Semenjak hubungan mereka membaik, Naka memang menerapkan jadwal untuk Marsya yang tidak boleh dilewatkan oleh perempuan itu. Hal-hal sederhana seperti tidur siang adalah hal yang wajib Marsya lakukan karena Naka tidak mau istrinya terlalu aktif sampai lupa waktu.
Marsya bisa menjelma seperti anak kecil, namun bisa juga bersikap seperti orang dewasa di satu waktu. Dan Naka akui, ia lebih menyukai Marsya yang sifatnya seperti anak-anak karena perempuan itu akan bergantung padanya. Entah apa alasannya, Naka pun tidak tau. Yang jelas, ia sangat suka ketika Marsya bergantung padanya untuk hal sekecil apapun itu.
Seperti saat ini, Naka menemani Marsya tidur siang sembari menghubungi rekannya untuk menanyakan beberapa hal terkait kondisi istrinya.
"Langkah awal mending tes pake testpack, sih. Kalau mau lebih akurat langsung periksa aja, atau mau aku dateng ke sana buat cek?"
"Gak usah, May. Coba pake testpack aja dulu," ucap Naka seraya terus mengusap kepala Marsya yang tenggelam di dadanya.
"Emangnya siapa yang hamil, Ka? Kamu gak ngehamilin anak orang, kan?" tanya Maya, dokter kandungan yang tengah Naka hubungi.
Naka seketika tersadar bahwa ia belum memberitahu siapapun tentang pernikahannya. Harusnya sekarang ia memberitahu temannya soal Marsya sekarang?
"Naka?" Suara Maya kembali terdengar.
"Saya tutup dulu, May. Terima kasih sarannya," ucap Naka memilih memutuskan sambungan telepon mereka.
Tidak, ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu pada semua orang bahwa ia telah menikah. Alora tidak menyukai Marsya, dan Naka takut wanita itu akan bertindak gila jika sampai kabar pernikahannya dengan Marsya bocor. Bisa-bisa wanita yang memiliki banyak koneksi itu mencelakai istrinya.
Sekarang Naka harus fokus menjaga Marsya dari siapapun itu termasuk keluarganya yang pasti menolak kehadiran Marsya, terlebih dengan kembalinya Leora yang pastinya membuat keluarganya memihak pada gadis itu. Dan lagi, bila perkiraan Naka tentang kehamilan Marsya memang benar, itu artinya tugasnya bertambah dan akan lebih sulit.
"Ya Allah, pusingnya," keluh Naka memikirkan permasalahan keluarganya yang begitu rumit.
Naka meletakkan ponselnya dan kembali berbaring memeluk Marsya untuk mencari ketenangan. Beban yang Naka pikul begitu berat, karena Alora tidak menyukai Marsya. Jika Alora menolak, sudah pasti semua kerabatnya juga menolak kehadiran Marsya sebagai bagian dari anggota keluarga mereka.
"Janji sama saya kalau kita gak boleh lemah, oke? Kita harus berjuang sama-sama, mengerti?" bisik Naka begitu rendah.
"Papa ...,"
Naka membuka matanya yang baru saja terpejam ketika mendengar suara kecil yang keluar dari mulut Marsya.
"Papa ayo pulang," gumam Marsya dengan mimik wajah seperti ingin menangis.
"Aca dapet ranking tiga, kalau belajar lagi pasti dapet ranking satu," ucap Marsya lagi.
Naka tertegun, matanya menangkap setetes air mata Marsya yang jatuh ke dadanya. Kemudian, terlihat senyuman kecil muncul di bibir merah muda perempuan itu.
"Papa pasti mau jemput Aca, kan? Mama udah ninggalin Aca, kata mama pasti papa bakalan pulang jemput Aca,"
"Aca?" Naka mengusap pipi berisi Marsya begitu pelan, berniat membangunkan perempuan itu.
"Papa ... Aca sayang sama papa," ungkap Marsya begitu kecil, namun terdengar jelas di telinga Naka.
Dua menit berlalu, tak ada lagi suara Marsya. Perempuan itu sudah kembali tertidur dengan damai tanpa mengigau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]
Romance[PART MASIH LENGKAP-SUDAH TERBIT] *** Marsya mencintai Naka sepenuh hati, sedangkan Naka membenci Marsya setengah mati. Keduanya menikah karena di jodohkan oleh ibundanya Naka. Marsya yang semula hidup dengan pergaulan bebas, kini berusaha menjadi...