"Aqila, ayo bantu kami bangun tenda," ajak Stevy memberanikan diri karena sejak tadi Aqila dan dua temannya nampak enggan untuk bergabung dengan teman-temannya.
Saat pertama kali berada di puncak, para santri memulai kegiatan dengan upacara penyambutan. Setelah itu semuanya diarahkan untuk mulai membangun tenda agar bisa beristirahat.
"Kalian aja, kepala aku masih pusing."
"Memangnya kamu mabuk darat?" tanya Stevy yang sebelumnya tidak pernah tahu jika Aqila pernah memiliki kondisi seperti itu.
"Ah, itu ...."
"Stev! Bantu aku sama yang lain di sini!" panggil Amani mengalihkan situasi. Ia cukup sibuk menarik-narik ujung tenda bersama adik dari Daffa itu.
"Ah, iya."
Tenda yang mereka bangun sebanyak dua buah. Jadi untuk mengerjakannya, ada pembagian kelompok. Masing-masing satu tenda, itu sebanyak 10 orang.
Aqila hanya tersenyum tipis mengiringi kepergian Stevy. Ia memijat-mijat kepala-nya yang katanya terasa sakit bersama dua orang temannya yang juga satu kelompok dengan mereka.
Dua senior MA yang juga satu regu dengan keduanya tidak berani menegur Aqila yang notabennya anak seorang Ustadzah. Meski Ustadzah Farah dan Ustadz Jabir sama sekali tidak mengizinkan mereka memandang hal itu.
Kayla yang melihatnya juga tidak ingin ikut campur karena dia berada di regu yang lain.
"Kamu tarik-tarik di bagian Utara Stev sama Kak Ana. Kak Bina sama Adibah sebelah Selatan. Keli sama Kak Neti sebelah Timur."
"Terus yang di sebelah Barat siapa?"
"Aku."
"Masa kamu sendiri?"
"Habisnya sisa aku doang. Aqila sama dua temannya lagi sakit kepala kayaknya."
Para senior itu menghela napas panjang. Melirik kesal ke arah genk Aqila.
"Haih. Rese banget sih," ujar Neti mulai panas.
"Udah Kak, enggak apa-apa. Insyaa Allah aku kuat kok. Udah biasa ikut tarik tambang."
Mendengar itu teman-temannya tertawa. Dan akhirnya mereka mulai membangun tenda dengan kekuatan yang tidak seimbang.
Para santri putra yang berada sebelah Barat itu merasa kasihan dengan santri putri. Termasuk pada Amani.
Hingga tanpa sadar, Malik, Daffa, dan Akram segera bergegas ke sana untuk membantu.
Melihat kehadiran Malik, seketika Aqila dan dua temannya bangkit dari duduknya. Kepala mereka yang pening mendadak menghilang.
"Aku bantu," ucap Daffa yang langsung berdiri di bagian Amani bersama Akram. Menyela tangan Malik yang hampir mencapainya.
"Ah, iya Daf. Terima kasih." Amani menjawab canggung, melirik ke arah Akram sebelahnya. "Kalian udah selesai bangun tenda-nya, Ram?"
"Udah. Kita kan enggak lemah kayak kalian para cewek."
"Heh! Enak aja lemah. Aku kuat kok."
"Iya-iya. Saudariku emang kuat."
Malik berdiri diam di tempatnya. Ia berpaling dari sana dan pergi menuju sebuah pohon, lalu duduk di bawah tempat itu. Bahkan tidak menghiraukan Aqila yang memanggil-manggil namanya.
"Kak Malik!"
"Kak Malik!"
Tidak ada tanggapan dari Malik. Karena ada Akram dan Daffa, jadi Amani menoleh ke belakang untuk melihat keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...