05. SmackDown Suami, Boleh?

90 12 0
                                    

"Saya harus memeriksa pasien, kamu istirahat saja di sini. Nanti Bunda akan kemari," ucap Naka usai membersihkan tubuh Marsya dan juga memastikan sang istri makan dan meminum obatnya.

"Infusnya udah boleh di lepas belum? Gak nyaman," tanya Marsya sebelum membiarkan Naka pergi.

Naka memperhatikan wajah Marsya lebih dulu kemudian mengecek kondisi gadis itu. Setelah memastikan kondisi Marsya sudah jauh lebih baik, Naka pun menganggukkan kepalanya dan mencabut jarum di punggung tangan Marsya dengan hati-hati.

"Apa sakit?" tanya Naka ketika melihat punggung tangan Marsya sedikit membengkak.

"Enggak. Malah enak, nyut-nyutan gitu rasanya," balas Marsya dengan santainya. Itu hanya jarum kecil, ia sudah pernah nyaris mati karena di tembak ayahnya sendiri. Jadi jarum sekecil itu tidak akan bisa menyakiti Marsya.

"Kalau begitu saya tinggal dulu. Telepon saya jika memerlukan sesuatu," ucap Naka kemudian meninggalkan Marsya yang hanya menganggukkan kepalanya.

Baru saja Naka keluar beberapa langkah dari ruangan Marsya, gadis itu sudah meneleponnya membuat Naka mau tidak mau harus mengangkatnya.

"Selamat kerja, Suami!" ucap Marsya di detik pertama Naka mengangkat panggilannya.

"Hmm, kamu juga," balas Naka sekenanya sambil melanjutkan langkah.

"Aku, kan, nggak kerja. Kamu gimana, sih?" ujar Marsya yang kini sudah menjauh dari ranjangnya dan memiliki duduk di sofa.

"Maksud saya, kamu hati-hati di sana, Istri,"

Marsya memekik tertahan dan melakukan atraksi roll depan dan juga salto-salto girang di ruangannya. Tak lama setelah melakukan atraksi yang terbilang cukup beresiko bagi orang yang baru saja pulih dari sakit itu, Marsya segera berlari keluar dan menyematkan ciuman di pipi Naka ketika melihat lelaki itu belum jauh dari ruangannya.

"I love you, Naka!" bisik Marsya kemudian berlari lagi ke ruangannya.

Naka kaget. Lelaki itu bernapas lega karena lorong ini masih sepi belum di datangi petugas ataupun perawat, bisa gawat jika mereka melihat sikap Marsya yang main cium seperti tadi. Naka juga kaget karena Marsya sudah lancar lari-lari padahal kemarin gadis itu harus memakai kursi roda jika ingin kemana-mana.

"Dasar perempuan ajaib," kekeh Naka kemudian memasukkan kembali menempelkan ponselnya di telinga ketika mendengar suara seperti benturan dari ponselnya yang berasal dari ruang rawat Marsya saat ini.

"Aku gak apa-apa, ini nyungsep doang gara-gara mau nyoba roll belakang," ucap Marsya memberi penjelasan.

Wajah Naka berubah marah, Marsya ini adalah satu-satunya pasien yang terlalu aktif menurut Naka yang sudah menangani orang sakit selama empat tahun.

"Heh! Kamu itu baru sembuh, jangan berulah!" ucap Naka penuh penekanan.

Naka heran, kenapa bisa Marsya melakukan itu di saat kondisinya bahkan sempat kritis. Apakah gadis itu tidak takut jahitan di tangannya berdarah lagi? Ah, kenapa istri Naka bandel sekali!

"Kembali istirahat, Marsya!" titah Naka.

"Aku bakalan istirahat kalau udah bisa ngelakuin roll belakang, sekali aja ...,"

Bandel, keras kepala, kekanak-kanakan. Apakah Naka menikahi bocah SMP? Kenapa Marsya begitu sulit untuk di tegur? Apakah harus celaka dulu baru gadis itu mengerti?

Naka melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya sebelum kembali ke ruang rawat istrinya. Lelaki itu dibuat senam jantung ketika melihat Marsya yang saat ini melakukan tegak lilin di bawah sofa dengan pandangan yang tertuju pada televisi menyala.

"Ya, Rabbi ...." Naka mengusap-usap dadanya dan menggelengkan kepala melihat kelakuan istrinya.

Marsya melirik ke arah pintu dan menurunkan kakinya. Dengan wajah polosnya, gadis itu menunjukkan tangannya yang kembali mengeluarkan darah.

"Jahitannya kurang rapet, Naka. Darahnya jadi keluar lagi," ujar Marsya berdecak pelan menyalahkan dokter yang menjahit lukanya.

Naka menghela napas panjang lebih dulu sebelum menghadapi gadis itu. Yang perlu di ingat saat ini, Naka tidak boleh memarahi dan menyalahkan tingkahnya yang terlalu aktif sampai membuat jahitannya kembali basah sehingga mengeluarkan darah.

"Iya, dokternya tidak becus," ucap Naka kemudian menuntun Marsya untuk kembali berbaring di ranjang agar Naka bisa mengobati gadis itu.

"Enak banget punya suami dokter, kalau sakit bisa diobatin," Gadis itu mulai berceloteh.

"Kalau nanti kita punya anak kembar, aku maunya mereka jadi dokter juga kayak kamu. Aku, kan, suka banget ngelakuin hal nyeleneh, jadi kalau aku kenapa-kenapa kalian bisa obatin aku," ujar Marsya.

"Dulu papa nembak aku, kena di sini," Marsya menunjuk pahanya yang tertutupi pakaian khas pasien rumah sakit.

"Karena keluargaku gak ada yang dokter, jadi aku di bawa ke rumah sakit. Mama gak punya uang karena gak di kasih papa, aku nggak ada yang mau nolongin karena kata dokter harus urus administrasi dulu baru aku di tolong. Tapi sekarang aku gak perlu uang lagi, karena ada Naka yang bisa langsung nolongin,"

Naka terenyuh mendengar cerita gadis itu. Ia jadi benar-benar merasa bersalah telah membuatnya sakit seperti ini. Mungkin sekarang Marsya jadi mengingat kembali kenangan pahit hidupnya dulu.

"Maafkan saya sudah membuat kamu terluka," ucap Naka dengan tulus.

Marsya tertawa. "Gak apa-apa. Lain kali kalau kamu kalau mau marahin aku mending langsung SmackDown aja, jangan di bentak-bentak. Serem tau di bentak," ujar Marsya dengan bibir mengerucut lucu.

"Mana boleh suami SmackDown istri," ucap Naka menggelengkan kepalanya.

"Kalau istri SmackDown suami, apa boleh?"



TO BE CONTINUED

CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN

TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻

INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17

Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang