Bagian 30

37 8 0
                                    

Kebohongan yang disimpan seperti apa pun, pada masanya akan terbongkar juga. Apalagi jika yang melakukan kebohongan bukanlah orang yang terbiasa berbohong dalam hidupnya. Begitu juga dengan Nadira. Gadis itu tidak biasa berbohong, ia selalu jujur akan segala sesuatu. Apalagi dia dididik untuk jujur dalam segala hal, prilaku jujurnya sudah ada sejak kecil karena nasehat dan pituah sang nenek di Dumai.

Ervi yang semula tak menaruh curiga sekarang mulai merasa ada yang aneh dengan Nadira. Adiknya beralasan untuk kuliah online di rumah temannya karena ada wifi. Kenyataannya Ervi pernah melihat Nadira kuliah siang di kamar. Saat itu Nadira beralasan ingin istirahat sebentar. Tapi ketika dilihat oleh Ervi, dia malah tengah fokus melihat layar laptop yang menampilkan dosennya tengah berbicara. Melihat itu Ervi menyipitkan mata, kenapa Nadira tidak pulang setelah kuliah siang saja?

Juga kebiasaan Nadira yang pergi sebelum jam enam pagi, padahal Ervi tahu betul jadwal kuliah pagi adiknya hanya dua hari. Seharusnya untuk hari lain Nadira bisa berangkat lebih siang ke rumah temannya. Hal yang membuat Ervi lebih curiga adalah Nadira tidak seperti sebelumnya yang selalu mengeluh dengan hutang dan beban mereka. Tapi sekarang adiknya itu tidak pernah mengungkit lagi masalah tersebut. Seakan hutang dan beban-beban itu hanya menjadi tanggungan Ervi saja.

"Aku merasa aneh sama Nadira, Dan," ucap Ervi saat Ardan menjemput pesanan untuk rekannya di kantor. Laki-laki itu masih rutin membeli makanan untuk rekan kantornya saat mendapat jadwal ngantor.

"Aneh? apanya yang aneh dari Nadira?" tanya Ardan seraya mengeluarkan dompetnya untuk membayar dua kantong besar berisi berbagai makanan buatan Ervi.

"Aku curiga kalau dia sebenarnya tidak ke rumah temannya." Ervi berbicara amat serius kali ini, "Coba pikirkan, dia setiap pagi pergi sebelum jam enam, padahal jadwal kuliah paginya tidak setiap hari, juga setiap ada jadwal kuliah siang, ia selalu kuliah di kamar, tidak di rumah temannya itu. Dia juga selalu membuat tugas setiap malam, padahal dia menghabiskan waktu setiap hari di rumah temannya. Juga ini paling aneh." Mata Ervi menyipit, membuat Ardan menatapnya juga dengan serius.

"Dia setiap pulang selalu mandi, padahal dia paling malas mandi siang saat cuaca tengah panas-panasnya. Serta wajahnya selalu lelah setelah pulang dari rumah temannya itu" Ervi menoleh, menatap Ardan dengan serius, "satu lagi, dia sekarang mencuci pakaiannya setiap hari, padahal dulu dia mencuci sekali seminggu."

Ardan menelan ludah, ia memalingkan wajah dari Ervi. Astaga, kenapa Ervi bisa mengamati tingkah Nadira detail seperti itu? Apa nanti jika dia bersama gadis itu semuanya akan baik-baik saja? Ah bisa saja setiap perubahan sikapnya akan dicurigai oleh Ervi.

Kepala Ardan menggeleng, dia baru memikirkan hal yang tidak-tidak tentangnya dan Ervi.

"Kenapa geleng-geleng, Dan? Apa menurutmu rasa curigaku ini salah?" Ervi masih menatap Ardan dengan penuh selidik.

"Bukan itu, kalau dia tidak ke rumah temannya, menurumu dia kemana?" Ardan balik bertanya.

"Aku butuh bantuanmu untuk menyelidikinya, Dan. Aku takut Nadira melakukan hal yang tidak-tidak untuk melunasi hutang kami. Karena belakangan ini dia tidak membahas masalah hutang kami lagi."

"Nadira tidak membahas itu bukan berarti dia tidak memikirkannya, Vi." Ardan berpendapat berbeda, ia kembali fokus mengeluarkan uang untuk membayar semua makanan yang dipesannya.

"Aku lebih mengenal adikku dari pada kamu, Dan. Seharusnya kamu juga khawatir sepertiku, bukan malah bersikap seperti ini." Ervi bersungut kesal kepada Ardan.

Mereka hening untuk beberapa saat, Ardan tidak ingin membuat hubungan kakak adik itu retak. Ia sendiri juga menyesali sikap Nadira yang tidak jujur kepada Ervi bahwa ia bekerja di luar sana. Ardan segera membayar pesanan seperti biasa, ia tersenyum dan mengambil dua kantong besar di meja kasir.

Kita Yang Tak Pernah Baik-Baik Saja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang