Agam. Tanpa nama tengah ataupun nama belakang. Hanya Agam. Cowok yang berstatus sebagai ketua kelas 10 IPA 1, anak panti asuhan Kasih Ibu dan seseorang yang mengaku sebagai penulis novel Guardian Angel. Sebelum hari ini, hanya tiga hal itu yang Ivanna tau tentang pemuda berkulit kuning langsat itu. Namun, hari ini ia banyak melihat sisi lain Agam yang mampu membuat Ivanna kagum.
Di koridor rumah sakit umum ini, Agam duduk di sampingnya seraya memangku Gia yang telah tertidur pulas di dada cowok itu. Tangan Agam mengelus lembut pucuk kepala Gia, entah sudah berapa kali Ivanna mengagumi tindakan manis ketua kelasnya itu.
Ivanna melirik arloji yang tersemat di lengannya, menunjukkan pukul 05.25 sore. Langit pasti sudah menggelap di luar sana.
"Udah mau pulang?" tanya Agam membuat Ivanna menoleh, lalu mengangguk.
"Mama bisa khawatir kalau aku pulang malam," jawab gadis itu.
Ivanna baru saja akan beranjak kala Hanna datang dengan tergesa. Bukan hanya itu, keberadaan seseorang yang menyusul Hana dari belakang juga membuat Ivanna sedikit kaget.
"Gimana ibu?" tanya gadis dengan rambut hitam kemerahannya dicepol asal. Peluh membasahi dahinya, membuat poni menyamping gadis itu jadi berantakan.
"Masih diperiksa dokter," ungkap Agam pelan, takut Gia bisa terbangun karena suaranya.
"Duduk aja dulu, Han. Gue tau lo capek," pinta Rayden. Ya, cowok itu yang datang bersama Hanna.
Ivanna segera menyingkir, membiarkan Hanna yang tampak kelelahan duduk di sebelah Agam. Sementara Ivanna berdiri di samping kakaknya itu.
"Kenapa bisa disini?" tanya Rayden setengah berbisik.
"Nemenin Agam, Kak." Gadis itu meringis kecil dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.
Dari raut wajahnya, Rayden tampak belum puas dengan jawaban yang didapat. Namun, ia tak memperpanjangnya lagi.
Kini atensi Ivanna teralih pada Hana yang sedang menunduk lesu. Matanya terpejam, tampak sangat kalut dengan kejadian yang menimpanya ini.
Berinisiatif, tangan Ivanna terulur menepuk bahu gadis itu pelan. Membuatnya tersentak, lalu mendongak pada Ivanna yang memamerkan senyum tipis–menenangkan.
"Ibu kakak pasti bakal baik-baik aja. Jangan terlalu khawatir," celetuknya menghibur. Hana bergeming, selama beberapa saat hanya keheningan yang melanda mereka.
Hingga senyum tipis hinggap pada bibir cantiknya. "Thanks," balasnya tulus.
Selang beberapa menit, dokter akhirnya keluar dengan dua orang suster di belakangnya. Hana, Rayden dan Ivanna langsung menghadap pria dengan jas putih itu, sementara Agam hanya menoleh dari tempatnya.
"Tak ada yang perlu dikhawatirkan, pasien hanya demam biasa dan kondisinya saat ini sudah stabil. Namun, sebaiknya tetap dirawat selama beberapa hari untuk pemulihan."
Keempat remaja itu mendengarkan dengan serius. Setelah mereka mengucapkan terima kasih, dokter itu pergi dari sana untuk memeriksa pasien lainnya. Sementara dua suster kembali ke dalam untuk memindahkan ibu Hana ke ruang inap.
Setelah keadaan dirasanya sudah tenang, Rayden izin pulang duluan bersama Ivanna. Tinggalah Hanna dan Agam yang berada di koridor ini–ralat, dan juga Gia yang tertidur.
"Biar gue yang jaga tante malam ini, lo pulang aja sama Gia. Gue tau lo capek seharian," ucap Agam memecah keheningan.
Pandangannya lurus menatap cewek yang setahun lebih tua darinya itu. Sementara Hanna malah mendorong bahunya kencang, membuat mata Agam melotot tajam.
![](https://img.wattpad.com/cover/332756246-288-k541815.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamatkan Mereka[On Going]
Jugendliteratur[PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT] [REVISI SETELAH TAMAT] Mati di tangan keluarga sendiri. Bagaimana rasanya? Sakit, kecewa. Meski hubungan mereka tak persis seperti keluarga yang sebenarnya, Mia tak pernah menyangka kalau bibinya bisa bertindak senekat...