“Harry!”
Setelah beberapa kali memanggil namanya, akhirnya Harry benar-benar membuka matanya. Nafas pemuda itu tak beraturan. Peluh mengalir dari pori-pori wajahnya. Matanya berkeliling sebelum berhenti pada sosok sang istri yang tengah menatapnya dengan tatapan cemas.
Harry menghela nafas lega sebelum meraih tubuh Taylor, masuk ke dalam pelukannya. Taylor balas memeluk Harry, mengelus punggung Harry dengan lembut. “Apa kau mendapat mimpi buruk?” tanya Taylor cemas. Taylor terbangun dari tidurnya saat mendengar Harry terus-menerus berteriak tadi. Padahal, pria itu tertidur.
“Maafkan aku. Apa aku mengganggu tidurmu?” Harry memejamkan mata, menyandarkan dagunya di bahu Taylor. Taylor menggeleng, masih terus memeluk erat Harry. “Kau baik-baik saja, kan?” tanya Taylor lembut. Harry kembali menghela nafas dan mengangguk perlahan. “Aku baik-baik saja, sungguh.”
Taylor menarik diri dari Harry. Menatap wajah Harry yang benar-benar berkeringat. “Aku akan membuatkan cokelat hangat untukmu.” ujar Taylor, bergerak hendak turun dari ranjang namun, Harry menahan lengannya. “Taylor, aku baik-baik saja, sungguh. Kau tidak perlu membuatkanku sesuatu.”
Taylor menggeleng dan menyingkirkan tangan Harry di lengannya. “Diam, Harry. Aku akan membuatkan cokelat hangat untukmu. Aku akan segera kembali, okay?” Harry akhirnya menyerah dan mengangguk setuju. Taylor segera turun dari ranjang dan berjalan ke luar dari kamar.
Tak lama kemudian, Taylor kembali muncul dengan membawa dua cangkir cokelat hangat. Taylor duduk di tepi ranjang dan menyodorkan satu cangkir kepada Harry. Harry meraihnya sambil tersenyum tipis, “Terima kasih, Love.” Kemudian, Harry menyesap perlahan cokelat hangat itu sebelum meletakkannya di atas meja di samping ranjang.
“Aku tak tahu apa yang kau mimpikan tapi, itu pasti sangat buruk, kan, sehingga membuatmu berteriak seperti itu?” tanya Taylor yang juga meletakkan cangkir cokelatnya di atas meja. Harry mengangguk perlahan. “Sepertinya begitu. Tapi, sudahlah. Aku benar-benar tak mau membahasnya.”
Taylor kembali naik ke atas ranjang dan mendekat ke arah Harry. Harry melingkarkan tangannya di pundak Taylor. “Kau terlalu lelah, mungkin. Bukankah sudah berulang kali kukatakan padamu untuk tak terlalu memaksakan diri bekerja?” tanya Taylor, memainkan jari-jarinya di atas tattoo berbentuk kupu-kupu yang ada di permukaan kulit perut Harry. Harry memang selalu tidur tanpa mengenakan pakaian apapun. Hanya mengenakan celana.
“Mungkin saja. Aku tak tahu. Aku tak pernah mendapat mimpi buruk sebelumnya,” jari-jari tangan Harry memainkan rambut Taylor. Taylor menyandarkan kepalanya di dada Harry. “Bagaimana jika besok kau tidak usah bekerja dulu? Kita bisa berlibur sebentar, membuat otakmu sedikit lebih relaks.”
Harry berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepala. “Ya, mungkin. Aku akan menghubungi asistenku nanti.” Harry mengecup kening Taylor. “Sekarang, tidurlah, Taylor. Kau butuh tidur. Maaf sudah membangunkanmu.” Taylor mengangguk dan mulai memaksakan matanya untuk terpejam.
“Aku mencintaimu,” Harry kembali mengecup kening Taylor.
“Aku juga mencintaimu, Harry,” balas Taylor.
*****
Keesokan harinya, Harry benar-benar tidak pergi ke kantor. Harry bangun pagi, seperti biasa dan Harry langsung menghubungi Emily dan meminta Emily untuk menghandle pekerjaan-pekerjaan yang setidaknya masih bisa dia kerjakan, sementara yang tidak bisa dia kerjakan bisa ditinggal di meja Harry.
“Apa kau akan tidur seharian di ranjang?”
Harry yang baru selesai menghubungi Emily menoleh saat mendengar suara tersebut. Taylor berdiri di depan pintu kamar dan tampak sudah sangat rapih. Harry tersenyum kepada Taylor.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control 2
FanfictionApapun akan Harry Styles lakukan untuk membuat Taylor Swift bertahan, di sisinya. The Second Book of No Control. Before you read this one, make sure you've already read No Control. Chapter 21 - 30, dan Bonus diprivat.