"Bagiku, kamu adalah nyata, namun rasanya, sulit untuk aku gapai."
~Ranaya Delisa Az-Zahra~
•••Di pondok pesantren Aqlan yang tengah sibuk mengurus formulir - formulir yang ia kerjakan dengan sangat fokus, karena memang sekarang sudah menjadi tugas dirinya yang sudah resmi menjadi pengurus pondok di pesantren Paman nya itu.
Ranaya yang sedang sangat fokus mengerjakan tugasnya untuk ulangan kelulusan nya di masa SMA nanti agar nilai dikelulusannya bisa mencapai ia sampai kuliah nanti. Ia sangat tekad bercita-cita menjadi seorang dokter, karena memang dari kecil ia sudah berniat untuk bercita-cita menjadi penolong pasien, atau dokter.
Tak lama setelah Aqlan selesai mengurus formulir - formulir tersebut Aqlan tengah bersiap-siap untuk pergi ke masjid bersiap-siap sholat di sana dengan pakaian sederhananya layaknya seperti santri pada umumnya, karena ia tidak ingin memakai pakaian dengan gambaran bahwa ia adalah seorang Sayyid, walau dirinya memang benar seorang Sayyid. Tapi karena ia lebih suka menghargai apa yang dia mau jadi ia memakai pakaian layaknya seperti santri.
Adzan dzuhur pun tiba, Ranaya pun yang tengah sibuk mengerjakan tugasnya itu ia pun langsung bergegas untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat wajibnya.
Setelah ia selesai melaksanakan sholat, ia pun langsung berkemas merapikan alat solatnya dan langsung bersiap-siap untuk pergi ke masjid, karena kebetulan hari ini adalah hari di mana jadwal kajian yang sering ia datangi. Ia pun pergi pamit dengan pakaian nya yang tertutup rapi dan wangi. Cantik, memang cantik.
Setelah sampai di masjid Ranaya pun membuka sepatunya yang ia pakai dari rumah tersebut dengan kaus kaki yang menempel di kaki mungilnya itu tanpa ia buka juga. Di dalam masjid tersebut sudah ramai ibu-ibu yang mendatangi kajian tersebut. Ranaya langsung bersalaman dengan sangat sopan kepada para ibu-ibu tersebut dan setelah itu ia pun langsung duduk manis untuk mendengar kajian apa yang akan di sampaikan pada hari ini, dan siapakah pembawa kajian tersebut?
Tidak lama seorang laki-laki dengan pakaian santrinya itu mendatangi melewati para ibu-ibu yang tengah menunggu untuk mendengar kajian tersebut dengan sangat sopan dan senyuman ramah tamah yang ia berikan.
Dan ketika sampai di depan mikrofon mini tempat khusus para ustadz memberi kajian atau ceramah, Ranaya yang melihat itupun tersontak kaget, karena ia pikir ternyata pembawa kajian hari ini adalah calon suaminya sendiri. Sementara itu Aqlan sudah tahu jika calon istrinya tersebut datang ke acara kajiannya tersebut. Aqlan yang melihat itupun cukup tersenyum manis kepada Ranaya, Ranaya yang menyadari itupun tersipu malu dan membuang pandangan nya ke arah lain.
"Baik, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." ucapan pembuka kajian kepada para ibu-ibu yang telah hadir pada kajian tersebut.
"Wa'alaikumussalam warohmahmatullahi wabarakatuh." jawab serempak.
"Alhamdulilah puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wata'ala yang telah memberi nikmat kepada kita semua sehingga kita telah diberi kesempatan untuk bisa menghadiri kajian tersebut. Baik, untuk hari ini temanya adalah tentang akhlak. Di mana akhlak itu merupakan sesuatu atau sifat yang ada pada diri kita sendiri. Bisa dibilang akhlak adalah yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja yang muncul dari dorongan jiwa secara spontan. Mengapa manusia wajib memiliki akhlak yang terpuji? Karena pada dasarnya dapat didefinisikan orang yang berakhlak lebih baik daripada orang yang berilmu, gitu ya. Karena orang yang berilmu belum tentu mempunyai akhlak, tapi orang yang berakhlak sudah tentu mempunyai ilmu yang kuat."
Semua para ibu-ibu yang sedang mendengar kajian tersebut sangat khusyuk, karena di sana Aqlan begitu detail memberi kajian pada tema kajian hari ini yang disampaikan olehnya, termasuk Ranaya. Ranaya di sana begitu fokus mendengarkan kajian yang diberikan oleh calon suaminya tersebut, di sana Ranaya begitu terpikat oleh Aqlan di sana yang sedang memberikan kajian tersebut dengan sangat baik. Ranaya makin merasa jika memang jodoh Ranaya adalah Aqlan sebenarnya.
Ustadz Yusuf yang sedang membaca ilmu fiqih di depan teras rumah yang di depannya terdapat pesantren santriwan dan didatangi oleh sang istri sambil membawa sebuah kopi dan cemilan hangat untuk sang suaminya tersebut.
"Ini Abi kopi sama cemilannya." ucap Halimah sambil membawa kopi dan cemilan tersebut.
"Terima kasih ya zawjati." balas Yusuf sambil tersenyum dan langsung meminum secangkir kopi tersebut sambil membaca doa sebelum meminum.
"Maa syaa Allah, nikmat mana yang kau dustakan, eaaak." ucapnya sembari sedikit menggombal dan kembali meminum kopi tersebut, Halimah yang yang melihat itupun hanya tertawa kecil pada sang suaminya tersebut.
Tidak lama kajian tersebut akhirnya selesai juga kajian yang disampaikan oleh Aqlan pada hari ini. Namun, ketika sudah penutupan kajian tersebut ada salah satu ibu-ibu bertanya kepada Aqlan. Entah apa yang akan ditanyakan oleh salah satu ibu tersebut.
"Permisi Sayyid, afwan, saya ingin bertanya. Apakah Sayyid sudah mempunyai calon istri? Jika belum, bisa dong jadi calon suaminya anak saya." comblang salah satu ibu tersebut bertanya kepada Aqlan. Ranaya yang mendengar itupun hanya terdiam seketika dan memasang wajah yang cukup datar untuk dilihat oleh Aqlan. Aqlan yang melihat itupun hanya tersenyum, entah apa yang akan dijawab oleh Aqlan kepada salah satu ibu tersebut yang bertanya tadi.
"Untuk calon istri, saya sudah ada." jawab Aqlan seadanya tanpa memperpanjang lebar pertanyaan tersebut agar tidak menyakiti hati ibu tersebut dan juga tidak menyakiti perasaan Ranaya atau calon istrinya itu sendiri.
Ranaya yang di sana mendengar pertanyaan itu seketika memasang wajah yang sedikit kesal kepada salah satu ibu tersebut, ia berpikir tidak ada kerjaan bertanya seperti itu kepada calon suaminya itu. "nyebelin banget ibu itu, ngapain coba nanya-nanya calon istri, belum tau aja kalo sebenarnya calon istrinya ada di sini." batin Ranaya sambil menggerutu kesal, namun ia tahan, karena ia takut menimbulkan konflik diantara mereka berdua.
Aqlan yang tengah memperhatikan Ranaya yang mungkin Aqlan berpikir jika Ranaya tidak suka ada pertanyaan itu kepadanya ia diam-diam hanya terkekeh kecil karena ia merasa Ranaya gemas jika ia sedang kesal.
Kajian pun berakhir semua para ibu-ibu telah pergi untuk pergi ke masing-masing rumahnya, hanya tinggal Ranaya yang sedang berjalan menuju luar masjid untuk memakai sepatu, namun tidak lama ada seorang laki-laki muda yang datang menghampiri nya, dan kebetulan laki-laki tersebut juga berniat untuk pulang tak lain laki-laki itu ialah Aqlan.
Aqlan pun memanggil Ranaya dengan wajah yang datar, cuek, dan menjaga jarak dengan Ranaya, karena ia sadar jika mereka belum sah menjadi pasangan suami istri."Ranaya." panggil Aqlan dari belakang membuat Ranaya menoleh ke arahnya.
"Iya?" jawab Ranaya.
"Kamu marah dengan apa yang dipertanyakan oleh Ibu-ibu tadi?" tanya Aqlan memastikan dengan wajah yang cukup datar dengan aura yang begitu cuek menurut Ranaya.
"E-enggak. Emang kenapa?" tanya balik Ranaya dengan sedikit gugup.
•••
Haii terima kasih untuk sudah membaca cerita ini, dan terima kasih sudah memberikan komentar dan vote pada cerita ini, sayang kalian banyak-banyak.
SPAM "NEXT" DI SINI
See u, sampai bertemu di part selanjutnya ^ ^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Sayyid [On Going]
RandomBagaimana rasanya bisa berjodoh dengan seorang Sayyid yang dikaguminya selama ini? Ranaya Delisa Az-Zahra, ia adalah seorang fans biasa yang mengagumi seorang Sayyid selama lebih 10 tahun. Hingga pada akhirnya ia selalu berdoa agar ia bisa bertemu d...