#27. Tragedi Maksiat Nandar

147 25 1
                                    

[Bintang]



Bintang membuka matanya secara perlahan, langit-langit ruangan yang putih bersih itu menjadi sesuatu yang ia lihat pertama kalinya. Setelah itu Bintang menoleh ke sampingnya, ada Ari yang duduk di kursi sambil mencoba tahan kantuk. Laki-laki itu menghela nafas melihatnya sebelum tiba-tiba ingat pada Starla.

Tidak, kok, Bintang tidak panik begitu ingat Starla seperti yang di film-film ketika ingat dengan kekasihnya setelah bangun dari pingsan lalu segera beranjak dan lari mencarinya. Haduh, tolong lah, Bintang tidak sedrama itu.

"Ri," panggil Bintang membuat Ari yang hampir saja menutup matanya itu langsung menegak begitu saja.

"Eung? Eh, Bin, bangun lo?" ucap Ari linglung sambil mencoba berdiri namun tidak kuat karena masih harus menyeimbangkan tubuhnya. "Lo demam tinggi, dokternya juga bilang lo kekurangan gizi makanya harus dirawat dulu."

"Starla gimana?" Ari berdecak begitu mendengar respon Bintang yang menghiraukan ucapannya. "Iya, maap kalau gua nggak ngehargain lo. Tapi gua cuma nanyain sekali doang kok, janji." Kata Bintang kemudian ketika paham Ari kesal.

"Dia lagi jalanin operasi, ada pendonor yang cocok buat dia. Semoga aja lancar dan dia nggak kenapa-kenapa, ada Jeli yang nungguin kok kalem. Kata dia juga operasinya nggak lama lagi selesai." Jawab Ari mau tak mau menjelaskan apa yang sedang dijalani Starla sekarang.

"Terus Lily?"

"Dia dibawa pulang, tadi gue nyuruh si Raihan."

Kepala Bintang mengangguk paham, laki-laki itu melamun kemudian membayangkan kembali kondisi Starla sebelum dirinya pingsan tadi. Jujur saja, Bintang benar-benar takut ditinggal, seperti dulu Bunda memilih untuk berpisah dengan Ayah dan membiarkan Ayah membawa Bintang untuk tetap tinggal di rumah besarnya. Tadinya Bunda juga sempat menikah lagi dan saat itu juga pilihannya tidak salah karena Bintang tahu jelas seberapa sayang Ayah tirinya pada sang Bunda, namun ketika Bintang naik ke kelas 11 kemarin, sayangnya Ayah harus menutup usia karena sakit tumor otaknya.

"Lo udah ngasih tahu bokap gua?" tanya Bintang lagi ketika sadar dari lamunannya karena Ari bangkit dari duduknya.

"Udah, gua suruh kesini besok aja kalau mau jenguk, biar gua malam ini nginep disini sama si Nandar. Gua takut mereka kayak si Ajun, apalagi ini udah malem banget." Jawab Ari sambil memakai jaketnya.

Bintang mengernyit, "si Ajun kenapa?"

"Dia kecelakaan, sekarang lagi ditanganin sama dokter. Ada Nandar sama Kak Ay yang jagain di sana."

Mata Bintang melotot, "Serius?! Kok bisa?"

"Dia panik pas gua telepon Starla kritis dan sempet berhenti jantungnya, ngebut deh dijalan. Bego emang temen lo!" ketus Ari sebal sendiri. "Padahal udah gua bilangin buat hati-hati, eh, nyampe sini malah cari mati. Udah, ah, gua mau nengokin keadaan Starla sama si Ajun dulu. Baek-baek lo, jangan turunin sedikit pun kaki lo dari ranjang selama gua tinggal. Gua penggal, mati lo!"

Bintang mendelik dengarnya, "Sekalian urus ruang inap gua deh, Ri. Pokoknya gua mau satu ruangan sama si Ajun, gua juga mau lihat kondisi dia. Kan enak juga buat lo sama Nandar, nggak usah pisah ruangan buat jaga."

"Cih, jangan mentang-mentang duit lo udah limit, semena-mena lo nyuruh gua!" ucap Ari dengan kening yang berkerut. "Mana duitnya?" Bintang mendecih lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet, kemudian laki-laki itu menyerahkan kartu kreditnya pada Ari.

Selepas kepergian Ari, Bintang kembali melamun. Pikirannya benar-benar kacau hanya karena Starla saja, membayangkan terus yang sudah dilewatinya bersama Starla dan menghela nafas.

Bintang: The Patrick CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang