14. Menerima Kenyataan

5 5 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Allah hendak menimbulkan rasa penyesalan di hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
(QS. Ali-Imran Ayat 156)

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

"Rajendra, antarin Shakila pulang." titah Ratih saat melihat Rajendra kini di ruang tamu.

Rajendra yang di perintah mamanya untuk mengantar Shakila pulang itu pun merespon dengan mulut yang sedikit menganga. Ia baru saja keluar dari kamar dan kini berdiri di samping sofa tempat Ratih duduk. Sedangkan Shakila sendiri masih duduk di sofa samping Ratih sembari memilin jari jemarinya.

Sebenarnya Shakila sudah menolak tawaran dari Ratih. Tapi, lagi-lagi wanita itu merasa tak enak bila sudah mengajaknya main ke rumah jika tak di antarkan pulang.

"Hah? Aku antarin dia balik?" respon Rajendra. Kini ia menggunakan celana pendek selutut dan kaos hitam lengan pendek.

"Yaiyalah, Mama soalnya mau nunggu Ayah kamu pulang kerja." ujar Ratih.

"Hmm, yaudah."

Rajendra pun membalikkan tubuhnya berniat kembali ke kamar. Tapi, Ratih memberhentikan langkahnya.

"Mau kemana kamu?" tanya Ratih dengan nada sedikit keras.

Rajendra mengela nafas sembari menurunkan bahunya. Ia berbalik kembali menatap Ratih dan tersenyum di paksakan.

"Mau ambil kunci motor Mama Ratih." jawab Rajendra dengan senyum paksanya itu hingga membuat matanya terlihat sipit.

Shakila yang melihat perilaku Rajendra itu entah kenapa menjadi berdesir. Sikapnya kepada mamanya itu terkesan lucu dan menggemaskan menurutnya. Seketika dia beristighfar dalam hati dan merapalkannya di bibir dengan lirih.

"Oh, kirain mau kabur."

"Engga, Ma. Aku ke kamar sebentar."

"Iya."

Rajendra pun kembali menuju kamarnya untuk mengambil kunci motor. Ratih pun tersenyum menatap Shakila yang tadi melihatnya berbincang dengan Rajendra.

"Maaf ya, Sha. Rajendra belum bisa memahami kamu." tutur Ratih.

Shakila tercenggang, memahami apa maksudnya? Ia tak mengerti maksud dari ucapan Ratih yang seperti mengetahui isi hatinya. Tak mungkinkan jika Ratih itu cenayang? Mungkin wanita itu hanya menebak saja lewat gerak geriknya.

"E-ngga papa kok, Bu. Shakila merasa gak enak ngerepotin Bu Ratih dan Rajendra." ucap Shakila dengan senyum sungkan.

Ratih tersenyum kembali sembari memegang pundak Shakila. Ia menepuk pelan pundak perempuan yang telah ia harapkan bisa menjadi menantunya kelak.

"Tidak apa, Shakila. Ibu senang di repotkan kamu." canda Ratih di selingi kekehan.

"Ih, Bu Ratih bisa aja." respon Shakila dengan kekehannya pula.

Rajendra yang sudah selesai mengambil kuncinya motornya pun melihat hal tersebut. Ia terdiam di dekat dinding pembatas ruang tamu dengan ruang televisi. ia membatin sesuatu yang membuat hatinya berdesir hangat.

"Coba saja kita masih dekat, Sha. Aku pasti gak akan mendekati Ghiska seperti sekarang. Ada kamu di dekat ku udah lebih dari cukup. Tapi, nyatanya kamu ingin kita menjadi mahram ya agar bisa dekat lagi? Apa mungkin..?" batin Rajendra seketika terputus saat Ratih melihatnya tengah terdiam di balik dinding.

Alur Hijrahku [ORDER NOW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang