Part 23 Ketidakhadiran Para Tokoh

128 9 3
                                    

Di atas panggung, pertarungan antara si Jari Maut dan si Jari Sakti terus berlangsung dengan serunya. Semua orang yang menonton berteriak-teriak dan bersorak memberi dukungan kepada jagonya masing-masing. Belasan jurus telah berlalu tapi pertarungan tersebut belum memperlihatkan tanda-tanda siapa yang akan unggul. Kepandaian dua jago ini sepertinya seimbang. Si Jari Maut sendiri harus mengakui dalam hatinya ketangguhan lawannya yang sama-sama mengandalkan kekuatan kelima jarinya seperti dirinya itu. Si Jari Sakti mampu terus mengimbangi kecepatan dan serangannya dengan tangkas.

Perlu diketahui bahwa si Jari Maut merupakan salah satu jago andalan dari Tatar Parahiyangan, dan sudah belasan tahun merajai wilayah Selatan. Jadi ilmu kepandaiannya tidak perlu diragukan lagi. Terlebih selama satu tahun belakangan ini si Jari Mautpun tidak berleha-leha. Ia sudah menggembleng dirinya untuk meningkatkan kemampuan ilmu jari-jarinya hingga mengalami kemajuan pesat dari sebelumnya. Dan tidak banyak orang yang yahu bahwa sesekali si Jari Maut sering minta petunjuk dan arahan dari Ki Brahma dari Gunung Gede. Mungkin apabila dirinya kembali melawan Sandaka dengan kemampuannya saat ini ia memiliki kepercayaan diri bisa melawan si Ketua Agung itu dengan imbang.

Tapi si Jari Sakti pun jelas bukan jago sembarangan. Ia tahu bahwa orang ini merupakan jago ternama dari wilayah Bugis dan sudah terkenal selama puluhan tahun di rimba persilatan. Oleh karena itu jago Parahiyangan ini tidak mau berlaku ayal dan meremehkan lawan. Semua jurusnya dia lakukan dengan serius dan sepenuh hati walau belum mengeluarkan seluruh kemampuannya. Jari-jemarinya saat melakukan serangan mengeluarkan aura cahaya keputihan yang berkelebatan sangat cepat mengurung tubuh lawannya. Tapi diam-diam si Jari Maut merasa ada sedikit keganjilan. Walau pun tidak terlalu yakin tapi jago Parahiyangan ini merasa lawannya tidak sehebat yang pernah didengarnya sebelum ini.

Si Jari Sakti sendiri sejak dari tadi hanya bisa bergerak berlompatan cepat untuk menghindari semua serangan si Jari Maut. Walaupun masih mampu mengimbangi kecepatan lawan tapi jago ini hampir tidak diberikan kesempatan untuk membalas serangan. Hal ini membuat si Jari Sakti mengumpat dalam hati. Jika keadaan seperti ini terus lambat laun dia akan berada di posisi yang dirugikan. Benar saja, dalam satu kesempatan si Jari Maut melakukan satu gerakan tipuan cerdik. Dua jarinya melesat cepat seperti hendak merobek tenggorokan si Jari Sakti. Si Jari sakti berhasil menanggapi serangan tersebut dengan cepat pula. Setengah tubuhnya dari dada hingga kepala ditarik ke belakang dan berhasil menghindari tusukan dua jari itu. Tapi siapa sangka si Jari Maut dalam kecepatan luar biasa sudah mengganti serangannya dengan satu tendangan ke arah perut, hampir berbarengan dengan serangan pertamanya.

Dukkk!!!

Tendangan tumit si Jari Maut berhasil bersarang di perut si Jari Sakti hingga menjadikan tubuh jago dari Bugis itu terdorong ke belakang dengan keras. Wajah si jari Sakti menyeringai karena rasa sakit dan juga mual di perutnya. Semua penonton, terutama pendukung si jari Maut dari tatar Parahiyangan terdengar bersorak gembira melihat keberhasilan si Jari Maut. 

"Sepertinya kemenangan akan ada di pihak kita,"Berkata si Iblis Mata Api dengan bibir menyeringai senang.

"Aku melihat ada keanehan pada lawan si kakek Jari Maut. Sepertinya tubuhnya sedang terluka."

Tiba-tiba Tirta berucap dengan pandangan lurus ke arah panggung terutama ia lebih memperhatikan si Jari Sakti yang saat itu sedang sedikit membungkuk memegang perutnya. 

"Apa maksudmu, kakang? Keanehan apa?" Marni yang duduk di sebelahnya terdengar bertanya ingin tahu. Semua orang yang mendengar ucapan Tirta barusan menoleh dengan heran dan juga penasaran.

"Aku tidak tahu pasti. Aku curiga si jari Sakti sedang dalam keadaan sakit. Tapi Kakek Jari Maut sepertinya menyadarinya juga,"Sahut Tirta tanpa menjelaskan lebih lanjut. 

Geger Mustika Batu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang