Bab 2. Tekad Untuk Akhir

22 6 2
                                    

Keringat membasahi sekujur tubuh gadis itu. Ia bergerak gelisah, dengan napas yang tidak beraturan dalam tidurnya. Bibir mungilnya yang pucat bergerak acak, seolah sedang menggumamkan sesuatu.

"Am-pun, Bibi. Ampun ...."

"AMPUN!" Gadis itu terbangun tiba-tiba, dan langsung mengambil posisi duduk. Tubuhnya gemetar hebat, dengan keringat dingin yang terus mengucur deras.

Kepalanya pusing dan matanya belum bisa melihat dengan jelas. Lebih dari itu, dadanya terasa sangat sesak. Seperti saat Bibinya merebut oksigen darinya.

Brakk!!

"IVANNA?!" Gadis itu langsung menoleh ke asal suara. Ia dikejutkan dengan pelukan seseorang yang langsung menyambar. Tak lama setelah merasa dekapan hangat, orang itu menangkup pipi gadis itu dengan khawatir. Bahkan gadis itu bisa merasa kalau tangan sosok di depannya bergetar.

"Kamu kenapa bisa drop lagi, Sayang? Simpen di mana in healer-nya?"

Penglihatan gadis dengan netra hitam legam itu mulai jernih. Sosok wanita paruh baya yang hampir menangis karena mengkhawatirkannya, terlihat dengan jelas. Ia meremas dadanya yang terasa sesak, kemudian menggeleng karena tak bisa menjawab wanita itu.

"Tahan sebentar, mama ambil cadangannya dulu." Gadis yang dipanggil Ivanna itu hanya mengangguk singkat.

"Apa yang sedang terjadi? Bukannya aku sudah mati dibunuh Bibi?"

Mia, gadis yang yakin telah merasakan kematian, namun kali ini malah terbangun di tempat yang sangat asing. Rasanya semua berbeda, kecuali rasa sesak yang memang sering mendera dadanya sejak dulu.

Wanita paruh baya yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan 'mama' itu, bergegas kembali pada Mia setelah mengacak-acak laci di sebelah sana.

"Buka mulutmu dan hirup ini baik-baik." Mia menurut dan menghisap cairan in healer itu dalam-dalam. Ia sudah sangat hafal penggunaan benda itu.

Perlahan-lahan, Mia bisa mengatur nafasnya hingga menjadi stabil. Rasa sesaknya mereda. Sementara wanita di depannya masih memasang ekspresi menahan tangis.

"Kamu kenapa bisa drop lagi, Ivanna?"

Mia masih belum bisa mencerna situasi ini. Jadi, ia hanya diam sembari terus menatap wanita itu.

Deg!

Tiba-tiba ia teringat nama yang dipanggil wanita itu. Ivanna. Mia kenal dengan seseorang yang bernama Ivanna, tapi kenapa dirinya dipanggil begitu?

Mia mencuri pandang ke arah lain, hingga matanya tertuju pada cermin lemari yang juga sedang menyorotnya. Di situ Mia sadar, kalau bayangan di cermin itu bukan dirinya.

Bola mata hitam legam, rambut cokelat gelap yang bergelombang, mata cekung yang memiliki noda hitam dibawahnya, hingga kulit pucat seumpama kertas.

Mia tau betul siapa sosok bayangan di cermin itu–alias tubuhnya–bukan, lebih tepatnya Mia tau di mana sosok itu dideskripsikan. Novel berjudul "Guardian Angel" yang berkisah tentang seorang pemuda berusia 16 tahun yang menjaga adik-adiknya bagai malaikat.

Dan, untuk memastikan apa yang dipikirkannya, hanya ada satu cara. Cara yang tidak akan menimbulkan kecurigaan.

"Ma-ma, di mana ... Izora?"

Tubuh wanita paruh baya itu seakan membeku. Ia bungkam dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan.

"Zora lagi keluar, Vanna."

Mia merasa sangat lega. Perkiraannya ternyata benar. Ia masuk ke novel ini sebagai Ivanna Razaputra, kembaran dari Izora Razaputra sekaligus adik pertama dari pemeran utama. Rayden Razaputra.

Selamatkan Mereka[On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang