16. Alun-alun Engku Putri

1.7K 202 13
                                    

Mas Arga... Hanya segitu arti hubungan tiga tahun kita?  Aku hanya sebagai...  Selingan?  Pengisi waktu? Tempat main-main? Sedangkan Mas sedang merencanakan sebuah masa depan yang sudah lama aku impikan, tapi... dengan orang lain?

Pengkhianatan... adalah kesalahan yang enggak bisa aku maafkan Mas Arga....

Untuk apa aku menghabiskan waktu memikirkan orang yang tidak pernah tulus menyayangiku? Tidak Mas Arga, tidak... Mama... Kalian berdua sama saja!

Siapa yang harus aku percaya?

***

Minggu melelahkan itu akhirnya berlalu. Hasil pemeriksaan Cabang Legenda oleh Auditor jeli bin tiada ampun adalah tidak ada kesalahan mayor yang membuat perusahaan rugi. SOP pun dilaksanakan dengan baik. Hanya perlu merapikan pengarsipan. Baiklah, itu memang salah Cori karena teledor tidak menyimpan dokumen dengan benar.

Cori ingin melepaskan penat dari segala kemumetan kantor dan hidupnya sendiri. Padahal dia sudah menunggu-nunggu kabar dari Arga yang katanya mau bicara, mau menelepon dirinya. Tapi hingga detik ini, Arga belum juga menghubunginya.

Cori telah mempersiapkan dirinya untuk apa pun bentuk akhir kisah cintanya. Walaupun dia tahu, sepertinya hubungannya tidak akan ke mana-mana. Jalan di tempat saja tidak, apa lagi ke pelaminan. Malah makin tidak ada masa depan.

Demi menyegarkan raga dan pikirannya di Minggu pagi ini, Cori sudah bersiap dengan topi, sweater hoodie, celana lari, dan sepatu kets. Sedikit olah tubuh hari ini tidak akan menyakitkan. Berdiam diri di rumah dengan segala pikiran mengenai Arga tidak akan membantunya untuk melepas stres. Cori butuh udara segar. Cori butuh matahari yang tak pernah didapat dengan benar selama bekerja di bawah lindungan atap kantor dan udara AC. Cori butuh... Arga.

"Enggak! Aku nggak butuh dia. Titik!" kata Cori cepat-cepat. Pikiran barusan sangat berbahaya bagi akal sehat dan kesehatan jiwanya.

Padahal kalau lagi sedih, Mas Arga suka ajakin aku ngebolang ke Pantai Nongsa dan kami akan berlomba siapa yang akan dapat kerang lebih dulu...

"Setop Cori. Mungkin dia lagi berduaan sama Kak Riri disuatu tempat di Batam!"

Cori langsung melakukan gerakan inhale dan exhale berkali-kali demi meredamkan gejolak panas di hati.

Setelah dirasa sudah tenang, Cori menghubungi seseorang. Seperti biasa Cori harus absen dulu pada Sudjana, si mantan chef hotel yang kini mengelola sebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan.

"Cori pergi Alun-alun Engku Putri, Pa," katanya pada earbuds.

"Tempat untuk lari-lari itu, kan? Sama siapa?" Harap maklum, Sudjana, si Super Dad yang protektif.

Padahal anaknya sudah menginjak dua puluh tujuh tahun, lho. Namun, seorang anak perempuan akan selalu menjadi putri kecil bagi seorang ayah walaupun sang putri menikah dan menjadi tanggung jawab lelaki lain di kemudian hari.

Tepat saat Cori membuka pintu, tetangga rumah nomor empat berdiri di depan rumahnya melambai riang padanya. Jelas dari matanya yang berbinar terlihat sangat senang melihat penampakan Cori yang sama dengannya hari ini. Karena hanya berarti satu hal: mereka mempunyai niat yang sama.

"Kayaknya sendiri, Pa."

"Kok kayaknya?"

Cepat-cepat Cori mengunci pintu karena Ben terlihat menunggu dirinya di depan halaman sambil melakukan pemanasan kecil.

"Mungkin... sama Bang Ben," ralat Cori ragu.

Mendengar namanya di sebut, Ben langsung menoleh dan bertanya, Papa? tanpa suara.

A Healing Journey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang