Bagian 21. Apakah Kau Mencintaiku?

176 11 8
                                    

Sebelum melanjutkan pertemuan antara Sawung Giring dan Nyi Warsih, mari kita ikuti pertemuan penting dua orang di suatu tempat.

Satu malam sebelum Nyi Ayu Kinasih meminta Sawung Giring dan Nyi Warsih memasuki hutan, di dalam pondok tempat pertama Ki Mangun Pati bertemu dengan sesepuhnya yaitu Ki Ajar Sakti, dua orang tua tengah duduk di kursi kayu jati berukir sambil menikmati masing-masing secangkir teh. Yang mengejutkan adalah orang yang bersama Ki Ajar Sakti itu tiada lain adalah si Pengemis Buta Mata Dewa atau Pengemis Mata Dewa, tokoh Tatar Parahiyangan yang jago meramal. Dengan penampilan yang tidak pernah berubah mengenakan pakaian lusuh compang-camping kakek tukang ramal itu tengah menyeruput teh nya dengan penuh kenikmatan. Sepertinya dua orang tua ini saling mengenal satu sama lain dengan baik.

"Mata Dewa, apa kau tahu beberapa waktu yang lalu aku menyambangi kediamanmu? Tapi kau sudah tidak ada. Malah tidak kusangka kau sudah berada di perguruanku sendiri, hehe."

Ki Ajar Sakti mengakhiri perkataannya dengan kekehan kecil sambil pandangi orang tua di hadapannya.

"Apa kau pikir aku akan enak-enakan tidur di rumah saat sesuatu yang besar akan terjadi? Kalau kau berpikir demikian berarti kau bodoh!" Jawab si kakek Mata Dewa dengan seringai di wajah keriputnya.

"Yah, kau selalu benar. Aku sendiri yang tidak berpikir jernih!" Balas Ki Ajar Sakti dengan senyum masam dan ada sedikit nada menyindir.

"Sahabatku Mata Dewa! Manurutmu apakah persiapan kita sekarang sudah mencukupi menghadapi semua ini?"Ki Ajar Sakti menyusul dengan pertanyaan kepada Pengemis Buta Mata Dewa dengan nada serius.

"Yang kau maksud persiapan yang mana? Apakah penjagaan di perguruan Sawala sekarang atau persiapan menghadapi hal yang lebih besar lagi?"Berbalik bertanya Pengemis Mata Dewa dengan suara ringan.

"Apa bedanya? Bukankah hal ini akan menjadi awal dari semuanya? Itu yang dikatakan orang tua itu padaku sebelumnya." Ki Ajar Sakti kerutkan kening dengan keheranan.

Pengemis Mata Dewa kembali menyeruput tehnya sebelum menanggapi pertanyaan Ki Ajar sakti.

"Sepertinya kau pun tidak berhasil menemui orang satunya lagi hingga masih bertanya begitu padaku?"

"Apa yang kau maksud adalah Ki Gedeng Timur?"Tanya Ki Ajar Sakti untuk meyakinkan. Si Mata Dewa hanya anggukkan kepalanya tanpa mengiyakan.

"Huh! Aku memang tidak bisa menemui penguasa Gunung Kelud itu juga. Saat aku tiba disana, gubuk reyotnya sangat berantakan. Sama persis dengan keadaan di kediamanmu. Sepertinya Ki Gedeng Timur pun sudah lama meninggalkan penyepiannya." Menghela nafas panjang Ki Ajar Sakti menyenderkan tubuhnya dengan raut muka keruh." Tapi dengan bertemu denganmu disini sepertinya aku bisa sedikit mengetahui kejelasan masalah ini."

Pengemis Mata Dewa terdiam dan tidak menanggapi perkataan Ki Ajar Sakti. kakek ini malah kemudian menengadah ke atas, seperti tengah melihat langit-langit pondok. Tapi kemudian terdengar dia membuka mulut setelah beberapa saat.

"Yang kutahu Perguruan Sawala memang akan menerima serangan dari pihak musuh. Itu hasil ramalanku yang telah kusampaikan padamu sebelumnya. Dan perkiraan serangan itu adalah besok tepat saat diadakannya adu tanding para jago dari perwakilan setiap wilayah. Persiapan saat ini seharusnya cukup untuk menghadapi musuh. Terlebih semua tokoh hebat dari wilayah Nusantara telah berkumpul di tempat ini. Tapi masih ada beberapa keraguan dalam hatiku. Sekiranya aku bisa bertemu dengan dua orang lainnya, mungkin bisa menyatukan semua kepingan petunjuk terpisah dengan lebih jelas."

"Bukankah kau memiliki hubungan baik dengan Si Dewa Barat? Kau bisa menghubunginya dengan mudah di kediamannya di Puncak Gunung Gede."Ujar Ki Ajar sakti.

Geger Mustika Batu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang