu unit apartemennya, terlihat seorang pria berjas berdiri menunggu di sana.

Menyadari kedatangan Sean, pria berjas itu menatap Sean lalu menunduk singkat dengan sopan.

“Selamat malam, Tuan Muda.”

Sean berdecak lirih, memutar bola matanya.

“Udah berapa kali saya bilang? Jangan panggil saya Tuan Muda, panggil aja Dek Ganteng.”

Pria berjas itu menatap Sean dengan sorot ragu. Saat melihat sorot tajam yang Sean layangkan padanya, ia pun langsung mengangguk patuh.

“Uhm ... baik, Dek Ganteng.”

Sean tersenyum puas, sangat suka jika ada yang memujinya tampan. Walaupun pria berjas itu jelas tidak sedang memujinya.

“Ada apa Pak Rangga ke sini?”

His Hug (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang