Bel tanda datangnya jam istirahat telah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, tapi Izora bersama kedua temannya baru menuju kantin sekarang ini. Padahal perut mereka sudah keroncongan sejak jam pelajaran tadi, tapi gara-gara Vania yang lama 'menyetor' di toilet, jadinya mereka baru akan pergi sekarang.
Vania menyenggol bahu Mita pelan, kemudian menunjuk Izora menggunakan ujung matanya. Tampak sedang memberitahu raut kusut Izora yang tak kunjung berubah sejak pagi. Mita pun memang sudah menyadari gelagat aneh sahabatnya itu sejak awal.
"Zora~" panggilnya yang tak langsung ditanggapi. Vania dan Mita saling berpandangan lalu mengangguk, pasti ada masalah dengan sahabat mereka itu.
"Zora," panggil Mita sekali lagi, kali ini dibarengi dengan tepukan ringan di pundak gadis itu. Untungnya Izora merespon. Ia tampak kaget.
"Kenapa?" tanyanya menatap Mita dengan alis terangkat.
"Lo lagi ada masalah, ya?" sambar Vania langsung, membuat Mita memelototinya. Sedangkan Izora hanya diam, ia memilih untuk menatap depan lagi.
Melihat respon gadis bersurai pendek itu, Mita langsung memukul lengan Vania–menyalahkannya.
"Ivanna makin aneh." Celetukan tak terduga itu langsung mengambil alih atensi Mita dan Vania. Mereka berdua langsung mengambil posisi di sebelah Izora dengan ekspresi penasaran.
"Maksudnya?"
"Aneh gimana, sih?"
Bukannya langsung menjawab, Izora malah menghembuskan napas panjang. Seolah sedang menanggung beban berat. "Dia tiba-tiba bahas hal yang udah lama gue lupain. Tingkahnya kayak ... orang lain."
Lagi-lagi Vania dan Mita berpandangan sambil menyerngitkan kening. Sebenarnya apa yang sedang Izora coba katakan, sih?
"Orang lain gimana?"
"Emang dia bilang apa sama lo?"
Izora mencebik kesal, menatap kedua sahabatnya bergantian. "Lupain aja. Enggak penting dibahas," putusnya bulat, kemudian melanjutkan perjalanan.
Vania dan Tiara yang ditinggal mengangkat kening mereka dengan bibir yang menganga kecil. Sedetik kemudian membuang napas berat, lalu mengelus dada masing-masing sembari memejamkan mata–menabahkan diri. Izora itu, dia yang memulai percakapan dengan aneh, menyelesaikannya dengan ambigu, dan kini pergi tanpa sepatah kata yang jelas. Untung mereka sudah terbiasa dengan sikap gadis itu, jadi tak lagi tersinggung. Dengan cepat mereka menyusulnya.
"Zora! Tungguin!"
Mereka kembali berjalan bertiga, beriringan. Orang-orang yang lewat menyapa mereka dengan ramah, tapi tak satupun sapaan dibalas Izora dengan ramah kembali. Ia terus memasang wajah datar hingga menyamai tembok. Untungnya ada Mita dan Vania yang mewakilkannya tersenyum.
Saat hendak melewati koridor kelas IPS, Izora memicingkan mata tatkala mendapati Chika yang sedang duduk seorang diri sembari melihat ke arah parkiran yang memang ada di depan gedung kelas 10. Tiba-tiba ia teringat dengan aksi pengaduan Ivanna tentang Tiara yang dibully Angel. Setahu Izora, Chika adalah salah satu pengikut setia Angel. Ada baiknya jika ia mengorek informasi dari gadis itu. Dengan langkah tergesa Izora menghampiri Chika, Mita dan Vania yang tak tahu apapun hanya setia mengikuti.
"Hey," panggil Izora tanpa sopan santun. Vania dan Mita kompak menepuk jidat mereka, memang Izora ini perlu dididik tata kramanya.
Chika langsung tersentak melihat kehadiran gadis itu. Ia gelagapan, melihat sekeliling, mencari celah untuk kabur. Dan, Izora memperhatikan seluruh gerak-geriknya yang mencurigakan.
"Gue cuma mau nanya, enggak usah panik." Sayangnya, ucapan Izora tersebut tak diindahkan. Chika tetap terlihat gelisah, seolah takut ketahuan. Hal itu semakin menarik rasa penasaran Izora.
![](https://img.wattpad.com/cover/332756246-288-k541815.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamatkan Mereka[On Going]
Jugendliteratur[PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT] [REVISI SETELAH TAMAT] Mati di tangan keluarga sendiri. Bagaimana rasanya? Sakit, kecewa. Meski hubungan mereka tak persis seperti keluarga yang sebenarnya, Mia tak pernah menyangka kalau bibinya bisa bertindak senekat...