“Dara, ada aa Gala, tuh!”
Ini adalah kalimat yang sering Dara dengar akhir-akhir ini. Dalam seminggu terakhir, Gala sering sekali datang menemui Dara di posko. Tentu saja hal ini membuat ia sering jadi korban godaan oleh teman-teman yang lain, karena kentara sekali Gala mendekati Dara secara terang-terangan.
Memang sih, awalnya Gala hanya mampir sesekali sambil membawa makanan untuk dibagikan ke anak-anak posko. Lama kelamaan, para mahasiswa itu menyadari ke mana arah tujuan Gala saat ke posko mereka. Tentu saja Dara yang menjadi tujuan. Karena sering kali mereka menangkap Gala memberi perhatian kecil hanya pada Dara.
Dari sanalah godaan-godaan itu berawal.
Hari ini mereka sedang berkumpul di tengah rumah seperti biasanya jika tidak ada kegiatan. Biasanya mereka akan berkumpul mengobrol ngalor-ngidul atau sekadar ngopi bersama.
“Beneran Dar, kamu sama a Gala? Patah hati dong aing,” tanya Bani yang masih tidak terima kalau Dara di-‘ceng-ceng’in sama Gala.
Bagaimana tidak, Bani yang lebih dulu suka sama Dara, masa tiba-tiba ditikung sama anaknya yang punya posko? Ini akan terlihat menyedihkan untuk Bani yang selalu ceria.
“Enggak, kok, aku sama Kak Gala temenan aja. Nggak ada yang lebih-lebih,” sahut Dara yang suka bingung sendiri tiap kali digoda oleh teman-temannya.
Bohong jika Dara tidak menyadari kalau Gala itu mendekatinya dari awal. Ini terlalu terlihat atau bahkan terang-terangan. Namun, ia juga memilih untuk tidak menutup hati rapat-rapat. Mungkin ini saatnya menerapkan ilmu untuk menggaet cowok yang sering disiarkan oleh Moza. Mungkin juga ini saatnya untuk Dara benar-benar move on dari Bisma. Ya, walau sebenarnya Dara pun masih bersikap stay cool seperti biasanya.
“Tuh, kan! Mereka nggak pacaran. Nggak usah gosip, deh!”
“Ya udah, sih, terima aja kali, Ban,” celetuk Janu yang baru saja bergabung berkumpul di ruang tengah. Ia melihat ke arah luar di mana Gala masih berjalan menuju ke arah sini. Janu mendekati Bani dan merangkul laki-laki itu. “Lagian ya, si Bang Gala itu lebih oke ke mana-mana dibanding elu. Apalagi untuk disandingkan sama Dara. Jauh!”
Janu ini memang kalau berbicara tidak pernah disaring. Terlalu frontal dan blak-blakkan. Beruntungnya Bani bukan tipe orang yang mudah sakit hati, jadi ia tidak akan terbawa perasaan akibat kata-kata Janu.
Toh memang benar adanya. Bani akui kalau Gala lebih tampan dan mapan dari dirinya.
“Sabar ya, Ban. Mulutnya Janu emang setajam silet. Feni Rose aja kalah sama dia,” timpal Nadin sembari menepuk-nepuk pundak Bani. Ia juga mendekatkan bibirnya ke arah telinga Bani. “Tapi, sadar diri juga penting, loh, Ban.”
Anak-anak tertawa puas saat melihat Bani yang mendengkus kesal mendengar bisikan Nadin. Laki-laki itu bahkan tak segan menampol kepala Nadin, walau tidak keras.Hanya ada satu orang yang tidak bereaksi seperti yang lain. Bisma. Entah apa yang sedang ada dalam pikiran laki-laki itu, karena sejak tadi ia berubah menjadi lebih pendiam dari biasanya. Ditambah lagi dengan pandangannya yang terus fokus ke layar ponsel.
“Wah! Rame-rame, nih! Lagi pada ngapain?”
Sosok Gala kini sudah muncul di antara mereka. Laki-laki itu membawakan dua box pizza pada anak-anak. Tentu saja ini disambut dengan riang gembira karena sudah lama sekali rasanya mereka tidak melihat makanan seperti ini. Padahal belum genap satu bulan tinggal di desa, tapi rasanya sudah berabad-abad.
“Abis dari mana, nih, Bang?” celetuk Janu setelah sebelumnya ia berterima kasih atas pizza yang Gala bawakan.
“Biasa, abis kirim barang ke kota,” balas Gala dengan senyum semringah.
Tatapan mata Gala beralih pada Dara yang tengah menikmati potongan pizza dengan toping keju leleh di atasnya. Begitu datang, Gala langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Dara. Seolah mengerti keadaan, ada sedikit ruang yang anak-anak kasih di samping Dara untuk Gala.
“Belepotan.”
Dara terpaku saat jemari Gala tiba-tiba mengusap ujung bibirnya. Mata itu membulat dan mengerjap-ngerjap setelahnya. Ia yakin, wajahnya sudah mulai memanas dan memerah saat ini. Ditambah lagi dengan sorak sorai anak-anak karena tiba-tiba mendapat tontonan romantis gratis.
“Udahlah, kalian jadian aja! Gemes tau!” celetuk Nadin dengan mata yang berbinar-binar. Ia menoleh ke arah Bisma yang nampak datar-datar saja. “Sayangnya, si Bisma nggak semanis itu,” keluh Nadin pada akhirnya.
Di posko ini, selain Dara dan Gala yang menjadi bahan pergibahan soal cinlok, ada Nadin dan juga Bisma yang kedekatannya perlu dipertanyakan.
Dara tersenyum kikuk mendengar kata-kata Nadin, sementara pandangan Gala justru semakin intens ke arah Dara. Seolah setuju dsngan celetukan Nadin.
“Jadian!”
“Jadian!”
“Jadian!”
Kompor beledug mendadak ada di mana-mana. Bukan hanya Nadin, melainkan anak-anak yang lain ikut memanasi dengan semangat. Kecuali Bani yang nampak pasrah dan nelangsa.
“Gimana, Dar? Kamu mau? Saya mah segimana Dara aja,” balas Gala sembari senyum-senyum ke arah Dara.
Sementara Dara, ia seperti terjebak dalam situasi yang membingungkan. Ini Kak Gala baru aja confess atau gimana, nih? Pikir Dara dalam hati.
Meskipun Dara merasakan kenyamanan saat bersama Gala, tapi ia tidak bisa mengatakan ‘iya’ begitu saja. Ini bukan hal yang mudah untuknya. Duh! Kenapa aku jadi kayak ABG labil?
Kadang ingin punya pacar. Kadang ingin sendiri aja.
Kadang ingin cepet move on. Kadang baper sendiri.
Kadang-kadang yang seringkali membuat Dara tidak mengerti apa yang sebenarnya ia mau dan ia rasakan.
“Dara, nggak mau dijawab aja itu pertanyaan Kak Gala? Gemes aku nunggunya! Udah nggak sabar mau liat kapal Dara-Gala berlayar,” oceh Caca yang sudah geregetan sendiri.
Dara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Pandangan matanya beralih menatap ke sekitar yang nampak menunggu jawaban darinya. Wajah-wajah penasaran. Terakhir tatapannya terpaku pada Gala.
“Aku bingung,” celetuk Dara yang tiba-tiba. Ia menelan salivanya dengan susah payah, “Kayaknya aku belum mikir ke arah sana,” lanjutnya singkat.
Jujur saja, Dara merasa tak enak pada Gala. Apalagi ia berbicara di hadapan teman-teman yang lain.
“Yah penonton kecewa!”
Suara yang tadi begitu antusias perlahan menghilang. Raut-raut wajah tak puas hadir di wajah mereka kecuali Bani tentunya. Wajah nelangsa laki-laki itu sudah berubah menjadi senyum penuh kemenangan.
“Eh tenang-tenang temen-temen! Saya malah jadi bikin keadaan nggak enak. Maaf ya, Dar.” Gala meminta maaf pada Dara karena membuat gadis itu berada di situasi sulit. Padahal Gala tidak bermaksud untuk beneran confess. Ia hanya ingin menggoda Dara karena senang melihat wajah kemerahan dari gadis itu. “Lagian kita emang temenan kok, nggak bermaksud gimana-gimana.”
“Kalem aja, kok,” balas Dara yang sudah bisa mengendalikan diri.
“Ya udah kalau gitu, daripada jadi awikwok keadaannya kan ya, mending kita pesta pizza ajalah!” celetuk Bani yang tampak bahagia di antara yang lainnya.
“Huh! Itu mah mau kamu!” balas Nadin sambil mencebikkan bibirnya. Tak lama ia juga mencomot pizza di dalam dus. “Tapi, aku juga mau, deng!”
“Bis, kamu mau juga nggak?” tawar Nadin, namun terkejut saat ia menoleh ke sampingnya, “Eh? Si Bisma ke mana?”
Bisma yang sejak tadi ada di antara mereka, tiba-tiba menghilang tanpa ada yang menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Selalu Biru
RomanceBisa berada satu kampus dengan Bisma-mantan kekasihnya saat SMA-saja, sudah membuat Dara merasa dunia ini begitu sempit. Terasa makin sempit ketika Dara dan Bisma berada dalam satu kelompok untuk pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Selama satu bulan, me...