08. Kopi Asin

66 9 0
                                    

Naka pulang dengan membawa makanan untuknya dan Marsya. Ia sengaja mengatakan pada Marsya untuk tidak perlu memasak untuk makan malam karena dia telah membeli makanan di luar dengan alasan tidak ingin Marsya kelelahan. Sebenarnya Naka masih trauma memakan masakan Marsya.

Naka mengernyitkan keningnya melihat istrinya yang membuka gerbang agar mobilnya bisa masuk. Tubuh kecil berbalut hoodie kebesaran dan celana panjang serta hijab berwarna hitam itu kini berlari mendekati mobilnya yang terparkir rapi di garasi.

"Hai!" sapa Marsya begitu semangat ketika Naka membuat pintu mobilnya.

Naka tersenyum hangat kemudian mencium kening Marsya setelah gadis itu mencium punggung tangannya.

"Kenapa bukain pintu gerbang?" tanya Naka seraya merangkul pinggang gadis itu untuk membawanya masuk.

"Pak Umang udah aku suruh pulang soalnya kasian," ucap Marsya.

"Itu memang tugas beliau. Lain kali jangan begitu. Kalau saya pulangnya larut malam, gimana? Memangnya kamu sanggup bukain gerbangnya?" ujar Naka pada gadis itu.

"Ya, kalau kamu pulang larut malam, buka sendiri gerbangnya. Itu aja pake di pikirin," ucap Marsya mencibir laki-laki itu.

"Bi Tina mana?" tanya Naka lagi, menanyakan keberadaan asisten rumah tangganya yang baru.

"Udah pulang juga," balas Marsya yang kini sibuk mengeluarkan makanan yang Naka beli untuk dipindahkan.

"Kenapa? Bunda bilang bi Tina siap nginep kerjanya," ujar Naka yang kini sudah menggulung kemejanya sebatas siku.

"Kasian, tau! Dia juga punya suami sama anak di rumah, jadi aku tawarin beliau mau apa enggak kalau kerjanya dari jam delapan sampe jam lima, dan akhirnya beliau setuju," ucap Marsya seraya memberikan kopi pada sang suami yang tampak kelelahan.

"Hmm, semuanya kamu kasihani," kekeh Naka kemudian menyeruput kopi buatan istrinya itu. Mata Naka terbelalak, mulutnya hampir menyemburkan kopi buatan Marsya tersebut namun ditahan.

"Kenapa mukanya gitu?" tanya Marsya menatap Naka aneh.

Naka tersenyum getir kemudian menelan kopi di mulutnya itu dengan tidak ikhlas. "K-kopinya asin," ucap Naka begitu pelan.

Marsya menepuk jidatnya sendiri. "Ya Allah, aku lupa, Naka! Aku kasih tulisan gula di wadah garam biar semut gak mampir, malah aku yang lupa!" ucap Marsya begitu heboh.

Senyum Naka sudah jelas betapa tertekannya ia saat ini. Kan, sudah Naka bilang kalau menikah dengan Marsya itu bukanlah pilihan yang tepat.

"Saya ke kamar dulu," ucap Naka beranjak ke lantai atas untuk membersihkan diri.

Marsya menggigit ujung kukunya karena takut Naka marah. Ah, kenapa ia begitu ceroboh? Takut Naka semakin marah, Marsya pun gegas menyusulnya usai merapikan makanan yang tadi Naka beli.

"Naka, maaf," ucap Marsya ketika mereka sudah berada di kamar.

"Untuk?" tanya Naka terdengar dingin.

"Aku tau tadi pagi kamu bohong soal masakan aku, makasih karena kamu udah hargain usahaku untuk bikin kamu seneng walaupun itu gak sesuai sama ekspektasi kamu yang mungkin berharap masakan aku bener-bener masakan orang normal. Tadi aku bikinin kopi niatnya biar kamu bisa lupain kejadian tadi pagi, tapi aku malah makin bikin kamu bete. Maafin aku," ucap Marsya panjang lebar.

Naka menghela napas panjang, kedua tangannya sudah terkepal erat di depan dadanya. Setelah memenangkan diri, lelaki itu segera mendekati sang istri dan memeluk gadis itu.

"Gak apa-apa, itu wajar karena saya tau kamu lagi di fase belajar. Nanti saya ajarkan masak dengan benar," ucap Naka sambil mengusap-usap punggung kecil sang istri.

"Apa aku sebodoh-"

"Mana ada istri Naka bodoh," potong Naka cepat.

***

"Naka, aku mau beli novel ini, boleh?" tanya Marsya menunjuk sebuah novel di ponselnya yang dijual di online shop.

Mata Naka yang semula tertuju pada televisi, kini beralih menatap ponsel sang istri. "Tentang apa itu?" tanya Naka berbasa-basi.

"Ini cerita tentang Aira dan Gus Azka, ini kisah nyata, tau! Jadi, Aira cinta sama Gus Azka selama tujuh tahun, tapi terpaksa mundur karena Gus Azka ternyata mau nikah. Aira juga pernah suka sama cowok yang beda agama dan mereka deket banget, sampe pas si cowok mualaf, si cowok malah nikahin sepupunya Aira. Nah, pas Aira udah move on sama mereka, dia malah suka sama temen se-profesinya, tapi malah di tinggal nikah," ujar Marsya menjelaskan tentang si pemeran utama dalam novel tersebut.

"Lengkap banget penderitaan kisah cintanya," sahut Naka seraya tertawa pelan.

"Heem, tapi ternyata dia nikah sama Gus Azka. Emang paling bener kalau lebih ngejar cintanya Allah, pasti Allah kasih yang terbaik," ucap Marsya dengan senyum kecilnya.

"Bukannya kata kamu tadi Gus Azka udah mau nikah? Terus gimana ceritanya Aira bisa nikah sama dia? Poligami, gitu?" tanya Naka bingung.

"Makanya kamu beliin aku novelnya, biar nanti kamu bisa baca sendiri. Ini open pre-order sampe tanggal dua belas Maret," ucap Marsya memberitahu.

"Judulnya Garis Takdir?" tanya Naka memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.

Marsya mengangguk antusias. "Iya! Ini kisah nyata Aira sama Gus Azka. Kamu masa gak tau Gus Azka, sih?"

"Emang setenar itu cowoknya?" tanya Naka sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Iya, tau! Aku aja udah follow instagramnya buat liat updatenya dia sama istrinya. Ihh, so sweet banget, Naka! Aku iri!" ucap Marsya merasa iri dengan kehidupan rumah tangga Azka dan Aira itu.

"Kamu mau di gituin juga?" tanya Naka dengan senyum aneh yang mengundang curiga.

"Mau!" ucap Marsya begitu semangat.

Naka segera memperbaiki posisi mereka dan mematikan lampu kamar. "Kasih jatah dulu," bisiknya pelan.





TO BE CONTINUED

CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN

TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻

INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17

Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang