Part 12 Tiga Kilat Kematian

216 16 13
                                    

"Pancaka!"

Centini yang melihat pemuda itu langsung bisa mengenali. Benar, dia adalah Pancaka pendekar muda dari Pulau Dewata bergelar si Tinju Samudra.

"Centini, apa kau baik-baik saja?"Tanya Pancaka dengan raut wajah tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Aku baik, hanya sedikit terluka. Tidak parah." Balas Centini dan melirik ke arah orang yang datang bersama Pancaka tadi.

"Apakah orang ini gurunya?"Batin Centini memandang orang tua itu penuh perhatian.

Sebelumnya, saat dua sosok itu datang, yang seorang yaitu Pancaka langsung melesat ke udara untuk menyerang si pembokong sedangkan yang seorang lagi berkelebat ke arah Ki Mangun Pati dan empat orang Perguruan Sawala lainnya. orang ini langsung berdiri di antara kelompok Ki Mangun Pati dan Lima Hantu Tanpa Bayangan dengan tatapan tajam kepada lima manusia kembar itu. Orang ini adalah seorang laki-laki tua mengenakan pakaian berbentuk jubah panjang biru. Rambut putihnya seperti perak, tapi anehnya kumis dan janggutnya masih berwarna hitam. Dan dari sikapnya sepertinya tujuan kakek ini jelas berpihak pada kelompok perguruan Sawala. Lima Hantu Tanpa Bayangan yang bermaksud akan kembali memberikan serangan susulan mendadak berhenti. Orang itu berdiri dengan pandangan tajam ke arah mereka. Dari sosoknya itu memancar aura yang terasa menekan Lima Hantu Tanpa Bayangan hingga lima orang ini merasa jerih.

"Ketut Jantra, Pendeta Samudera! Rupanya kau?!"

Sosok orang tua yang tadi melakukan serangan bokongan kini sudah menapakkan kakinya di atas wuwungan, dan tatapannya langsung terpaku ke arah orang yang baru datang, seorang kakek berselempang kain biru dan dipanggil Ketut Jantara.

Kakek yang dipanggil Ketut Jantra adalah salah satu tamu perguruan Sawala, juga sekaligus guru Pancaka  yang merupakan seorang tokoh sakti dari Pulau Dewata yang datang untuk menghadiri pertandingan adu jago. Ketut Jantra menengadah ke arah orang tua di atas wuwungan dan keningnya berkerut kemudian terdengar makiannya.

"Sawarna, jadi kau yang membuat keributan? Tidak kusangka ternyata kau yang membuat kekacauan di tempat ini? Apa yang dilakukan orang Malaka di tanah Jawa? Apa kau sudah menjadi anjing suruhan orang lain?"

Pendeta Samudera melotot ke arah orang tua di atas wuwungan. Rupanya dua orang tua ini saling mengenal satu sama lain. Di maki dengan kasar oleh Ketut Jantra membuat rahang orang tua bernama Sawarna ini mengeras pertanda marah. Tapi kemudian Sawarna menyeringai dan melirik sekilas ke arah Pancaka.

"Pemuda itu pasti muridmu kan? Ternyata kau masih saja tidak berguna. Pukulan Penghancur Samudra yang dikeluarkan muridmu tadi masih lemah, hahaha!" Sawarna membalas mengejek Ki Ketut Jantra menggunakan Pancaka. Tapi Ketut Jantra sama sekali tidak terpengaruh malah kemudian balas menyeringai setengah mencibir.

"Muridku memang masih muda dan bodoh. Jelas tidak bisa dibandingkan dengan tokoh tua sekelasmu. Tapi kalau kau mau mencoba ilmu Penghancur Samudra maka aku akan melayanimu."

Berkata demikian Ketut Jantra atau Pendeta Samudera seketika bergerak. Tubuhnya berkelebat ke atas wuwungan dan dalam seketika sudah berdiri di hadapan Sawarna. Dua orang tua itu kini saling berhadapan dengan pandangan tajam terpaku satu sama lain. Hawa sakti dari tubuh masing-masing orang tua ini sudah terpancar dengan kuat. Sepertinya keduanya sudah siap saling gebrak. Tapi sebelum keduanya bergerak, dari arah kejauhan terlihat banyak gerakan orang yang datang mendekati tempat itu dalam kecepatan tinggi. 

Hanya dalam kejapan mata saja di tempat itu sudah bermunculan beberapa orang yang kalau diperhatikan ternyata mereka adalah para tamu di perguruan Sawala yang berasal dari berbagai wilayah, yang tanpa banyak bicara langsung melakukan pengepungan di sekitar tempat itu. Orang-orang ini adalah tokoh-tokoh pilihan dari wilayah masing-masing berilmu tinggi. Jumlahnya mencapai puluhan orang. Juga tidak cukup sampai disana, karena disusul kemudian puluhan prajurit terlihat bermunculan ke tempat itu dengan senjata lengkap.

Geger Mustika Batu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang