"Oke anak-anak, insyaa Allah satu bulan lagi kalian akan mengikuti ujian nasional. Harap untuk tidak bermain-main dan mulai sekarang benar-benar fokus untuk belajar," ucap Ustadz bernama Rasyid itu menyampaikan informasi pada anak didiknya yang kelas tiga.
"Na'am, Ustadz. Insyaa Allah."
Malik menghela napas panjang. Selama semester yang ini ia jarang sekali belajar. Meski nilainya selalu tinggi. Kendati demikian, sejak awal, dia sudah bertekad untuk lulus dengan nilai tertinggi di ujian nasional ataupun ujian sekolah nanti-nya.
Ustadz Rasyid keluar dari ruangan kelas setelah menyampaikan informasi tersebut. Dan langsung saja, para santriwan bergerak untuk pergi ke kantin. Termasuk Fattah yang hendak ikut bangkit dari duduknya namun tertahan tatkala melihat Malik yang tidak bergerak sama sekali.
"Kamu enggak mau ikut ke kantin, Lik?"
"Enggak. Aku mau belajar."
"Eh!" Fattah ternganga. Ia kembali duduk di tempatnya, menatap Malik dengan mata menyipit curiga. "Sejak kapan kamu mau belajar?"
"Sejak pengumuman ujian nasional yang sebentar lagi akan diadakan."
"Haih. Itu mah gampang. Kan bisa nyontek."
Takk!!
Malik memukul kepala Fattah menggunakan pulpen yang terdapat di tangannya. Sementara Fattah meringis kesakitan.
"Awww!! Sakit!"
"Biarin! Siapa suruh berpikiran buruk!"
"Kayak kamu yang enggak pernah nyontek aja."
"Emang enggak pernah woe!" sembur Malik yang malah mendapat tanggapan tawa dari Fattah. "Sebagai santri, kita tuh harus jujur. Meski kita dikenal sebagai santri nakal dan suka buat onar. Tapi masalah kejujuran, enggak boleh disepelehin. Para koruptor yang ada banyak hari ini, itu karena berawal dari ketidakjujuran saat sekolah gini. Sukanya nyontek."
Hahaha
Fattah tertawa keras. Ia geleng-geleng kepala. Ini kenapa Malik malah bahas tukang korupsi di negara ini ya?
Tapi benar juga sih. Semuanya berawal dari hal-hal kecil yang tidak disadari oleh orang-orang.
"Jadi, aku juga harus belajar keras dong ini supaya bisa lulus?"
"Ya harus. Perlu banget belajar. Meski keputusan akhir ada di tangan Allah. Tapi percayalah, hasil tidak akan mengkhianati proses."
"Wuih, maa syaa Allah bro. Udah tambah dewasa banget ya anak tersayangku."
Fattah menepuk-nepuk pelan bahu Malik. Sementara Malik hanya membiarkannya saja. Karena ia merasa senang sebab Fattah kembali ceria lagi. Tidak seperti saat pertama kali Mommy-nya meninggal.
"Terus nanti mau belajar di mana dan sama siapa?"
"Rumah Nenek bersama dengan Kayla."
"Aku boleh ikut enggak?" tanya Fattah penuh harap.
"Boleh. Tapi jangan gangguin saudari aku."
"Hei! Sejak kapan aku jadi tukang gangguin cewek?!"
"Sejak lahir!" balas Malik seraya tertawa. Lalu bangkit dari duduknya dan hendak keluar meloncat lewat jendela.
"Mau ngapain?" tanya Fattah menahan tangan Malik.
"Duduk belajar di atas pohon."
"Dasar aneh!" Fattah geleng-geleng seraya pamit pergi dari sana untuk pergi ke kantin tatkala Malik sudah mulai memanjat dari jendela kelas menuju batang pohon yang menjalar ke sana. "Aku ke kantin dulu. Mau nitip enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...