19. Tamparan

4K 304 2
                                    

“Saya pamit ya, salam buat temen-temen kalian!” ucap Gala saat mereka bertiga terhenti di lapang dekat posko.

Dara dan Manda menganggukkan kepala. Senyum mereka terlihat sangat semringah. “Makasih, ya, Kak!” ucap mereka berbarengan.

Sepulang dari taman baca tadi, Dara dan Manda dikejutkan dengan kehadiran Gala yang berada di sana. Laki-laki itu sengaja menyusul Dara ke taman baca, untuk mengajak gadis itu membeli beberapa keperluan di desa sebelah. Karena Dara pikir tidak ada kegiatan lagi setelah itu, gadis itu pun menyetujuinya. Tentu saja, dengan Manda yang harus ikut juga bersama mereka. Dara tidak tega jika harus membiarkan Manda pulang ke posko sendirian. Alhasil, mereka bertiga pergi ke desa sebelah bersama.

“Kak Gala seru juga ternyata, pantesan kamu betah kalau main sama dia,” ucap Manda setengah menyindir.

Tidak tersinggung sama sekali, Dara hanya membalasnya dengan kekehan geli. Toh, di mata Dara, Gala itu memang menyenangkan dan mengagumkan tentunya.

“Wuih! Lagi pada ngapain, nih? Rame betul,” sapa Manda saat melihat teman-teman poskonya sedang berkumpul di teras. Benar-benar berdelapan.

Dara yang mengikuti langkah Manda sempat keheranan karena sudah menjelang gelap begini mereka masih anteng di luar rumah. Biasanya memang ada yang masih di luar, tapi tidak sampai semuanya berada di luar ruangan.

Senyum semringah Dara dan Manda memudar saat tidak mendapati sambutan hangat untuk mereka. Tatapan-tatapan itu terasa mencekam seolah akan menerkam sewaktu-waktu.

“Mereka kenapa?” Manda berbisik sangat pelan pada Dara.

Dara hanya bisa menggelengkan kecil kepalanya. Ia juga tidak tahu mengapa semua tatapan itu terasa mengerikan. Tidak seperti biasanya. Apa yang sudah Dara dan Manda lewatkan?

“Kayaknya lebih baik kita bicarakan di dalam,” sahut Bani memecah keheningan.

Sikap jenaka Bani yang biasanya saja menguap entah ke mana. Sepertinya memang ada hal yang serius untuk dibicarakan.

Dara dan Manda menoleh ke arah para perempuan. Mereka meminta kode apa yang sebenarnya terjadi. Namun, dari ketiga gadis itu tidak ada yang mau menjawab. Mereka hanya memasang wajah kecewa dan khawatir menjadi satu. Itu sih yang Dara tangkap.

“Kalian dari mana?” Pertanyaan pembuka itu terlontar dari bibir Aksa. Tatapannya datar tak berekspresi.

Hal ini membuat Dara dan Manda mendadak tak enak hati.

“Dari desa sebelah,” jawab Dara yang mendadak bergetar. Tiba-tiba ketakutan mendominasi diri, namun ia harus tetap tenang.

“Untuk apa?”

“Kami antar Kak Gala.” Kali ini Manda yang bersuara.

“Dan mengabaikan untuk memberi informasi apa pun? Sebegitu penting, kah?” cecar Aksa tanpa ampun.

Saling bertukar informasi di sini itu penting. Mereka semua sedang berada di lingkungan asing, yang notabenenya akan menjadi tanggung jawab bersama jika terjadi hal-hal yang buruk di antara salah satunya. Seharusnya, ke manapun anggota pergi, minimal memberi tahu anggota lain kalau ia akan pergi. Informasi ini harus disampaikan dengan jelas.

Semua diam tak bersuara. Mereka benar-benar membiarkan hanya Aksa yang bersuara di sini.
Dara dan Manda pun perlahan menunduk. Mereka sudah menyadari kesalahannya. Tak ada satu pun dari mereka yang memberikan informasi baik ke salah satu anggota atau ke grup. Ternyata, kepergian mereka tanpa izin itu sudah membuat anggota yang lain khawatir dan mencari mereka.

“Maaf, kami nggak bermaksud membuat kalian khawatir.”

Alasannya, mereka benar-benar lupa untuk memberi kabar. Handphone mereka dibiarkan ada di dalam tas, tanpa dicek saking asyiknya mengobrol di jalan.

“Sebelum ini berlanjut, saya juga minta maaf sama Manda, karena udah bikin dia terlibat.”

Kata-kata Dara ini membuat Manda sontak menoleh ke arah gadis itu. Namun, Dara menganggukan kepalanya seolah berkata tidak perlu khawatir.

“Asyik banget emang ya ngobrol sama Gala sampai-sampai nggak kepikiran buat chat temen kalian?” Ini bukan Aksa yang berbicara, melainkan Bisma yang sejak tadi menatap Dara dengan tajam. Hanya ke arah Dara.

“Maaf,” cicit Dara sangat pelan.

“Saya selama ini nggak pernah tegur, tapi ternyata kamu makin seenaknya. Kedekatan kamu dan Gala itu sudah menjadi obrolan publik. Mereka berkasak-kusuk memberitakan yang enggak-enggak soal kalian. Apa saya harus diam saja saat mendengar salah satu anggota di sini dinilai buruk seperti itu?”

Bisma berbicara soal fakta. Bukan hanya Bisma saja yang pernah mendengar celotehan para tetangga di sini mengenai kedekatan Gala dan Dara yang tidak biasa. Melainkan anak-anak yang lain juga. Memang, mereka tahu tidak ada hal buruk yang dilakukan oleh Dara, tapi tidak dengan pandangan orang lain.

Sebenarnya, Dara tidak menutup telinga soal itu. Ia juga pernah mendengar ada berita buruk tentang dia dan Gala, tapi ia memilih untuk mengabaikan hal itu. Karena pada kenyataannya, ia tidak ada hubungan lebih dengan Gala. Hanya pertemanan yang semestinya.

“Kamu mau dicap sebagai cewek murahan, hah?”

Bukan hanya Dara, hampir semua orang di ruangan ini terkejut dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Bisma. Suasana seketika makin menegang.

Hati Dara mencelos perih. Ia menatap teman-temannya yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sama terkejutnya.

Dara menarik napas dalam-dalam, lalu menatap teman-temannya satu persatu. Ia menelan salivanya dengan susah payah, sebelum akhirnya mengeluarkan suara.

“Saya minta maaf, karena saya sudah lalai selama berkerja sama dengan kalian di sini. Saya juga minta maaf, karena sudah membuat kalian khawatir. Saya juga mohon, untuk tidak menyalahkan Manda di sini, karena memang ini pure kesalahan saya.”

Dan berakhir menatap Bisma dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Saya tahu saya salah. Saya nggak tau apa alasan kamu harus nyerang saya secara pribadi? Kalau memang kamu dendam atau sakit hati karena  saya, kamu bisa tegur saya secara personal. Nggak perlu direndahkan di depan anak-anak kayak gini,” ucap Dara sangat pelan namun menusuk. “Satu lagi, saya nggak semurahan yang kamu sebutkan tadi,” lanjutnya tak kalah menusuk.

Semua seketika hening. Hanya ada suara jangkring dan decakan cicak yang mendominasi. Tentu saja anak-anak terkejut melihat aura Dara yang tajam seperti ini. Jarang sekali bahkan tidak pernah dari mereka melihat Dara semarah ini. Lihat saja, wajah gadis itu benar-benar memerah, deru napasnya pun terasa lebih keras seperti menahan amarah.

“Ini sudah selesai, kan? Saya izin pamit ke kamar.” Selepas itu, Dara bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka untuk masuk ke dalam kamar.

“Kamu keterlaluan, Bisma.”

Bukan hanya Nadin yang angkat bicara, melainkan Aksa, Bani, Janu dan juga anak-anak yang lain.

Luv,HD💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,
HD💜

Langit Tak Selalu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang