40. Perkara Resign

1.4K 164 2
                                    

Suhu kantor Sejahtera Bersama berubah menjadi sedingin kulkas.

Tidak ada yang berani mengajak Cori bicara. Tidak ada yang mau menegur Moza. Kru yang lain lebih memilih mengerjakan pekerjaannya masing-masing atau menghindar sejauh-jauhnya dari gencatan senjata yang jauh lebih menakutkan daripada perang adu mulut.

"Win."

Winnie terlonjak kaget dari kursinya dan meremas blazer hijaunya kuat-kuat.

"I-Iya, Kak?"

"Ada yang bisa gue bantu? Kerjaan gue udah selesai."

"Eng-enggak ada, Kak. Kerjaan gue masih bisa gue handle sendiri."

Padahal Cori ngomongnya santai dan lembut. Cori membuat Winnie over thinking dan merasa menjadi terdakwa kasus penipuan.

Yang Winnie saksikan, Cori menghempaskan punggungnya dan menghela napas lelah.

"Lo... baik-baik aja, kak?" tanyanya ragu.

"Enggak lah, Win. Lelah hati, gue. Makanya gue minta kerjaan ke lo," ucap Cori tak bertenaga. "Biar kepala gue enggak meledak gara-gara kepikiran debat enggak penting tadi."

Diam-diam Winnie menghembuskan napas lega sekaligus iba. Hanya satu yang ingin Winnie lakukan.

"Kak, lo butuh pelukan gue, nggak?"

Akhirnya Winnie mendengar tawa kecil Cori. Walaupun dipaksakan, tapi raut wajah Cori tak lagi setegang yang tadi. Winnie beneran lega.

"Butuh banget." Dan Cori pun merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Kakaaaak..."

Winnie merengek dan menyambut pelukan rekannya dengan rengkuhan super erat. Sesekali Winnie juga mengusap punggung Cori.

"Gue tahu apa yang lo rasain selama nugas di Cabang Legenda, Kak," bisik Winnie. "Tapi gue nggak bisa berbuat banyak untuk bikin lo nyaman. Maafin gue ya, Kak."

Cori makin mengeratkan pelukannya.

"Makasih ya, Win. Kehadiran lo yang selalu bela gue udah lebih dari cukup, kok. Lo bikin gue masih bisa waras kerja di sini," balas Cori dengan bisikan yang sama.

Cori mengurai pelukannya yang mulai terasa nyaman.

Aah, ternyata ini yang aku perlukan dari tadi. Makasih Winnie.

"Kak." Winnie celingak-celinguk seantero kantor. Dan setelah memastikan tidak ada yang akan nguping, dia mulai bicara. "Kata Kak Moza tadi... beneran?" bisik Winnie.

"Gue gendut? Emang iya," ucap Cori santai.

"Elaaaah. Bukan itu Kakak zheyenk."

Cori terkekeh. Ternyata, menertawakan diri sendiri tidak lagi terasa buruk. Cori merasa baik-baik saja sekarang.

"Terus yang mana?"

"Pak Malik."

"Kenapa dengan Pak Malik?"

"Kakak beneran ada sesuatu sama Pak Malik?"

"Sore."

Dua sosok saudara beda ayah dan ibu itu terpaksa menoleh pada seseorang yang baru masuk, yang menjadi salah satu sumber masalah pertengkaran yang tak seimbang tadi. Sudah jelas tidak seimbang karena Moza telah kalah sejak awal. Siapa pun bisa melihatnya.

"Bang, enggak capek dari Belakang Padang langsung ke kantor?"

"Bang?!" Winnie tidak repot-repot menyembunyikan kekagetannya.

A Healing Journey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang