Bab 5. Membela Teman

17 4 0
                                    

Begitu memasuki kelas, Ivanna mengedarkan pandangannya. Sudah ada beberapa siswa yang berbincang-bincang di sana, tapi orang yang dicari Ivanna tak kunjung terlihat.

"Padahal Izora duluan berangkat," gumamnya tak jelas.

"Kamu nyari Izora?" Pertanyaan Tiara membuatnya terkejut.

"Izora lumayan terkenal di kelas. Jadi aku tau dia. Dan dari wajah, marga sampe dianter Kak Rayden tadi, aku nyimpulin kamu kembarannya. Betul?" Tiara menjelaskan, ditanggapi senyum seadanya Ivanna.

"Iya, aku kembarannya."

"Wah, aku jarang menemukan anak kembar. Apa kalian bisa telepati?" Pertanyaan Tiara membuat Ivanna tergelak renyah.

"Meskipun kembar, kami ini normal seperti manusia lainnya, Tiara. Tidak mungkin bisa telepati atau semacamnya," jawabnya sembari mengikuti Tiara untuk duduk di ujung barisan ke tiga, dekat dengan jendela.

"Ohh, aku pikir bisa." Tiara menyengir kikuk, menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Dibanding telepati, mungkin kami jadi lebih ... perasa? Bisa lebih mengerti satu sama lain, mungkin." Ivanna 'pun tak yakin. Menurut novel memang begitu, tapi hubungan yang longgar ini sepertinya bisa menentang.

"Sejak dulu aku ingin sekali punya adik atau kakak. Menjadi anak tunggal rasanya nggak enak," celetuk Tiara. Ia menahan dagunya menggunakan tangan yang ditumpukan ke atas meja. Pandangannya mengarah ke samping, tempat Ivanna berada.

Perbincangan ringan mereka terus berlanjut, hingga kedatangan Izora dan kedua gadis menarik atensi Ivanna. Keduanya sempat berkontak mata, namun Izora segera memutusnya lalu duduk di meja ujung di arah berlawanan dari Ivanna. Ivanna menghembuskan napas pelan melihatnya, ia tersenyum getir. Memang tak mudah membangun hubungan dengan Izora.

Tiara yang memperhatikan interaksi keduanya tampak bingung. "Kalian ada masalah?" tanyanya penasaran.

Ivanna menoleh dengan cepat. Ahh, dia lupa mengatur ekspresinya. Izora tak akan suka jika hubungan buruk mereka terekspos di sekolah, apalagi di dalam kelas.

"Masalah biasa. Kamu tahu? Saudara yang sama umurnya sering nggak akur," jawab Ivanna seadanya.

Tiara mengangguk pelan, mempercayainya. "Aku nggak tahu kalau anak kembar bisa marahan juga." Ivanna tertawa mendengarnya.

"Mana ada saudara seumuran yang nggak bertengkar? Itu mustahil."

Berbincang-bincang dengan Tiara, Ivanna merasa sedikit tak nyaman. Seolah ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Ia menoleh ke arah signal paling kuat, dan benar saja. Seorang pemuda tak dikenal–yang duduk di dekat pintu masuk–menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ivanna mengerutkan keningnya, lalu pemuda yang tertangkap basah itu mengalihkan pandangannya.

"Tiara, dia siapa?" tanya Ivanna setengah berbisik sembari menunjuk pemuda itu dengan sembunyi-sembunyi.

"Yang mana? Oh, itu ketua kelas. Namanya Agam. Kamu naksir? Emang banyak sih yang suka sama Agam selama MPLS kemarin."

Mata Ivanna terbelalak. "Mana ada! Aku nggak naksir dia, cuma penasaran aja karena dia liat-liat ke sini tadi."

Tiara tersenyum menggoda, membuat Ivanna sedikit merinding. "Dia yang naksir kamu kali? Ciee, Vanna."

"Loh? Loh? Kok aku? Bisa aja dia naksir kamu lhoo, kan di sini ada kamu juga." Ivanna balas melempar serangan, ia menggoda Tiara dengan ekspresi malu-malu membuat pipi gadis itu bersemu.

"A-apasih? Enggak mungkin aku," celetuknya tersipu.

Ivanna tersenyum lebar, semakin semangat menggoda Tiara. Sepertinya Tiara memang tertarik dengan pemuda itu. Yaa, tak bisa Ivanna sangkal, tampang pemuda itu memang tampan. Tapi, sikapnya mencurigakan. Dan lagi, dia tidak pernah ada di novel.

Selamatkan Mereka[On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang