Hari ini, Harry mengizinkan Jasmine untuk mengajak Taylor pergi. Sebenarnya, Harry tahu, dia benar-benar terlihat seperti memenjara Taylor dengan tidak mengizinkannya pergi bekerja, di manapun. Tapi, mau bagaimana lagi? Harry ingin Taylor menjadi istri yang seutuhnya. Istri yang setiap pagi memberikannya ciuman selamat pagi dan istri yang akan selalu menyambutnya saat pulang kantor.
Harry menatap cemas ke arah jam yang tergantung di dinding ruangannya. Sudah pukul dua belas siang dan Taylor belum menghubungi Harry, memberitahu Harry ke mana Jasmine akan membawanya. Harry cemas, Jasmine akan membawa istrinya ke tempat yang tak seharusnya, mengingat seberapa bebas seorang Jasmine Lime.
“Mr. Styles.”
Harry baru sadar jika dia tak sendirian di dalam ruangan. Harry mengalihkan tatapannya ke arah Emily Thompson yang berdiri di hadapannya. Harry memutar bola matanya. “Em, aku sudah berulang kali memberitahumu untuk memanggilku Harry.” ujar Harry.
Emily menggeleng. “Kau bosku, Harry. Mungkin, di luar aku bisa memanggilmu Harry tapi, di kantor? Sepertinya memanggilmu Harry hanya akan membuat semua karyawanmu iri dan tidak suka padaku.”
Harry menghembuskan nafas. “Baiklah, terserah. Well, apa kau sudah menyelesaikan tugas pertamamu itu?” tanya Harry. Emily menganggukkan kepala dan tersenyum. “Aku sudah menyelesaikannya dari tadi. Aku ingin bilang padamu tapi, kau terlihat sangat gelisah. Aku takut mengganggumu.”
“Em, kupikir kau mengenalku dengan sangat baik, mengingat kita berteman sejak kecil. Aku sama sekali tak keberatan jika kau ingin memberitahukan atau menanyakan apapun padaku. Lebih baik bersuara dan mengetahui daripada diam tanpa mengetahui, kan?” tanya Harry. Emily menganggukkan kepala.
Harry kembali melirik ke arah jam yang tergantung di dinding. “Sudah jam dua belas. Waktunya istirahat. Kau bisa makan siang dan kembali pukul satu nanti.” ujar Harry, tegas. Emily mengangguk namun, tak beranjak sedikitpun. Matanya masih terfokus pada Harry yang sepertinya masih asyik membaca sebuah berkas.
Menyadari Emily yang tak juga beranjak, Harry kembali menatap temannya itu. “Ada apa?” tanya Harry.
“Apa kau tak akan makan siang?” tanya Emily balik. Harry diam sejenak sebelum mengangguk. “Aku akan makan siang nanti.”
“Jadi, kau akan membiarkanku makan siang sendiri?” Emily menekuk sudut bibir bawahnya. Harry mengangkat satu alisnya. “Kupikir, aku sama sekali tak butuh teman untuk makan siang. Lagipula, kau tidak akan makan sendiri, Em. Masih banyak karyawan yang juga akan makan siang di kafetaria kantor ini.”
Emily sebenarnya hendak memprotes ucapan Harry namun, dia buru-buru menganggukkan kepala, patuh. Emily mana mungkin melawan Harry yang adalah atasannya di sini. Walaupun, mereka saling mengenal, tetap saja. Harus profesional.
“Aku duluan, Styles.”
Emily berbalik dan berjalan meninggalkan Harry di ruangannya.
*****
Di mana kau sekarang? Kenapa tidak mengangkat panggilan dariku?
Taylor menghela nafas membaca salah satu pesan yang Harry kirimkan kepadanya tersebut. Taylor tengah berada di sebuah salon bersama Jasmine yang tengah memotong rambutnya. Harry sudah lebih dari sepuluh kali menghubungi Taylor dan sudah mengirimkan lima belas pesan, hanya karena Taylor tak kunjung memberikan informasi keberadaannya.
“Pasti Harry.”
Taylor menoleh mendengar suara tersebut. Jasmine masih harus menatap lurus ke depan karena rambutnya belum selesai. Taylor menatap ke arah cermin, mata Jasmine tertuju padanya. Taylor tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control 2
FanfictionApapun akan Harry Styles lakukan untuk membuat Taylor Swift bertahan, di sisinya. The Second Book of No Control. Before you read this one, make sure you've already read No Control. Chapter 21 - 30, dan Bonus diprivat.