Bisma berubah. Itulah yang Dara rasakan saat ini. Sekalipun susah payah untuk tidak terlalu menganggap sosok Bisma itu ada. Selama Dara dapat melihat Bisma dalam jarak pandangnya, ia tidak bisa mengabaikan laki-laki itu begitu saja.
Usai Bisma menghilang pada hari itu, di hari yang sama juga laki-laki itu izin pulang karena ada urusan yang mendesak. Dara tidak pernah tahu urusan apa itu, ia juga tidak mencari tahu. Walau sebenarnya ia penasaran. Apalagi setelah Bisma kembali ke Posko, dua hari kemudian. Perubahan itu benar-benar terasa kentara. Terlebih perubahan sikap Bisma kepadanya. Laki-laki itu seperti dingin tak tersentuh.
“Lu lagi panas-panas gini ngapain pake sweater, Bis?”
Pertanyaan Janu adalah pertanyaan Dara juga. Ini yang Dara pertanyakan dua hari terakhir. Ia tidak pernah lupa kalau Bisma tidak suka pakai pakaian panjang di siang hari. Namun, sejak hari kembalinya Bisma ke posko, laki-laki itu selalu memakai pakaian lengan panjang di siang hari. Entah itu kaos atau sweater. Padahal cuaca di sini cenderung panas di siang hari dan dingin di malam hari.
“Nggak apa-apa,” balas Bisma seolah tidak terjadi apa-apa.
“Kamu sakit? Kalau nggak enak badan mah diem di posko aja atuh, Mang,” sahut Bani yang khawatir kalau si ketua justru tumbang saat acara berlangsung.
Siang ini mereka akan dikerahkan membantu panitia karang taruna untuk acara tabligh akbar nanti sore. Beberapa anak perempuan, kecuali Dara dan Caca, dikerahkan lebih dulu untuk membantu pemudi di sana menyiapkan konsumsi. Aksa dan Hansel juga sudah di sana lebih dulu untuk membantu keperluan logistik.
Sementara mereka berlima, sebelumnya sudah melakukan pekerjaan utama di posko terlebih dahulu dan menyusul setelah semuanya tugas selesai.
“Nggak kok, nggak apa-apa. Cuma kayaknya saya masuk angin doang, sisa kemarin,” balas Bisma sambil menggaruk kecil kelingkingnya yang tak gatal.
Bohong! Dara mendengkus dalam diam. Memang, ya, ‘nggak apa-apa’nya manusia itu pasti ada apa-apa. Ia selalu tahu gelagat Bisma ketika berbohong. Kelingking laki-laki itu yang menjadi jawabannya.
Karena Bisma tetap bersikukuh untuk tetap melanjutkan perjalanan menuju ke acara, alhasil semuanya tidak mendebat lagi dan menghargai keputusan Bisma. Toh, kalau misal ada apa-apa, Bisma sudah tahu atas kapasitas dirinya sendiri.
Sesampainya di sana, semua mulai berbaur dengan panitia lain. Seperti saat ini, Dara dan Caca didapuk untuk membantu teman-teman acara.Saat Dara sedang merapikan meja untuk penerima tamu, ia tidak sengaja melihat Bisma sedang berbicara dengan Nadin. Dari raut wajah mereka, sepertinya sedang membicarakan sesuatu serius. Dilihat dari tempat mereka berdiri saja, itu cukup tersembunyi karena terhalang pohon dan terpal penutup. Kebetulan saja, Dara berada di posisi yang pas saat tak sengaja melihat mereka berdua tadi.
Tidak terdengar apa yang sedang mereka ucapkan, karena situasi di sinipun begitu ramainya. Hanya saja Dara terpaku pada reaksi Nadin yang begitu khawatir melihat Bisma saat mengecek wajah laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Selalu Biru
عاطفيةBisa berada satu kampus dengan Bisma-mantan kekasihnya saat SMA-saja, sudah membuat Dara merasa dunia ini begitu sempit. Terasa makin sempit ketika Dara dan Bisma berada dalam satu kelompok untuk pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Selama satu bulan, me...