Jika dihitung, sudah hampir satu bulan berlalu sejak Gemma ke luar dari rumah sakit. Gemma mengalami keguguran dan depresi yang sangat. Hingga sekarang, gadis itu menjadi pemurung. Gadis yang dulu selalu ceria itu, secara perlahan menjadi seperti gadis yang sangat menyedihkan.
Sejak Gemma ke luar dari rumah sakit pula, Harry memutuskan untuk pindah ke Chesire, supaya bisa terus mengawasi sang kakak, Gemma. Harry membangun sebuah perusahaan cabang kecil di Chesire dan Harry memutuskan untuk mengawasi perusahaannya dari perusahaan kecilnya di Chesire.
Harry tak mau menyesal lagi. Dia mau menjaga Ibu dan kakaknya secara penuh, seperti janjinya pada sang ayah.
Karena janjinya itu pula, Harry seperti melupakan satu hal penting.
“Harry,”
Taylor melingkarkan lengannya pada pundak Harry yang duduk di sofa, membaca koran. Harry menoleh dan tersenyum kepada sang istri. “Selamat pagi, Babe.” Ujar Harry, menggerakkan tangannya untuk meraih Taylor, menariknya mendekat. Taylor duduk di samping Harry, menyandarkan kepala di pundak kokoh sang suami.
“Apa hari ini kau sibuk?” tanya Taylor, memainkan jari-jarinya dan jari-jari Harry, menautkan jadi satu.
“Kenapa?” tanya Harry, mengangkat satu alisnya.
Taylor menggeleng. “Bukan apa-apa. Hanya saja, seperti sudah sangat lama sejak kita tidak pergi berdua. Kau terlalu sibuk dengan urusan kantor atau...” Taylor menahan nafas sebelum mengucapkan, “Gemma.” Dengan nada sangat terpaksa.
Harry diam sejenak. Tangan kekarnya melingkar di sekeliling pundak Taylor. Harry mengecup singkat kening Taylor sambil berkata, “Aku mencintaimu. Sangat. Kau tahu itu, kan?” Taylor menganggukkan kepala.
“Aku juga mencintai keluargaku. Mom dan Gemma. Aku pernah bersumpah pada Dad untuk menjaga mereka, memastikan mereka aman dan bahagia.” Harry mengambil jeda sesaat sebelum menundukkan kepala. “Namun, kejadian yang terjadi pada Gemma beberapa waktu lalu, membuatku sadar, aku belum sepenuhnya menepati janjiku pada Dad. Aku belum bisa menjaga Mom dan Gemma sebagai mana mestinya. Aku sangat menyesali hal itu.”
Taylor ikut menundukkan kepala, paham ke mana arah pembicaraan ini. Harry mengangkat wajahnya dan menoleh. Senyuman tipis muncul di bibir pemuda itu. Tangannya meraih dagu Taylor, mengangkat perlahan supaya mata hijaunya dapat bertemu dengan mata biru Taylor.
“Aku tidak ingin punya banyak penyesalan dalam hidupku lagi. Aku mencintaimu. Aku juga mencintai Mom dan Gemma. Tapi, untuk saat ini, Gemma yang benar-benar membutuhkan perhatianku sepenuhnya. Kuharap kau mengerti itu.” Harry mengecup singkat bibir Taylor.
“Aku mencintaimu.” ujar Harry.
Biasanya, mendengar kata itu ke luar dari mulut Harry akan membuat Taylor meleleh. Tapi, sekarang, entah kenapa Taylor merasa ucapan itu justru membuatnya merasa cemas.
*****
“Jadi, apa yang kau inginkan sekarang, Gem?” Harry bertanya lembut kepada sang kakak, seraya meletakkan menu makan malam Gemma di atas meja, di samping ranjang tempat Gemma duduk.
Gemma menggelengkan kepala. Wajahnya yang biasa dipoles make up, sekarang sudah tidak lagi. Dia seperti kehilangan hidup. Semua itu hanya karena seorang pemuda bernama Samuel.
Tak banyak yang diketahui tentang Samuel saat ini. Samuel menghilang begitu saja. Bahkan, menurut sumber kepercayaan Harry, perusahaan yang awalnya sangat Harry percayai sebagai perusahaan yang dipimpin Samuel, membuat pernyataan berbeda. Samuel memang mempunyai kedudukan di perusahaan itu. Cukup tinggi. Tapi, Samuel bukanlah pemimpin di sana. Samuel juga sudah mengundurkan diri. Entah ke mana perginya dia sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control 2
FanfictionApapun akan Harry Styles lakukan untuk membuat Taylor Swift bertahan, di sisinya. The Second Book of No Control. Before you read this one, make sure you've already read No Control. Chapter 21 - 30, dan Bonus diprivat.