Haii prend kembali lagi di cerita MHS. Jangan lupa untuk komen dan vote nya ya, untuk menghargai karya cerita nya, terimakasih^ ^
Jangan lupa, komen, komen, komen. Biar semangat lagi buat nulis nya, hehe:>
Happy reading!🖤
•••Di aula santriwati Liona yang sedang duduk sambil merangkul kedua kakinya seperti sedang menunggu seseorang dari aula, namun tidak lama ada kedua temannya itu, siapa lagi kalo bukan Adiba dan Marwa. Mereka yang melihat Liona yang sedang duduk di aula tersebut langsung menghampiri nya.
"Ngapain Na duduk di aula sendirian? kaya lagi nunggu seseorang aja." ucap Marwa.
"Lagi nunggu Sayyid Aqlan lewat, hehehe." jawabnya dengan terkekeh.
"Ya Allah Liona... ngapain coba ditungguin?" sambung Adiba yang mungkin ia pikir tidak ada kerjaan duduk-duduk di aula hanya menunggu seseorang.
"Namanya juga lagi jatuh cinta Dib." jawabnya.
"Susah emang kalo lagi asmara sama seorang Sayyid, ditambah lagi sekarang jadi pengurus pondok ini." ujar Marwa.
Tidak lama Aqlan pun jalan melewati aula tersebut Marwa yang terlebih dulu menyadari itu ia langsung terbengong dan menepuk pundak Liona yang tidak tersadar jika Aqlan melewati aula itu.
Namun, ketika mereka melihat itu tidak ada satupun berani untuk menyapanya, karena mereka masih berpikir jika ia harus menjaga dirinya sebagai seorang santriwati yang terjaga. Di sana Aqlan tidak mengetahui keberadaan mereka bertiga yang sedang berkumpul di aula tersebut dengan penuh kegirangan yang terpendam oleh para ketiga Santriwati tersebut.
Aqlan langsung berjalan menuju tempat pengurus pondok untuk bersiap-siap menuju asrama putra untuk memberikan sedikit arahan kepada para santri di sana.
Ketika Ranaya sudah sampai di rumah ia langsung bersih-bersih dan memasuki kamar nya untuk menenangkan diri di dalam kamarnya sambil mendengarkan sholawat menggunakan headset yang terpasang dikedua telinga nya.
Tak berselang lama ia pun merasakan bosan ketika sudah beberapa jam ia terbaring di atas kasur dengan headset yang terpasang dikedua telinga nya. Lalu ia pun bergegas untuk bangun dari tempat tidurnya dan melepaskan headset yang ada dikedua telinga nya.
"Haah..." Ranaya menghela napas untuk mengatur kembali sistem pernapasan nya itu setelah lama ia terbaring di atas kasur.
"Gabut banget dah, main musik keknya seru." katanya lalu ia pun bergegas untuk menuju keluar kamar untuk menuju ke ruang musik.
Tak lama ia pun sampai di ruangan musik milik dirinya sendiri. Ranaya memang dari dulu memiliki hobi bermain musik dan ketika ia memainkannya ia begitu pandai dalam memainkannya.
Lalu tidak lama ia pun langsung memainkan dari beberapa alat musik, terutama yaitu drum. Ia langsung memainkan drum tersebut sambil mengikuti nada musik yang ia hafal. Ia begitu asik memainkan drum tersebut sambil menghayati lagu tersebut.
Namun, di luar rumah ada Dania yang sedang menekan tombol bel rumah milik orang tuanya Ranaya, namun Ranaya tidak membukanya karena ia sibuk memainkan alat musik di ruangan, dan tombol bel itupun akhirnya direspon oleh Bibi dari pembantu di sana yang bukan lain adalah Bi Watik, Bi Watik pun segera membuka pintu tersebut untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam.
"Eh Non Dania, silakan masuk Non." ucap Bi Watik sambil mempersilakan Dania masuk.
Dania pun mengangguk dan memasuki rumah tersebut. "ehehehe iya, Bi, terima kasih. oh iya, Bi, Ranaya nya ada?" tanya Dania.
"Ada Non, Non Ranaya ada di ruang musik kayaknya, soalnya Bibi ngedenger ada suara orang mainin musik." kata Bi Watik menduga-duga.
"Ouh gitu ya, Bi, yaudah aku ke dalam dulu, ya, Bi," ucap Dania.
"Iya Non, silakan." ucap Bi Watik mempersilakan.
Dania pun langsung berjalan menuju ruang musik untuk menghampiri Ranaya di sana yang sedang bermain musik.
Setelah Dania sampai didepan ruang musik tanpa aba-aba perlahan Dania membuka pintu ruang musik tersebut dengan berhati-hati, Dania berniat untuk mengejutkan Ranaya yang sedang bermain musik.
"DAAARRR!" kejut Dania membuat Ranaya terkejut dan tanpa disengaja kepala Ranaya dipukul oleh pemukul senar drum tersebut membuat Dania merasakan kesakitan.
"Aww..." rintih Dania sambil memegang kepalanya itu, Ranaya yang melihat itupun langsung reflek tersontak menenangkan Dania di sana.
"Aduh maaf ya Dan, abisnya lo ngagetin gue aja, kena juga kan batunya." ucap Ranaya tak mau salah jika dia tidak sengaja karena Dania sendiri ulahnya.
"Iya-iya gue yang salah, gue minta maaf, hehe." ucapnya sambil sedikit terkekeh.
Ranaya pun sedikit menghela napas dan kembali duduk untuk bermain musik yang tadi terpotong oleh Dania yang mengejutkan dirinya.
"Nay lu apa-apa kok bisa sih? Dari segi apapun lu bisa gitu. Kayak sekarang lo main musik, lu main musik aja jago, maa syaa Allah..." tutur Dania dengan pujiannya kepada Ranaya yang mungkin bisa dibilang ia kagum dengan sahabatnya itu.
"Gue cuma manusia biasa yang gabut doang Dan, selebihnya gue orangnya mageran, hehe." sahut Ranaya dengan sedikit terkekeh.
"Tapi serius lho Nay lo tuh keren banget." pujian Dania kepada Ranaya seolah tidak ada habisnya dari perkataan yang keluar dari mulut Dania.
"Yang keren itu Allah, bukan gue." kata Ranaya membuat Dania tidak bisa berkata-kata dan terdiam sambil meresapi apa yang dikatakan oleh Ranaya. Memang benar, seseorang menjadi hebat ataupun keren itu karena atas pemberian Allah, tanpa Allah kita bukan siapa-siapa.
"Oh iya Nay, gue boleh pinjem? Hehe." ucap Dania.
"Boleh, nih." Ranaya pun memberikan alat pemukul drum itu untuk dia mainkan.
•••
Setelah kelas berakhir Aqlan yang sedang beres-beres untuk kembali ke ruangannya setelah ia selesai mengajar di kelas santri tersebut, namun ketika ia hendak ingin keluar memakai sandal dengan buku-buku yang ia pegang, tiba-tiba saja Liona datang menghampirinya, entah urusan apa antara Liona dan Aqlan.
"Assalamualaikum sayyid." salam Liona dengan sedikit panik.
"Wa'alaikumussalam warohmahmatullahi wabarakatuh. Ada apa, Na?" tanya Aqlan dengan wajah datarnya tanpa basa-basi.
"Maaf Sayyid sebelumnya, kamar santriwati separuhnya atapnya ada terjatuh." ujar Liona.
Aqlan pun lalu mengernyitkan keningnya sejenak. "Terjatuh? Maksudnya roboh?" ucapnya memastikan dan diangguki oleh Liona.
"Yasudah nanti saya ke sana setelah saya simpan buku-buku ini." katanya.
Liona pun mengangguk dengan senyuman yang ia tahan, hmm seperti ada yang disembunyikan. "I-iya Sayyid. Syukron."
Lalu Aqlan pun bergegas untuk menaruh buku-bukunya terlebih dahulu ke ruangannya sebelum ia memperbaiki atap kamar santriwati yang rusak, entah itu benar atau hanya modus Liona saja untuk bisa dekat dengan Aqlan dengan cara seperti ini.
"Kalo terus-terusan boong kek gini, aku makin deket aja dong sama Sayyid." batin bohong Liona.
•••
Haii terima kasih untuk sudah membaca cerita ini, dan terima kasih sudah memberikan komentar dan vote pada cerita ini, sayang kalian banyak-banyak.
SPAM "NEXT" DI SINI
See u, sampai bertemu di part selanjutnya ^ ^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Sayyid [On Going]
De TodoBagaimana rasanya bisa berjodoh dengan seorang Sayyid yang dikaguminya selama ini? Ranaya Delisa Az-Zahra, ia adalah seorang fans biasa yang mengagumi seorang Sayyid selama lebih 10 tahun. Hingga pada akhirnya ia selalu berdoa agar ia bisa bertemu d...