06. Mulai Berhijab

73 12 0
                                    

Naka mengerjapkan matanya sekali lagi demi memeriksa penglihatannya. Siapa gadis berhijab yang tengah duduk di sofa bersama ibunya itu? Bukankah ini ruang rawat istrinya?

"Bunda?"

Kedua perempuan berbeda generasi itu menoleh, dan Naka makin terkejut. Tak lama setelah ia memanggil Hana, Marsya langsung berhamburan ke pelukannya hingga membuat Naka terdiam.

"Aca cantik, kan?" tanya Hana pada sang putra tentang penampilan baru menantunya.

Naka membingkai wajah Marsya yang kini kepalanya tertutup rapi oleh jilbab berwarna hitam yang sepertinya dibawakan oleh Hana sang ibunda. Tatapan Naka tentu saja tidak percaya melihat Marsya yang biasa memakai baju sangat terbuka kini tertutupi oleh hijab.

"Naka!" Marsya memukul lengan sang suami demi menyadarkan laki-laki itu yang tidak berhenti menatapnya.

"Iya, cantik," balas Naka spontan.

Hana dan Marsya kompak tersenyum, bahkan kini Marsya sudah berani mencium pipi kirinya. Naka menyipitkan matanya menatap gadis itu.

"Apa saat bersama dengan kekasihmu dulu, kamu seperti ini juga?" tanya Naka penuh curiga.

"Pelukan iya, cium pipi enggak pernah. Kamu tetep yang pertama," ucap Marsya dengan cengiran khasnya.

"Kalau kamu? Mereka sering cium kamu?" tanya Naka lagi.

Marsya mengangguk singkat. "Di sini," ucapnya menunjuk keningnya sendiri.

Naka langsung mencium kening Marsya seolah ingin menghilangkan jejak bibir laki-laki yang pernah mencium gadis itu. Tak hanya sekali, Naka melakukannya sampai enam kali.

"Kayaknya Bunda mau pulang duluan, deh. Soalnya ada yang kelupaan," Hana pura-pura sibuk mencari tasnya.

"Ih, Bunda! Pulangnya bareng aja, aku juga mau pulang," ucap Marsya yang kini sudah melepaskan diri dari Naka usai di kecup keningnya dengan brutal oleh laki-laki itu.

"Belum boleh pulang," tegur Naka mengingatkan gadis itu.

"Di sini gak enak, tau! Aku maunya pulang, di sini aku main sakit!" ucap Marsya yang sekarang sudah bergelanyut manja di lengan Hana.

"Aduh, Sayang ... tunggu di bolehin dokter dulu, ya? Bunda gak mau kalau kamu pulang dengan kondisi yang belum sembuh," ucap Hana membelai kepala sang menantu.

"Aku udah sembuh total, Bunda. Bunda liat, ya ...," Marsya berdiri menjauhi Hana kemudian melakukan atraksi salto hingga membuat Hana memekik.

"ACA!" Hana begitu panik, ini menantunya kemasukan jin apa?!

Naka pun tak kalah kagetnya, segera ia mendekati gadis itu yang tengah duduk di lantai dan tertawa kecil usai membuat sang bunda histeris.

"Aku udah sehat, Bunda. Kelamaan di sini aku jadi mau salto terus," ujar Marsya yang tidak mau berdiri meski Naka sudah memaksanya.

"Iya, pulang! Kita pulang, kita pulang!" ucap Hana lalu mendekati sang menantu. Lama-lama ia bisa terkena serangan jantung bila sang menantu terus melakukan atraksi seperti itu.

"Sayang, jangan begitu lagi, ya. Masa iya menantu cantiknya Bunda kayak tadi, gak baik," ujar Hana begitu lembut.

Naka menggelengkan kepalanya. "Bunda baru liat dia salto. Tadi dia bilang mau roll depanlah, roll belakanglah, malah tadi tegak lilin pas Naka masuk!" ucap Naka mengadu pada sang ibunda.

"Ini belum apa-apa, aku bisa split, tau! Mau liat?"

***

Begitu sampai di rumah, ternyata Marsya sudah tertidur. Ini adalah efek setelah gadis itu meminum obatnya sebelum mereka pulang. Tanpa menunggu di perintah, Naka segera menggendong sang istri untuk di tidurkan di kamar mereka sedangkan Hana pergi ke dapur untuk membuatkan makanan sehat bagi sang menantu tersayang.

Di kamar, Naka meletakkan Marsya dengan hati-hati karena takut gadis itu terganggu. Naka terdiam mengamati wajah damai Marsya yang begitu manis ketika terlelap. Tangannya mulai membuka hijab yang menghiasi wajah cantik sang istri karena takut jarum pentul tersebut melukai istri kecilnya.

Usai meletakkan jilbab yang tadi Marsya kenakan di atas nakas samping ranjang, Naka segera merapikan rambut gadis itu. Setelah selesai, tak lupa ia mengecup kening Marsya sebagai penghantar mimpi indah untuknya.

"Selamat tidur, Aca," bisik Naka kemudian menyelimuti tubuh kecil Marsya.

Laki-laki itu menanggalkan jubah putih khas dokternya dan juga kemeja yang ia kenakan kemudian menggantinya dengan kaos berwarna hitam polos. Setelah menyelesaikan kegiatannya, Naka segera menghampiri Hana di lantai bawah.

"Bunda bikin apa?" tanya Naka ketika dirinya sampai di area dapur.

"Bikin sup ayam kesukaan Aca," balas Hana tanpa menoleh.

"Kok Bunda tau semua tentang Marsya?" tanya Naka lagi.

"Bunda, kan, udah lama temenan sama mamanya Aca. Kamu lupa kamu pernah ketemu Aca pas kecil?" Hana balik bertanya.

"Kapan Naka ketemu Marsya? Naka gak inget," balas Naka sekenanya.

"Waktu kamu sunat, Naka! Waktu itu ada bayi perempuan yang narik sarung kamu sampe ekhem kamu yang habis sunat keliatan, itu Aca," ucap Hana menjelaskan.

Wajah Naka memerah seperti tomat ketika mengingat kembali momen memalukan itu. Naka ingat, saat itu dia menangis dan mengadu pada ayahnya yang masih hidup kala itu karena dia malu dilihat banyak orang. Marsya ternyata memang nakal sejak kecil. Tanpa sebab, bayi yang kala itu berumur dua tahun menarik sarungnya sampai 'ekhemnya' terlihat.

"Ternyata emang nakal dari kecil, ya, Bun. Pantes gedenya begini," kekeh Naka mengingat kelakuan Marsya.

"Tapi jangan kamu marahin lagi, Naka. Aca gak biasa di bentak, dia lebih milih langsung berantem tanpa adu mulut. Traumanya belum hilang, dia masih takut sama suara-suara keras," ucap Hana menatap sang putra.

"Papanya masih hidup, tapi sampai sekarang Aca gak pernah lagi ketemu. Papanya udah punya keluarga baru, bahkan punya anak perempuan juga. Aca gak pernah dapat kasih sayang dari sosok ayahnya. Jadi Bunda minta tolong sama kamu, tolong jangan sakiti Aca, ya. Pura-pura nerima jauh lebih baik untuk Aca daripada kamu terus kasar sama dia," imbuh wanita itu.





TO BE CONTINUED

CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN

TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻

INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17

Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang