Taylor menarik nafas. Sudah hampir lima kali dia mondar-mandir tak beraturan. Andrea memperhatikan sang putri dengan bingung. Taylor terlihat sangat gelisah. Tak tahu apa yang terjadi dengannya.
"Sampai kapan kau akan mondar-mandir seperti itu? Aku lelah melihatmu," ujar Andrea, menghentikan langkah Taylor. Taylor menatap Ibunya lekat. Wajahnya terlihat benar-benar gelisah. "Sudah lima hari Harry tak menghubungiku, Mom. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya?"
Andrea menghela nafas. "Kau ingin kembali ke London sekarang?" tanya Andrea. Taylor menggeleng. "Mana bisa begitu. Aku sudah berjanji padanya. Aku harus menunggunya datang menjemputku."
Andrea menggeram. "Tay, kalau tahu begitu, bisakah kau duduk tenang? Aku pusing melihatmu. Lagipula, kau tidak boleh terlalu stress. Bisa berbahaya untuk kesehatan anakmu." Nasihat Andrea. Taylor menyerah dan duduk di tepi ranjang, di samping sang Ibu.
"Harry tak menghubungiku sama sekali. Biasanya, dia pasti memberitahuku apa yang terjadi. Walaupun, hanya satu pesan singkat tapi, itu jauh lebih baik daripada dia harus menghilang seperti ini." Taylor memperhatikan ponselnya yang ada di atas meja. Andrea menarik Taylor ke dalam pelukannya. "Tenang, okay? Kau bilang, kau percaya pada Harry. Jika kau percaya padanya, jangan berpikiran negatif, okay?"
Taylor menganggukkan kepala.
*****
Harry menarik nafas dan mengendarai mobilnya menuju ke Styles Enterprise. Semalaman dia tidak tidur—tak bisa tidur—karena tak bisa berhenti memikirkan cara untuk menyelesaikan semua masalahnya secepat mungkin. Harry merindukan sang istri, tentu saja tapi, di lain sisi, Harry mencoba untuk menjauh terlebih dahulu. Semua demi kebaikan bersama.
Penglihatan Harry menangkap sosok gadis yang pernah dia pekerjakan di Styles Enterprise, sekaligus sahabatnya, yang tampak memasuki sebuah perusahaan kecil. Harry menahan nafas. Perusahaan kecil itu adalah milik John Styles. Perusahaan yang bahkan tak akan sebanding dengan Styles Enterprise. Hanya perusahaan kecil itulah yang menjadi sumber keuangan John.
Tapi, hei, untuk apa Emily berada di sana?
Ya, Emily. Harry melihat dengan jelas jika Emily melangkah memasuki perusahaan itu setelah ke luar dari taksi. Dalam perjalanan menuju ke Styles Enterprise, Harry memang sudah terbiasa melewati perusahaan kecil John tersebut.
Harry memutuskan untuk menepikan mobilnya di tempat yang sekiranya tidak jauh dari perusahaan itu. Harry melepaskan jasnya dan meraih jaket kulit hitam yang ada di kursi belakang mobilnya. Kemudian, Harry meraih topi dan juga kacamata yang ada di sana. Harry memang menyimpan cukup banyak barang—yang dapat dia gunakan—di dalam mobilnya.
Setelah merasa mulai tersamarkan, Harry ke luar dari mobil, berjalan menuju ke dinding yang dipenuhi tumbuhan berjalar sambil mengintip ke arah perusahaan kecil tersebut. Harry menunggu selama beberapa puluh menit sebelum mendapati Emily yang ke luar dari sana.
Harry berdecak. Emily mendekat, tentu saja. Tak jauh dari tempat Harry bersembunyi, ada sebuah pemberhentian bus. Mungkin Emily berniat untuk pulang dengan bus?
Namun, sebelum sempat Emily mencapai halte, Harry sudah meraih lengannya dan menarik gadis itu ke persembunyiannya.
"Ap-apaan?!" bentak Emily.
"Diam!" Harry balas membentak dan Emily terdiam mendengar suara itu. Harry mendorong tubuh Emily, sehingga Emily menabrak dinding di belakangnya. Harry melepaskan kacamata yang dia kenakan dan menatap Emily tajam. "Apa yang kau lakukan di dalam sana?" tanya Harry.
Emily menggeleng kaku. "Ak-aku..aku tak melakukan apapun!" jawab Emily.
Harry menggeleng. "Tidak. Kau pasti melakukan sesuatu. Kau merencanakan sesuatu dengan mereka! Apa kau bodoh atau apa? Kau sudah mengakui keterlibatanmu dengan semua masalah di keluargaku dan sekarang, kau masih mencoba melibatkan diri dengan keluargaku lagi. Apa-apaan, Emily?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control 2
FanfictionApapun akan Harry Styles lakukan untuk membuat Taylor Swift bertahan, di sisinya. The Second Book of No Control. Before you read this one, make sure you've already read No Control. Chapter 21 - 30, dan Bonus diprivat.