Dewi Pedang Terbang tersenyum lembut, menatap Nyi Warsih beberapa saat dengan tatapan lembut.
"Baiklah. Nanti saya akan mengajak keponakan saya Kinan untuk menemuinya, Bu."
Nyi Warsih anggukkan kepala, berkata dengan senyum gembira. Tentu saja gadis ini sangat senang karena setelah puluhan tahun dirinya akan bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi dan rindukan, salah satunya adalah Nyi Ayu Kinasih yang sudah dianggap sebagai kakaknya.
"Baguslah. Selesaikan semua urusanmu yang sudah lama tertunda. Termasuk urusan dengan laki-laki bodoh itu." Ujar Dewi Pedang Terbang penuh makna membuat Nyi Warsih sesaat tertegun dan memerah wajahnya karena memahami tujuan ucapan gurunya.
Kemudian wanita tua cantik ini beralih pandangannya ke arah Kinanti, lalu dengan suara rendah berkata pada gadis itu.
"Sudah sembilan belas tahun berlalu. Bayi kecil lucu kini sudah berubah menjadi seorang gadis cantik. Bagaimana kabar nenek gurumu?"
Kinanti sesaat termangu, tidak menduga bahwa Dewi Pedang Terbang akan mengatakan tentang keadaan dirinya waktu bayi dan bahkan langsung bertanya tentang nenek gurunya, bukan ibunya.
"Terakhir saya meninggalkannya di pertapaan sebelum berangkat ke sini beliau sehat-sehat saja. Terimakasih atas perhatiannya, Nyai Dewi."
Dewi Pedang Terbang terkekeh, turun dari amben dan berjalan mendekat ke arah Kinanti ulurkan tangan memegang lengan berpindah ke bahu Kinanti dengan sikap sangat serius seperti tengah memeriksa sesuatu. Kinanti walau bingung
"Benar saja. Kau memiliki tulang dan urat yang bagus. Seperti yang kuduga dulu saat kau lahir. Pantas saja si bocah Karsih itu tidak pernah membiarkanku menggendongmu waktu kau masih bayi karena khawatir kau kurebut dibawah ke Lembah Kabut Hitam, hehehe."
Kinanti menatap Dewi Pedang terbang dengan raut melongo kebingungan dan kerutkan kening. Perlu diketahui bahwa Karsih adalah nama asli nenek gurunya, guru dari ibunya yang saat ini sudah berusia hampir delapan puluh tahun. Dan nenek yang masih berwajah cantik di depannya ini dengan seenaknya memanggil nenek gurunya itu bocah. Memangnya berapa usia Dewi Pedang Terbang ini sebenarnya?
Seperti mengetahui isi hati Kinanti Dewi Pedang Terbang terkekeh geli, lalu ajukanpertanyaan langsung.
"Apa kau tahu hubunganku dengan nenek gurumu? Apakah nenek gurumu tidak pernah cerita?"
Kinanti menggelengkan kepalanya. Karena memang dia tidak pernah mendengar apapun dari nenek gurunya tentang Dewi Pedang Terbang. Melihat mimik muka Kinanti yang berkerut kebingungan, kekehan Dewi Pedang Terbang kembali terdengar.
"Saat nenek gurumu masih kecil, sekitar usianya sepuluh tahun akulah yang mengasuhnya. Saat itu aku sendiri sudah gadis dewasa. Jadi wajar aku memanggilnya bocah. Nanti bisa kau tanyakan sendiri pada Nyi Karsih, nenekmu itu. Sampaikan salamku padanya. Kalau sempat datanglah bersama nenek dan ibumu mengunjungi kami."
Tanpa menunggu tanggapan Kinanti yang wajahnya jadi tercengang setelah pengakuannya barusan, Dewi Pedang Terbang kini berbalik memperhatikan Marni yang sejak tadi hanya berdiri diam memperhatikan percakapan. Setelah memperhatikan Marni dari ujung kaki hingga kepala beberapa lama perempuan tua ini berkata dengan nada serius.
"Menurut Cempaka dan saudarinya, kaulah yang membantu mereka membereskan beberapa orang yang mencari masalah dengan murid-murid Lembah Kabut Hitam. Kaupun memiliki kepandaian tinggi. Setelah melihatmu secara langsung sepertinya berita itu benar. Kau memiliki kekuatan cukup lumayan di usiamu yang masih sangat muda."
Sebelum menjawab Marni anggukkan kepala sopan karena tahu dia saat ini dirinya tengah berhadapan dengan seorang tokoh tua rimba persilatan yang sangat terhormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geger Mustika Batu Biru
Fiksi UmumLanjutan Cerita Geger Parahiyangan. Rimba persilatan kembali menghadapi bahaya ancaman kekacauan dan kehancuran. Seorang dukun sakti, yaitu Dukun Sakti Seribu Mantra yang menguasai Mustika Batu Biru milik Dewa Tongkat Iblis telah menggegerkan rimba...