7. Undangan Reuni

2.6K 232 12
                                    

Sambil rebahan di kasurnya, Cori membaca untuk yang ke tak terhitung kali pesan WhatsApp dari grup Alumni SMANSA. Bukannya tidak memahami isi pesan itu, tapi yang sebenarnya terjadi adalah, Cori sedang menyusun rencana terbaik bagaimana cara menolak undangan reuni sekolahnya dulu.

Demi Tuhan. Cori dulunya adalah manusia kuper dan bukan gadis yang pandai bergaul saat SMA. Dia pasti akan kikuk maksimal bertemu orang-orang yang tidak dikenal. Bagaimana mungkin dia akan punya banyak teman? Sejak tahun pertama, orang-orang sudah melabeli dirinya sombong, sok pintar, sok iye, dan cewek SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) dengan cowok paling populer di sekolahnya. Cori sukses mendulang musuh dan haters.

Mengingat masa SMA membuat Cori membuka kotak memori dan menarik satu laci bernama: Ben.

Apa kabarnya Kak Ben, ya? Sayang namanya nggak ada di list alumni yang akan hadir. Tentu saja Cori.

Cori memutar bola matanya.

Mana mungkin dia di Batam. Lagian, dia bukan alumni SMANSA. Dia pergi tiba-tiba tanpa kabar saat semester pertama tahun terakhirnya.

Tangannya meremas bandul kalung yang tersimpan dari balik baju tidurnya, membuat Cori mendesah pelan.

Nggak apa-apa aku simpan, kan? tanyanya untuk kesekian ribu kali dalam kurun waktu dua belas tahun terakhir. Namun detik berikutnya, pikirannya kembali menjawab, Nggak apa-apa. Aku cuma nyimpen, bukan memiliki, kok. Dan jawaban itu juga telah dia ulang untuk kesekian ribu kali.

Lagi-lagi Cori mendesah.

Tidak hanya pesawat yang hilang kontak, Cori dan Ben Juga.

Cori tidak tahu apa-apa tentang Ben kecuali informasi dasar seperti namanya Benjamin dan dia adalah ketua OSIS yang tiba-tiba pindah sekolah tanpa informasi jelas ke mana dia pergi. Dia adalah orang pertama yang mau tulus berteman dengannya. Dan yang paling penting adalah Ben tidak pernah mengejeknya. Nomor telepon, HP, alamat, apalagi akun media sosial? TYDAC ADA. Tak satu pun di antara mereka terpikir untuk saling bertukar informasi pribadi semacam itu. Siapa yang menyangka cowok itu menghilang dipertemanannya yang baru berlangsung beberapa hari?

Baiklah. Lupakan soal Ben yang tidak akan datang. Cori kembali memikirkan akan secanggung apa dia nanti kalau datang?

Temannya bisa dihitung sebelah tangan dari list yang datang. Salah satunya kakak senior yang ikut menjadi peserta olimpiade matematika dulu. Penggemblengan selama dua minggu dalam program persiapan olimpiade-lah yang mendekatkan mereka. Dan Cori bersyukur akan hal itu. Satu lebih baik daripada banyak tapi tidak tulus, kan?

Sebuah ID Caller muncul di layar ponsel membuat Cori tersenyum mendamba.

"Mas Arga."

"Hai Sayang. Mas Kangen."

Sebelum menjawab, Cori harus menahan ledakan rindu yang terproyeksi lewat senyumnya yang super lebar. Padahal Arga tidak ada di depannya.

"Aku juga. Udah sampai di Batam?" katanya dengan nada yang dibuat sewajarnya. Padahal dia ingin sekali berteriak memuja kekasihnya dan mengatakan, AKU KANGEN BERAT!

"Baru aja. Makanya aku langsung telepon kamu."

Cori langsung berguling-guling di kasur berteriak tanpa suara. Bisa memangnya? Bisa dong. Karena Cori membenamkan wajahnya di bantal dan berteriak di sana.

Cori sungguh tergila-gila dengan pria ini!

"Untung Mas nelepon. Aku lagi bingung." Suaranya dibuat seperti anak kecil. Cori berubah manja secepat kedipan mata.

"Bingung kenapa, hm?"

"Aku tuh ada undangan reuni SMA, Mas."

"Lalu?"

A Healing Journey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang