"Syukran jazakunnallahu khayran yaa akhawati atas bantuannya," ucap Kayla santun pada beberapa santriwati yang membantu mereka mengangkat barang-barang Amani hingga sampai di depan pintu ruangan pembina asrama.
"Afwan, wa iyyaki ukhta Kayla. Kami senang membantu ukhta."
"Iya." Kayla memberikannya senyum manis. Sementara Amani malah berdiri dengan tangan bersedekap seraya tersenyum tipis.
Para santri itu ternyata sangat menghormati Kayla. Mungkin karena dia anak pemilik pondok.
Ternyata popularitas memang bikin orang-orang tunduk. Meski tidak sedikit yang menghujat.
"Nah, sekarang kita masuk temui ustadzahnya. Buat tahu di mana kamar kamu," ajak Kayla menarik tangan Amani.
Amani menahan kakinya untuk tidak beranjak, "Terus ini barang-barang aku gimana, Kak?"
"Biarin aja. Nanti kalau sudah tahu kamarnya, akan ada petugas khusus yang mengangkut itu," jelas Kayla dengan lembut.
"Oh gitu?"
"He'em, ayo temuin ustadzah pembina asrama."
Anggukan kepala Amani berikan. Lalu mengikuti langkah Kayla.
Di dalam sana, Amani diberitahu letak kamarnya.
"Nah, kamu akan tinggal di kamar lantai dua. Dalam satu kamar ada tiga orang. Di sana ada teman sekelas kamu juga, namanya Stevy," terang sang ustadzah dengan jelas.
"Terus yang satu-nya siapa, Ustadzah?" tanya Amani kepo.
"Oh itu Adibah. Dia adik kelas kamu."
"Baik, Ustadzah."
"Kalau begitu kamu bisa langsung ke kamar kamu. Nanti barang-barang kamu insyaa Allah akan kami kirim ke sana."
"Iya, Ustadzah. Syukran. Assalamu'alaikum."
"Iya, afwan. Wa'alaikumussalam."
Amani dan Kayla keluar dari ruangan khusus para pembina asrama tersebut menuju kamar yang telah ditentukan.
Sepanjang jalan mereka di sapa oleh beberapa santri yang kenal dengan Kayla. Amani sampai risih. Karena mereka tidak kunjung sampai ke tempat tujuan. Karena harus melayani para fans-fansnya Kayla.
"Ha ha hah." Kayla tertawa ringan saat Amani menuduh santri-santri itu sebagai pengagumnya. "Kamu tuh ada-ada aja. Mana ada mereka fans-ku. Kita temenan satu kelas, tinggal di pesantren yang sama. Tentu saja saling kenal."
"Tapi beda aja gitu, Kak." Amani menghentikkan langkah tatkala di tempat yang cukup sepi dari para santri yang tengah sibuk melakukan berbagai macam hal sepanjang perjalanan.
Ada yang sedang sibuk menghafal, mengerjakan tugas, belajar sambil bermain dan masih banyak hal lainnya.
"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Kayla tidak mengerti.
"Aku mau tanya dong, Kak. Santriwati tercerdas di sini siapa? Maksudnya yang paling sering dapat juara umum di kelas maupun sekolah yang mewakili santri putri?" Amani bertanya dengan suara berbisik.
"Aqila."
"Heh?" Satu alis Amani terangkat, mulutnya juga terbuka setengah tanda tidak percaya. "Masa dia?"
"Iya emang dia." Kayla melanjutkan langkah. Sebentar lagi mereka akan tiba di lantai dua. "Aqila itu anaknya cerdas. Kata Umi sih, mirip sama ibunya dulu. Ustadzah Farah juga cerdas banget."
Amani menghela napas. Ia merasa lemas tiba-tiba. "Terus kalau yang di santri putra siapa? Bukan dia, kan?"
"Dia siapa?" tanya Kayla sengaja menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...