PROLOG

6.3K 273 2
                                    

Suara sirine mobil polisi bergema pada tengah malam. Polisi-polisi itu sedang melacak keberadaan pencuri itu. Ini sudah ke lima kalinya insiden serupa terjadi, dan para polisi melakukan yang terbaik untuk menangkap penjahat tersebut bagaimanapun caranya. Tidak ada yang tahu apa sebenarnya tujuan mereka dan polisi harus melakukan tugasnya. Karena satu-satunya yang mereka lakukan adalah mencuri dan membunuh orang.

"Saya melihatnya!" Teriak seorang petugas saat ia melihat bayangan yang berlari menuju bangunan tua itu. Lalu tiba-tiba petugas lainnya berlari mengejar pencuri itu dengan pistol di tangannya. "Berhati-hatilah Freen!"

"Jangan khawatir aku akan menangkap mereka!".

Freen berlari mengejar pencuri itu tanpa rasa takut. Jauh di dalam gang gelap di gedung tua itu ia melihat sosok yang menggunakan hoodie berwarna hitam. Matanya membesar bersamaan dengan dia mengarahkan pistol pada bayangan itu. Dia tau bahwa dia akan menemukan pencuri itu, dan ia bertekad bahwa kali ini dia benar-benar akan menangkap pencuri tersebut.

"Jangan bergerak!! Anda sekarang ditangkap"

Sosok itu sama sekali tidak bergerak. Freen tidak melepaskan pandanganya pada sosok pencuri itu bahkan sedetikpun. Pada momen yang sunyi itu, awan bergerak dan membuat cahaya bulan di malam itu membuat gang gelap itu menjadi sedikit lebih terang. Freen melihat sepasang mata yang berwarna hitam dan membuat kontak mata dengan sosok itu. Ia merasakan kesunyian pada pancaran mata pencuri itu dan sesaat ia terpana dengan sosok tersebut.

Sayangnya, cukup lama sehingga sosok lain yang juga menggunakan hoodie hitam datang dan memukul tangan Freen dengan pisau pendek hingga pistol itu terjatuh dari genggamannya. Polisi itu tersentak, ia tidak menyangka bahwa ada pencuri lain di area itu. Ketika ia menyadarinya kedua sosok itu telah hilang dari pandangannya. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga kedatangan dari kolega Freen-pun tidak bisa lagi mengejar kedua pencuri itu. Dan mereka harus merelakan bahwa kali inipun pencuri itu berhasil kabur dari mereka.

"Apa kau baik-baik saja Freen?" Seorang polisi wanita yang tinggi itu menghampiri koleganya dengan tatapan khawatir. Freen berjongkok dan memungut kembali pistolnya yang jatuh tadi.

"Aku tidak terluka, jangan khawatir". Dia mendesah dan menatap koleganya dengan perasaan bersalah. Freen tidak bisa menahan perasaan bersalahnya karena telah membiarkan pencuri itu kabur disaat dia memiliki kesempatan untuk menembaknya. Ia merasa marah pada dirinya sendiri karena dia merasa ragu untuk menembak pencuri itu ketika mata mereka bertemu. "Aku minta maaf karena telah membiarkan pencuri itu kabur. Aku tidak menyangka ada kawanannya disekitar sini".

"Jangan khawatir P'Freen, mereka berdua sedangkan kau hanya sendiri. Kurasa dewi keberuntungan sedang tidak berpihak pada kita". Ucap junior nya sambil menepuk pundak Freen sebelum mereka berkumpul kembali dengan koleganya.

Semua orang sibuk mengumpulkan barang bukti di TKP yang merujuk pada kasus perampokan dan pembunuhan pada sebuah rumah. Semua orang tewas kecuali seorang ibu dan anaknya. Mayat-mayat itu dikumpulkan dan ini adalah bagian pekerjaan yang paling dibenci oleh Freen. Ketika ia harus melihat air mata dan tangisan dari korban yang kehilangan sosok yang mereka cintai. Dia tidak bisa memaafkan pencuri tesebut karena telah melakukan semua ini pada keluarga yang tidak bersalah. Dan dia bersumpah pada dirinya akan memburu pencuri itu dan memberikan hukuman setimpal. Freen mengepalkan tangannya dan kembali membantu koleganya tanpa terlalu terbawa emosi dengan situasi TKP saat ini.

"Aku bersumpah, lain kali aku tidak akan membiarkanmu lolos!".

---

Dua orang yang menggunakan hoodie hitam itu telah sampai di sisi lain dari gang gelap itu. Mereka tidak lagi mendengar langkah kaki, yang berarti mereka tidak lagi dikejar oleh petugas itu.

"Kurasa kita aman sekarang!".

"Apakah kau mendapatkan apa yang kita butuhkan?" Ucap sosok yang lebih pendek kepada sosok yang lebih tinggi itu. Ia menurunkan hoodie nya dan memperlihatkan senyumnya pada sosok pendek itu. Ia terlihat begitu tampan meskipun ia seorang wanita. Terlihat di sudut matanya terdapat bekas luka goresan yang ia dapatkan dari pertarungan dahulu. Ia tersenyum sembari mengeluarkan tas kecil dari kantongnya. Itu adalah benda yang mereka cari dari target mereka hari ini. "Good..!"

Temannya hanya membalasnya dengan dingin. Gadis tinggi itu langsung merangkul pundak gadis bertubuh pendek itu.. "Oii... Nong beck, kau hampir mengacaukannya tadi. Kau tidak terlihat seperti biasanya, jika aku tidak datang dan melakukan hal itu, mungkin kau sudah ditembak polisi itu".

"P'Tee, kau fikir aku akan tertembak sebelum aku menembak polisi itu?". membalas dan menatap tajam gadis tinggi itu dengan tekanan suara yang mengancam karena dia terlalu angkuh untuk mengakuinya. "Jika saja tadi kau tidak menggangguku, aku yakin telah mengantar polisi itu ke pintu neraka!".

"Oopss... Apakah aku mengganggumu?." Ucap Tee sinis saat mereka berjalan ke sudut gelap lainnya untuk kembali ke markas mereka. "Aku akan lebih berhati-hati lain kali".

"......."

Becky tidak membalas apapun lagi karena pikirannya dipenuhi oleh wajah polisi tadi. Meskipun biasanya Becky tidak mau repot-repot untuk mengingat wajah korban atau siapapun yang ia temui. Namun justru wajah polisi itu terlihat jelas olehnya seolah sedang berada dihadapannya saat ini. Sesungguhnya saat tatapan mereka bertemu, Becky merasa ragu untuk menembak polisi wanita tersebut. Hanya saja keangkuhan dirinya membuat Becky enggan mengakuinya.

"Becky, apakah kau mau minum sesuatu sebelum kita kembali ke rumah? Aku cukup haus".

Tee menyenggol bahu Becky yang kemudian menunjukkan bahwa dirinya terganggu oleh tindakan partner-nya ini. " Tenang saja, aku yang traktir ".

" .... Baiklah, lakukan saja apa yang kau inginkan. Sebelumnya aku harus memberitahu P'Heng terlebih dahulu". Becky mendesah perlahan dan mengeluarkan ponsel dari kantongnya lalu mengirim pesan pada rekannya yang lain tentang tugas mereka yang juga sukses kali ini. Gadis bertubuh pendek itu selalu serius jika menyangkut urusan pekerjaan dan ia selalu ingin semuanya berjalan dengan lancar. Dia tidak ingin membuat rekannya khawatir karena kepergian mereka lebih lama daripada biasanya. Dan tepat saat Becky selesai memberikan informasi kepada Heng, Tee langsung menarik lengan Becky untuk masuk ke sebuah bar tersembunyi di gang gelap itu.

Sebuah misi lainnya telah berhasil mereka laksanakan, dan Becky menyadari bahwa para polisi semakin agresif belakangan ini. Kenyataan bahwa polisi wanita itu dapat menyusulnya bukanlah sesuatu yang diharapkan. Itu membuat Becky menyadari bahwa ia harus meningkatkan kewaspadaan dirinya, beruntung tadi Tee datang dan menyelamatkan dirinya.

Becky berjalan menuju kasir dan langsung membayar minuman miliknya dan juga milik Tee. Hal itu membuat gadis tampan itu merasa kebingungan. "Bukankah sudah aku bilang kalo aku yang traktir?".

"Aku sedang tidak berminat membunuh seseorang tadi, anggap saja sebagai rasa terimakasih ku untuk yang tadi".

Dia menghabiskan minumannya dan meninggalkan bar. Tee yang masih kebingungan kemudian menyusul gadis pendek tersebut. Gadis tampan itu tersenyum simpul karena ia menyadari cara partner-nya untuk mengungkapkan rasa terimakasihnya. Dia terlalu angkuh untuk sekedar mengucapkan "terimakasih" tapi hal itu samasekali tidak menggangu Tee. Ia segera menyusul partner-nya dan berjalan beriringan keluar dari persembunyian... kembali ke rumah mereka di gang yang terlupakan.

~ Bersambung -

Love CaptureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang