23. Proposal Lagi

1.5K 191 17
                                    

Sweet and sour
Enjoy

---

Jarum pendek di jam dinding Cori sudah berada di antara angka sembilan dan sepuluh, dan dia masih duduk di ruang tamu, memotong-motong wortel dan buncis yang akan menjadi cikal bakal rogut ayam isian sandwich untuk sarapan besok pagi. Sebenarnya bisa saja Cori mengerjakannya besok subuh, tapi dia memaksakan diri meski kekuatan matanya sudah di ambang batas untuk terjaga.

Setidaknya sampai bunyi mobil Bang Ben kedengeran... baru aku tidur, janjinya pada diri sendiri.

Hatinya sedang dilanda gundah tak menentu karena si tetangga rumah nomor empat belum juga kembali. Dan ini telah terjadi empat hari berturut-turut.

Bang Ben kenapa pulangnya telat terus, ya? Apa aku tanya aja orangnya?

Baru saja mau meraih ponsel, suara mesin mobil si tetangga tiba-tiba terdengar merdu di telinganya. Kelegaan mengguyur hatinya. Cori bergegas ke pintu. Namun, dalam sedetik dia mematung.

Kenapa aku keluar? Nyambut Bang Ben? Buat apa? Demi Tuhan, pasti kelakuanku terlihat aneh.

Begitu banyak pertanyaan berkecamuk yang saling lempar, saling bantah di kepalanya yang tiba-tiba riweuh sendiri seperti pasar induk.

Tok...tok...tok...

"Astaga naga!" desis gadis itu memegang dadanya. Jantungnya terasa mau copot, padahal jantung malang itu tidak akan ke mana-mana.

"Assalamu'alaikum."

Suara Bang Ben...

"Wa'alaikumsalam." Tanpa pikir panjang, dengan lancar Cori membuka semua kunci pengaman pintunya

"Hai," kata si pemilik suara letih di teras Cori.

Seulas senyum tulus menghias wajah lelahnya, membuat Cori membeo dan ikut menghadiahkan senyum yang sama.

"Ha-Hai, Bang Ben."

"Aku lihat ruang tamu kamu masih nyala, jadi aku pikir mungkin kamu belum tidur. Aku ganggu?"

Spontan Cori menggeleng. "Aku memang belum tidur. Jadi nggak ganggu."

"Syukurlah," gumamnya sangat lirih.

Tanpa dipersilahkan, Ben menghempaskan pantatnya lelah di kursi rotan Cori, seakan teras beserta ornamennya adalah miliknya sendiri.

"Kamu keberatan duduk sebentar di sini?" Ben menunjuk kursi rotan yang kosong di seberang meja rotan bulat mungil di sebelah kanannya.

"Enggak." Lalu Cori patuh dan duduk tenang.

"Lain kali, kalau mau buka pintu, intip dulu siapa di luar. Jangan langsung buka seperti tadi. Mengerti ya, Cori?"

"Itu karena aku udah tahu Bang Ben yang di luar, makanya..." bela Cori.

Ben terkekeh kecil. "Kamu menungguku?"

"Itu..."

"Ya...?"

Ben mesti menajamkan penglihatannya di bawah pendar cahaya lampu teras yang seadanya demi mematri rona malu-malu Si Gadis Ketumbar yang sepertinya kesulitan merangkai kata.

Menggemaskan...

"Baiklah." Cori memilih jujur. "Udah hampir jam sepuluh Bang Ben belum pulang juga. Hampir tiap hari kayak begini. Aku khawatir Bang Ben kenapa-kenapa. Soalnya, jalur Tiban ke Batam Center selalu sepi jam segini. Begal, lah, mobilnya rusak, lah. Pikiran aku udah macem-macem, Bang! Aku nggak bisa tidur sebelum denger suara mobil Bang Ben."

A Healing Journey [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang