Epilog

7.3K 353 22
                                    

“Bau-baunya ada yang cinlok, nih, pas KKN!” celetuk Moza yang tak biasa melihat Dara senyum-seyum sendiri.

“Enggak, kok,” balas Dara dengan santainya. “Kamu gimana? Dapet cowok nggak, tuh?”

Dengkusan keluar dari bibir Moza yang mengerucut. Ia menggerutu. “Boro-boro dapet! Cowok di sana tukang ghosting semua!”

Dara terkekeh menanggapinya. Lagipula bukankah sudah ia ingatkan dari awal, kalau KKN itu bukan ajang cari jodoh. Kalau misal dapat jodoh, ya, itu bonus.

Dara dan Moza baru saja menyelesaikan satu mata kuliah dan berniat untuk membeli makan di luar, karena masih ada jeda dua jam untuk mata kuliah selanjutnya. Seperti biasa, untuk berjalan menuju tempat parkir, mereka akan melewati lapangan basket.

“Tumben nggak minta puter balik?”

Moza keheranan karena tidak ada reaksi berlebihan seperti biasa dari Dara. Biasanya sahabatnya itu selalu rusuh sendiri tiap kali melewati lapangan basket. Namun, hari ini semua tampak berbeda. Dara terlihat lebih tenang bahkan gadis itu tampak santai mengamati orang-orang yang sedang bermain di lapangan basket. Sebulan tidak bersama, rupanya Moza sudah melewatkan banyak hal dari Dara.

“Ke sana dulu, yuk!”

Moza tidak bisa untuk tidak terkejut. Matanya membulat lebar, bahkan kakinya tidak memiliki tenaga untuk melangkah saking terkejutnya. Sejak kapan Dara mau ke lapangan basket? Bukannya gadis itu sering kabur, bisa dibilang Dara itu seperti sangat anti dengan lapangan basket. Tapi…  kenapa?

“Mo! Mau sampai kapan cosplay jadi patung kayak gitu?” Dara mengernyitkan kening. Pasalnya Moza benar-benar mematung tak bergerak sedikitpun.

“Aku speechless, boneless, less sugar atau apalah itu,” ucap Moza yang masih betah dengan posisinya. Ia benar-benar syok.

Dara menggelengkan kepala, lalu menarik gadis itu agar ikut bersamanya. Moza hanya bisa pasrah mengikuti Dara yang membawanya ke arah lapangan basket, walau di kepala masih bertanya-tanya.

“Hai, Ra!”

“Hai, Mbis!”

Lagi-lagi Moza terpukau melihat Dara dengan entah siapa saling bertegur sapa, sekaligus melempar senyum. Ini sebuah keajaiban. Moza menoleh ke arah Dara meminta penjelasan.

“Oh iya, Mbis, ini Moza temenku,” ucap Dara sembari menyenggol tangan Moza agar gadis itu segera sadar.

Moza mengerjapkan mata dan menatap laki-laki tampan di hadapannya ini dengan terpukau. Ia tidak menyangka kalau Dara kenal laki-laki setampan ini.

Moza menyambut uluran tangan Bisma dengan perasaan tak karuan.

“Ini Bisma, dia te—”

“Calon pacarnya Dara, lagi,” potong Bisma sambil mengerling ke arah Dara yang membulatkan mata.

Sementara Moza, makin membatu. Seperti banyak hantaman fakta mengeroyok di kepalanya. Ia perlu mencerna satu-satu.

“Bentar! Bentar! Aku pusing,” keluh Moza sembari menatap Dara dan Bisma secara bergantian. “Maksud dari calon pacar dan lagi, itu gimana?”

Si Dara emang bener-bener, ya! Berhasil banget bikin Moza ngang-ngong seharian ini.

Dara hendak membuka suara, tapi dengan cepat Bisma membekap mulut gadis itu. Tidak kehabisan akal, ia menggigit tangan Bisma sampai tangan itu terlepas.

“Dia temen KKN-ku, Mo,” balas Dara dengan puas.

Bisma mendengkus, kemudian seringaian muncul di wajah laki-laki itu. Ia dapat menilai kalau Moza ini benar-benar tidak tahu menahu soal kisah percintaan Dara ini. Bisma mendekatkan diri dengan Dara dan membawa gadis itu ke dalam rangkulannya dengan cepat.

“Dan juga calon pacarku lagi,” sambung Bisma dengan memamerkan deretan giginya.

“Dih!” decakan Dara berhasil membuat Bisma terkekeh.

Sementara Moza menatap keduanya dengan penuh telisik. Jadi, Bisma ini adalah mantan pacar dari Dara? Pantas saja, Dara anti banget kalau lewat lapangan basket ini. Rupanya ada sang Mantan di sini.

Benar-benar, ya! Moza ketinggalan banyak hal.

“Kamu utang penjelasan sama aku, ya, Ra!”

Langit Tak Selalu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang