Empat orang itu memandangi tiga orang yang baru datang yang terdiri dari seorang pemuda berpakaian serba biru dan dua orang gadis cantik berpakaian merah itu dengan tatapan curiga.
"Mohon maaf Kisanak dan Nisanak! Tolong sebutkan nama dan tujuan kalian!" Berkata dengan tegas seorang setengah baya bertubuh tinggi kurus dengan sorot mata yang sangat tajam menyapu tiga orang pendatang itu.
"Namaku Tirta, dan ini dua orang istriku. Kami dari Parahiyangan, tentu saja bermaksud ingin menyaksikan pertandingan adu jago di perguruan Sawala. Mohon paman berempat memberi jalan!"
Pemuda berpakaian biru yang ternyata Tirta berkata membalas dengan sikap yang sopan.
"Benarkah? Lalu kenapa kalian bertiga datang pada waktu yang tidak biasa?"Tanya laki-laki penjaga lain dengan kerutkan kening tidak percaya.
"Apakah ada aturan yang mengatur waktu kedatangan para penonton?" Tanya Tirta dengan mengusap hidungnya dan memandang para penjaga keheranan.
Mendapat pertanyaan itu empat orang ini jadi saling pandang satu sama lain. Karena memang tidak ada aturan yang mengatakan bahwa para penonton tidak boleh datang di waktu subuh dini hari. Sejak dari awal orang-orang rimba persilatan berdatangan ke perguruan Sawala selalu di waktu yang berbeda. Dan hal ini tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak penerima tamu. Tapi saat ini memang keadaannya berbeda. Mereka mendapat tugas untuk menjaga supaya tidak boleh ada orang yang mencurigakan bisa lolos memasuki perguruan Sawala.
"Tolonglah paman. Kami sedang buru-buru. Istriku memiliki keperluan pribadi."
Melihat empat orang itu diam seperti bimbang Tirta kembali memohon. Anak muda ini sudah menduga bahwa ada sesuatu yang terjadi di perguruan Sawala. Karena menurut perkiraannya yang namanya penonton dari rimba persilatan se Nusantara pasti selalu diterima bagaimanapun keadaannya. Untung saja Tirta bersikap sopan dan tidak sembrono, karena kalau tidak begitu maka keempat orang penjaga ini pasti akan langsung bertindak tegas menangkap mereka. Empat penjaga masih saja terdiam karena tidak bisa mengambil keputusan.
"Atau begini saja," Kata Tirta akhirnya memberi saran," Aku mengenal beberapa tokoh dari Parahiyangan yang mungkin saat ini sudah berada di perguruan Sawala. Kalian bisa menanyakan tentang identias kami pada mereka bahwa kami bukan penyusup yang berniat jahat."
"Coba kau sebutkan siapa saja mereka!" Pinta si pemimpin penjaga akhirnya setuju.
Tirta berpikir sesaat untuk mengingat dan memperkirakan siapa saja tokoh Parahiyangan yang dia kenal dan kemungkinan datang ke perguruan Sawala.
"si Jari Maut, Dewi Kerudung Emas, Dewa Tongkat Iblis, Pengemis Buta Mata Dewa, si Golok Maut, Selendang Maut, dan Tua Gila Berambut Perak. Kakek terakhir ini paman guruku. Apakah mereka sudah ada disini?"
Empat orang itu kembali saling pandang satu sama lain. Sebagian tokoh yang disebutkan pemuda itu memang tokoh-tokoh ternama dari Parahiyangan dan sudah berada di Perguruan Sawala sebagai tamu kehormatan. Mereka tidak menyangka pemuda ini mengenal semua tokoh hebat ini.
"Selain Dewi Kerudung Emas dan Dewa Tongkat Iblis semua yang kau sebutkan memang sudah berada di Perguruan Sawala. Tapi kami tetap harus menanyakan hal ini pada mereka semua."
Jawab si pemimpin penjaga membuat Tirta menghela napas lega.
"Baiklah. kami akan menunggu disini. Tapi tolong cepat paman. Istriku harus segera ke kamar kecil."
"Apa kau memang perlu mengatakan itu pada mereka, kakang?!"
Sagita yang berdiri di belakangnya berkata dengan suara pelan tapi mata melotot pada suaminya karena malu. Tirta hanya menyeringai tidak menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geger Mustika Batu Biru
General FictionLanjutan Cerita Geger Parahiyangan. Rimba persilatan kembali menghadapi bahaya ancaman kekacauan dan kehancuran. Seorang dukun sakti, yaitu Dukun Sakti Seribu Mantra yang menguasai Mustika Batu Biru milik Dewa Tongkat Iblis telah menggegerkan rimba...