Dua orang pria berpakaian preman meninggalkan wilayah depan pesantren Imam Ahmad menggunakan motor kelahiran 1990 th.
Keduanya bergegas setelah mendapatkan informasi terbaru dari mata-matanya yang ada di dalam sana.
Tidak lama setelah berkendara, keduanya tiba di depan sebuah rumah yang nampak megah dan mewah. Lalu masuk menemui seseorang di dalam sana.
Sesampainya di dalam, satu pria bertubuh kurus dan satunya gemuk itu menghadap sang bos yang duduk bersilang kaki sembari menghirup cerutu-nya yang cukup panjang.
"Selamat pagi menjelang siang Bos!" sapa keduanya secara bersamaan.
"Hemm. Apa yang ingin kalian laporkan?" tanyanya dengan asap mengepul akibat cerutu di sekitarnya.
"Kami mendapatkan informasi, Bos. Sepertinya tidak akan lama lagi kita bisa menangkap dan membawa anak Rifky itu ke markas kita," lapor si pria kurus itu dengan berdiri tegap.
"Be, be, benar, Bos. Me, me, mereka a, akan--"
"Haah!" Sang Bos membentak, membuang napas kasar seraya mengibaskan tangannya dengan ekspresi kesal. "Biarkan si ceking saja yang melapor. Kamu diam saja!"
"Ba, ba, baik Bos."
"Lanjutkan!" titahnya pada si ceking.
"Mereka akan mengadakan kemah akbar di puncak, Bos. Dan anak dari Rifky itu akan ikut. Kita bisa memanfaatkan itu untuk menculiknya."
"HA HA HA."
Pria berwajah garang itu tertawa terbahak-bahak. Ia sangat menyukai berita yang anak buahnya itu suguhkan.
"Kerja bagus!"
"Terima kasih, Bos." Kedua pria itu saling pandang seraya tersenyum senang.
"Apa ada lagi yang ingin kalian sampaikan?" tanyanya tatkala melihat kedua anak buahnya belum beranjak pergi dari depannya.
"Setelah mendapat info itu. Kami menduga sesuatu bos."
"Apa itu?" Lelaki itu kembali mengepulkan asap cerutunya ke udara. Memperbaiki duduknya dengan mencodongkan sedikit tubuhnya ke arah dua orang itu.
"Karena ini kemah akbar se-provinsi Jawa. Kemungkinan Ustadz itu akan ikut, Bos."
Sang bos mengerutkan keningnya dalam. Tidak tahu siapa yang anak buahnya maksud. "Ustadz? Ustadz yang mana?"
"Ustadz Adam, Bos."
Lagi-lagi pria bermuka bengis itu tertawa. Kali ini sampai terpingkal-pingkal.
"Bagus, bagus. Aku suka mendengarnya. Jadi kita bisa membalas dendam pada dua-duanya. Sekali mendayung, dua tiga pulau-"
"Te, te, tercemari, Bos."
"Terlampaui! Dasar bodoh! Pergi sana!" umpatnya ketus. Mengusir kedua anak buahnya itu yang akhirnya mengundurkan diri.
Sementara ia menyeringai puas. Tidak sabar menunggu hari itu datang.
**
"Thahirah Amani!" panggil sang ustadzah setelah selesai memeriksa tugas matematika yang pekan lalu ia berikan untuk dikumpul hari ini.
"Iya, Ustadzah." Amani berdiri di tempatnya.
Beberapa mata memandang ke arahnya. Mereka yakin jika Amani akan terkena peringatan lagi dari ustadzah Rindi.
"Barakallahu fiik. Kamu mendapatkan nilai 100 untuk tugas yang saya berikan kali ini. Pertahanankan, ya."
"Ba-baik, insyaa Allah Ustadzah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Santri
Teen FictionBertemu lagi dengan musuh bebuyutan sejak kecil saat masuk di pesantren? Oh tidak!! Tapi sungguh, gadis cantik, manja, dan bar-bar bernama lengkap Thahirah Amani Taqiyuddin itu sama sekali tidak bisa menolak keputusan sang abati untuk pindah ke pesa...