Malik berjalan pulang menuju rumahnya usai pembagian kelompok kegiatan kemah. Ia menatap lurus jalanan tanpa melirik ke mana-mana.
Sementara dari jauh Amani menatap punggung pria itu. Dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kenapa, Am?" tanya Stevy yang baru saja mengenakan sandalnya dan berdiri di samping Amani.
Stevy juga ikut menatap ke arah pandang Amani. Dan ia mendapati Malik di sana.
"Hei! Kenapa ngeliatin Kak Malik?!"
"Shutttt!" Amani segera menutup mulut temannya itu. "Jangan ngomong keras-keras!" peringatnya dengan berbisik, takut jika akan ada yang mendengar ucapan mereka.
Kepala Stevy mengangguk cepat dan segera menarik tangan Amani untuk melepaskannya dari mulutnya.
"Jangan-jangan kamu suka sama Kak Malik ya, Am?" tanya Stevy berbisik.
"Enggak usah ngomong aneh-aneh. Tentu saja tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
"Oooh gitu. Percaya aja deh."
Mata Amani menyipit menatap Stevy yang nyengir-nyengir tidak jelas itu. Seakan sedang menyimpan sesuatu yang mencurigakan.
"Udah ah. Ayo kembali ke asrama."
"Ehm."
Keduanya beranjak pergi dari depan masjid. Sementara di belakang, Aqila berdiri dengan teman-temannya.
"Kenapa dia bersikap aneh, ya?" bisik salah satu temannya itu mulai menyulut pembicaraan.
"Iya. Apa Amani menyukai Kak Malik?"
Aqila menatap setengah tajam pada kedua temannya itu. Ia tidak terima jika sampai hal demikian terjadi.
"Kenapa kalau memang suka? Amani juga gadis baik-baik. Enggak kayak kalian yang suka gosipin orang."
Seperti biasa, santri yang bernama Ziva itu akan membela Amani dan membuat Aqila dan teman-temannya kesal.
"Apaan sih itu Ziva! Aneh banget kayak saudara laki-lakinya si Fatah tuh."
"Biarin aja. Kalian kembalilah ke asrama. Aku juga mau balik ke rumah, bye. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Kedua temannya itu menatap kepergian Aqila yang mengatakan akan ke rumah. Tapi langkah kakinya malah pergi ke arah lain.
Mereka saling pandang, tapi akhirnya memilih untuk diam dan pergi dari sana.
**
"Abang Malik!" seru seorang gadis kecil, berlari ke arah Malik dan memeluknya.
"Wah maa syaa Allah. Humairah. Kamu datang sama siapa, Dek?"
Gadis kecil bernama Humairah itu mengulurkan kedua tangannya--meminta untuk digendong oleh Malik.
"Datang sama Abi, Umi, dan Umi Vio," jawabnya lancar dan ceria.
Malik segera membawa gadis kecil berusia tujuh tahun itu dalam gendongannya.
"Subhanallah. Terus kenapa jalan-jalan ke sini?"
"Aku mau cari Abang Akram sama Kakak Amani. Katanya mereka udah tinggal di pesantren. Tapi di rumah kok tidak ada?" tanyanya dengan ekspresi polos yang menggemaskan.
Melihat itu Malik tersenyum tipis. Ternyata seru juga jika dirinya bisa memiliki seorang adik perempuan.
"Oh, mereka tinggal di asrama sekarang. Kamu mau ketemu?"
"Mau! Mau!" sahutnya cepat seraya mengangguk-angguk.
"Oke. Kita ke sana. Kamu mau ketemu duluan sama siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...