14

282 13 0
                                    

Ck ck ck

Humairah mendecakkan lidahnya dengan ekspresi lucu seraya menatap Amani dan Malik secara bergantian.

Sementara Kayla dan Akram menahan tawa melihat tingkah ketiga orang itu.

"Abang sama Kakak benar-benar tidak baik. May jadi enggak mau berteman dengan kalian."

Mendengar hal itu, Amani segera menarik Humairah dalam pelukannya.

"Jangan dendam sama Kakak, May. Tapi dia aja. Karena dia yang suka bikin masalah."

"Hei!" Malik menyela tidak terima. Ia juga menarik Humairah untuk ikut dengannya. "Sama Abang aja Humairah cantik. Jangan sama cewek bar-bar kayak gitu."

Humairah yang malang akhirnya menjadi seperti alat tarik tambang bagi keduanya. Gadis kecil itu menghela napas dan menjerit tertahan.

"Lepas!"

Mata Humairah bergantian menatap kedua remaja MTs itu secara bergantian. Lalu bangkit dari duduknya dan menoleh pada Kayla dan Akram.

"Ayo, Kak Kay-Abang Ram. Kita tinggalkan saja kedua orang ini."

Gaya anak dari Raihan dan Arni itu benar-benar mencengangkan. Ia seperti gadis dewasa yang lelah dengan kehidupan dunia ini.

Detik berikutnya, Kayla dan Akram pergi dari sana. Meninggalkan Amani dan Malik yang saling membelakangi.

Keadaan menjadi hening. Hanya suara-suara santriwati di balik pagar asrama yang terdengar. Juga beberapa santri yang berlalu lalang di sana tanpa peduli dengan mereka.

Keduanya berdiri bagai orang asing. Hingga tatkala Amani hendak melangkah pergi. Malik pun membuka suara.

"Aku minta maaf."

Kaki Amani terhenti dan memaku di tempatnya. Tapi ia sama sekali tidak berbalik. Juga tidak bergegas pergi dari sana. Hanya diam, menunggu apa yang akan musuhnya itu katakan.

"Aku tidak bermaksud untuk mempermainkan kamu. Aku hanya ingin menolongmu."

Lidah Amani kelu. Tenggorokannya terasa tercekat. Cahaya matahari mulai sedikit demi sedikit akan menghilang di ufuk barat sana.

"Tidak ada niat jahat sedikitpun dari semua itu. Aku hanya tidak suka melihat kamu kesusahan."

Kenapa?

Ingin rasanya Amani bertanya demikian. Tapi ia tidak sanggup membuka suara sama sekali.

"Aku melakukannya bukan bermaksud apa-apa. Tapi aku hanya ingin kita bertanding secara fair seperti yang kamu bilang. Jadi jika kamu kesusahan, aku bisa membantumu. Aku tidak ingin menjadi pemenang setelah bersaing secara tidak seimbang."

Heh!

Amani mendengus pelan, ia merasa Malik benar-benar sedang meremehkannya saat ini.

Seorang Amani? Anak dari Alya-Adnan yang cerdas itu?

Rasanya Amani ingin marah pada dirinya.

"Jangan melakukan apapun lain kali. Bukankah kamu ingin menang dan menjadi yang utama dari ku?" Amani berbalik menatap punggung Malik yang berbicara dengan membelakanginya. "Maka lakukan dengan benar. Dan satu lagi, jangan remehkan aku pembunuh semut. Aku yakin bisa menang darimu."

Setelah berkata demikian, Amani berlalu pergi dari sana. Karena adzan maghrib sebentar lagi akan berkumandang.

Malik menarik garis sabit di bibirnya yang melengkung ke atas. Ia menyukai rasa percaya diri Amani yang seperti itu.

"Benar-benar menarik," gumamnya seraya ikut pergi dari sana.

Sementara beberapa langkah dari keduanya, Daffa berdiri dengan menatap kosong ke arah kedua santri yang baru saja berpisah itu.

Bad SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang