Suasana perkemahan akbar itu pun menjadi heboh. Malik dipanggil untuk disidang oleh beberapa Ustadz dari pesantrennya sendiri juga pesantren lain karena telah memukul seorang guru atau pengajar.
Beberapa santri mengakui keberanian Malik karena hal itu. Namun tidak sedikit dari mereka yang tidak setuju atas sikapnya. Bahkan nama Malik disebut-sebut sebagai santri yang buruk. Dan mencemarkan nama santri lainnya, terutama membawa kehormatan pesantrennya sendiri.
"Kak Kay, kamu kenal sama Ustadz tadi itu?" bisik Amani ikut penasaran.
Saat ini, Malik dan Adam telah berada di sebuah tenda umum milik para Ustadz untuk disidang di sana.
Kayla menggelengkan kepala. "Enggak tahu. Tapi sepertinya, dia orang yang pernah ada di masa lalunya Tante Zahra."
"Jadi Ayah Malik beneran seorang pembunuh?"
"Entahlah, Am. Aku tidak pernah mendengar ini sebelumnya. Yang aku tahu, Abi-nya Malik itu seorang Ustadz. Tapi memang enggak pernah kelihatan selama ini."
Para santri bisik-bisik dan sibuk membicarakan soal Malik. Hanya Akram dan Fattah yang diam seraya saling pandang dalam beberapa saat ini.
"Ck ck ck." Teman yang duduk di samping Aqila berdecak pelan, menarik atensi yang lain. "Bisa-bisanya kamu suka sama anak pembunuh, Qila. Benar-benar tidak masuk di akal itu mah."
"Iya benar. Tapi Qila kan enggak tahu ya soal ini."
Aqila hanya diam, netranya lurus menatap ke arah tenda tempat sidang sedang berlangsung.
"Mungkin setelah ini, Qila juga tidak akan mau lagi sama Kak Malik kan, ya?"
Ziva yang sejak tadi diam melirik tajam ke arah dua teman mereka itu. Lalu berkata. "Abang Malik juga tidak pernah menyukai Aqila kok. Jadi kalian diam saja. Enggak usah banyak ngomong. Ini keadaan lagi genting tapi kalian malah sibuk gembar-gembor fitnah."
Kedua teman mereka itu seketika diam namun dalam hati mendumel sejelas mungkin dan dapat dilihat melalui wajah mereka.
Di kondisi tersebut, ketiga preman suruhan Elang memantau situasi dengan baik. Mereka memperhatikan setiap gerakan yang mengundang kepedulian pada Malik untuk dimanfaatkan.
Sayangnya, mereka tidak menemukannya pada anak-anak santri itu. Jadi ketiga orang itu memutuskan untuk fokus pada Malik, Zahra atau Adam.
Sementara di dalam tenda, Malik duduk di hadapan para Ustadz yang tengah menjadi hakim dalam permasalahannya.
Sementara di sudut ujung kanan, Adam duduk seraya membelai pipinya yang terasa sakit akibat pukulan anak remaja itu.
"Nak Malik, apa yang membuatmu memukul seorang Ustadz dari pesantren lain?" tanya salah satu Ustadz yang lebih bijak di antara mereka.
Ustadz itu berasal dari pesantren yang berbeda dengan tempat Malik dan Adam mengabdi.
"Dia mengatakan hal yang tidak pantas, Ustadz."
"Seperti?"
"..." Malik diam seraya menundukkan pandangan. Hatinya terasa perih sekali. Terlebih saat ini ia tidak tahu bagaimana keadaan ibunya di dalam tenda lain tempat para ustadzah saat ia tinggal tadi.
"Nak Malik, kami tidak akan menghakimi perbuatanmu, Nak. Tapi kami harus tahu apa permasalahannya, agar kami dapat mengambil keputusan yang tepat dan adil untuk antum berdua."
"..."
Masih tidak ada jawaban dari Malik. Ustadz itu pun melirik pada Adam yang hanya diam saja sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...