17. Menikahi Anak Hasil Zina?

78 11 0
                                    

"Kasihan sekali cucuku menikah dengan anak haram," ucap Alora tanpa beban.

Kedua mata Marsya sudah memerah, kapan saja cairan bening itu siap untuk menerjang membasahi pipi mulusnya tatkala mendengar ucapan Alora yang begitu menyakitkan.

"Mami!"

Marsya menoleh ke arah pintu dan tangisnya langsung keluar begitu saja ketika melihat kedatangan Hana. Perempuan itu segera memeluk Hana yang langsung memberinya ketenangan lewat pelukan hangat wanita itu.

Alora menatap kedua perempuan berbeda generasi itu dengan tatapan merendahkan. "Entah kenapa selera anak dan cucuku begitu rendah," ucapnya.

"Jangan dengerin apa kata Nenek, oke? Aca anak baik," bisik Hana menenangkan Marsya.

"Untuk apa di tutupi? Anak itu berhak tau asal usulnya," ucap Alora kemudian berdiri dan memakai kembali kacamata hitamnya.

"Mami, stop!" ucap Hana yang benar-benar lelah menghadapi mertuanya yang jika bicara tidak pernah di saring.

Alora melenggang menjauhi Hana dan Marsya, wanita paruh baya itu malah seenaknya naik ke lantai atas dan menitahkan bi Tina agar secepatnya menyiapkan kamar untuknya.

"Bunda, maksud omongan Nenek tadi apa?" tanya Marsya di tengah-tengah tangisnya.

"Udah, Aca gak usah di pikirin. Nenek emang gitu, suka ngomong ngasal," ucap Hana terus menghapus air mata di pipi sang menantu.

"Aku anak haram?" tanya Marsya lagi yang membuat tangisnya kian merebak.

Hana jadi ikutan menangis, wanita itu menggelengkan kepalanya tegas. "Enggak! Aca bukan anak haram! Aca anak baik!" ucap Hana tidak tega melihat tatapan terluka di mata putrinya.

Demi sang menantu, Hana rela meninggalkan pekerjaan pentingnya dan pulang di tengah kondisi cuaca yang tidak stabil. Dan sekarang ia terlambat, Hana terlambat karena Alora sudah lebih dulu mengatakan rahasia besar itu kepada Marsya.

"Apa karena aku anak hasil di luar pernikahan makanya papa benci banget sama aku?" tanya Marsya yang tidak bisa menyingkirkan perkataan Alora tadi.

"Enggak, Marsya anak baik-baik. Bunda minta tolong, tolong jangan ngomong begitu lagi," lirih Hana seraya memeluk Marsya begitu erat.

***

"Nasib kamu malang sekali Naka, tapi baguslah kalau kamu merahasiakan pernikahan kamu," ucap Alora pada cucunya.

Gelas yang Naka pegang hampir pecah jika saja lelaki itu tidak di tenangkan oleh Hana lewat usapan tangannya.

"Anak dari keluarga baik-baik, keluarga terpandang, menikah dengan anak hasil zina—"

"NENEK!" Naka menggebrak meja makan begitu kuat, ia sudah tidak tahan mendengar Alora yang terus merendahkan istrinya.

Marsya terkejut, perempuan itu menunduk dalam karena ketakutan dengan situasi saat ini. Harusnya makan malam mereka berjalan dengan aman dan dengan keadaan damai, tapi kedatangan Alora mengubah semuanya.

"Naka!" Hana berbisik rendah, menegur sang putra yang dirasa terlalu kasar.

Mata Naka memerah menatap Alora begitu kecewa. "Kalau kedatangan Nenek hanya ingin merendahkan istri Naka ataupun Bunda Naka, tolong ... Naka minta tolong Nenek cepat pulang!" pinta Naka merendahkan suaranya.

"Nenek akan menginap di sini untuk beberapa waktu," ucap Alora dengan santai meminum jus miliknya.

"Bunda juga nginap di sini," ujar Hana yang tidak mungkin membiarkan menantunya bersama dengan ibu mertuanya sendirian.

Alora terkekeh sinis, kemudian tatapannya tertuju pada Marsya yang terus menunduk. "Waktu pilih menantu, kamu lagi ketiduran atau lagi mabuk, Hana? Bisa-bisanya menikahkan cucuku dengan putri Naya dan Leo itu," kekeh Alora kembali merendahkan Marsya.

Naka bangkit dan mendorong kursinya dengan kasar. Lelaki itu segera menarik pelan tangan Marsya untuk mengajaknya segera pergi dari area yang membuat dada kian sesak.

"Bi Tina, tolong makanan buat istri saya di antar ke kamar," pinta Naka pada sang asisten rumah tangga yang mengangguk menuruti perintahnya.

Setelah sampai di kamar, Marsya langsung menangis dalam pelukan Naka. Perempuan itu benar-benar sakit hati mendengar semua perkataan Alora yang bahkan belum pernah ia dengar sebelumnya.

Kenapa neneknya Naka jahat sekali?

"Tolong maafkan nenek saya, dia memang toxic. Besok saya sudah mulai cuti, jadi kamu gak akan sendirian, di sini juga ada Bunda." Nakal membelai kepala Marsya begitu lembut.

"Ayo ceritakan sama saya apa yang terjadi sama kamu hari ini," ucap Naka meminta perempuan itu bercerita.

"Aku nangis di pelukan Bunda semenjak nenek kamu dateng," ucap Marsya mengadu. "Nenek kamu jahat banget," imbuhnya.

Naka diam, terus mendengarkan semua cerita Marsya dengan tangannya yang bergerak mengusap punggung kecil perempuan itu.

"Emangnya bener, ya, kalau aku ini anak hasil di luar pernikahan?" tanya Marsya pada Naka.

Naka menatap lekat-lekat mata Marsya yang masih terus mengeluarkan air matanya. Lelaki itu mengusap pipi kenyal Marsya dan mencium kelopak mata perempuan itu.

"Jangan dengarkan apa kata nenek, dia bilang begitu pasti karena mau membuat kamu sedih," ucap Naka.

Naka tidak tau apa maksud ucapan Alora. Entah benar atau tidak, Naka pun tidak peduli. Lagipula, itu masa lalu yang tidak seharusnya mereka lirik lagi. Dalam Islam pun, seorang laki-laki boleh menikahi perempuan dari hasil zina. Jadi bila yang Alora katakan benar adanya, Naka tidak akan terpengaruh.

Tugasnya sekarang hanya menjadi kepala rumah tangga yang baik untuk istrinya dan anak-anaknya nanti.

Di sisi lain, Leo tersenyum simpul ketika mengetahui bahwa Marsya istrinya Naka ternyata adalah anak kandungnya dengan mantan istrinya dulu. Pria itu semakin berambisi untuk memisahkan Naka dan Marsya agar Naka tetap memilih putrinya.

"Marsya ... anak bodoh seperti kamu tidak pantas mendapatkan Naka. Naka itu cocoknya sama Inara," ucap Leo yang sedang membakar foto Marsya.

TO BE CONTINUED

CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN

TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻

INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17

Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang