14. Perlahan Terbongkar

4.3K 311 3
                                    

“Pergi!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pergi!”

“Nggak usah mencari tahu apapun, karena ini nggak ada urusannya dengan kamu. So, jangan pernah urusi urusanku!”

Kalau mengingat malam itu rasanya Dara tidak akan pernah menyangka kalau itu adalah Bisma yang selalu lembut kepadanya. Suara dingin yang tajam dan menusuk milik laki-laki itu terus saja terngiang-ngiang. Ini pertama kalinya dalam hidup Dara melihat sisi lain Bisma yang menyeramkan, setelah mengenal laki-laki itu bertahun-tahun.

Bisma yang Dara kenal itu jarang sekali marah, selalu terlihat tenang di berbagai kondisi dan pandai mengendalikan diri. Ia sebenarnya penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ia tidak punya nyali cukup untuk mengetahui lebih dalam. Bertanya pada Nadin bukan juga solusi yang tepat.

Sampai akhirnya pertanyaan-pertanyaan mengenai Bisma terus bersarang di kepala Dara. Bahkan makin banyak tiap waktunya.

Seperti saat ini, pertanyaan baru berkecamuk di kepala Dara saat melihat Bisma sedang tertawa karena lelucon yang dilontarkan Bani. Tawa lepas seolah tak memiliki beban apa pun. Bersikap biasa saja seolah tidak pernah terjadi hal buruk.

“Ngelamun aja, Dar!” senggol Nadin hingga membuat Dara terperanjat.

“Iya kenapa, Nad?” tanya Dara seperti orang linglung.

Nadin mengambil tangan Dara dan merangkulnya. Gadis itu tersenyum dan menaik turunkan kedua alisnya. “Kamu nggak lupa, kan, kalau hari ini jadwal kita buat jaga Posyandu?”

Nyaris!  Andai saja Nadin tahu jawaban yang sebenarnya. Dara benar-benar lupa karena terlalu banyak memikirkan Bisma.

Dara meringis sembari memamerkan deretan giginya yang rapi. “Ayo!” ucapnya dengan memberi kode untuk berpamitan ke anak-anak yang lain.

Setelah berpamitan, keduanya berjalan beriringan menuju Posyandu. Jarak tempuh dari posko ke sana cukup memakan waktu. Mungkin bisa sampai dua puluh menit kalau dengan jalan santai. Seperti yang mereka lakukan saat ini. Nadin masih mengamit lengan Dara dan Dara terlihat tidak terganggu sama sekali.

“Aku perhatiin, kamu sering ngelamun, Dar. Apa ada yang ganggu pikiranmu?” tanya Nadin tiba-tiba.

Apa kelihatan sejelas itu, ya?

Dara lagi-lagi meringis pelan. “Aku juga nggak tau. Kayak penuh aja gitu otakku, padahal mah nggak ada apa-apa,” balas Dara dengan kekehan di akhir.

Nadin menatap Dara dengan penuh telisik. Kemudian gadis itu mengerlingkan matanya, “Halah! Bilang aja penuh karena mikirin Kak Gala,” goda Nadin.

Dara menggeleng cepat. Ia bahkan tidak memikirkan Gala sama sekali. Setelah pertemuan terakhirnya di acara tabligh akbar tempo hari, Dara sama sekali tidak mendapat kabar dari laki-laki itu, atau bahkan melihat batang hidungnya saja pun tidak.

Langit Tak Selalu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang