01. Malam Pertama

280 25 1
                                    

"Kamu boleh mencintai saya, tapi jangan paksa saya untuk mencintai kamu juga," Ucapan itu tercetus dari mulut Naka ketika mereka sudah berada di ranjang.

Marsya terdiam, merasa tidak mengerti atas ucapan Naka yang terlontar padanya. "Maksud kamu?" tanya Marsya bingung.

Naka menatap perempuan yang telah sah menjadi istrinya sejak beberapa jam yang lalu itu dengan tatapan dingin.

"Pernikahan ini, kamu yang menyetujui. Dan jika ini bukan amanah dari Bunda saya, sudah jelas saya tidak akan pernah menikahi kamu untuk menjadi istri saya," ucap Naka dingin.

Marsya menundukkan kepalanya. "Aku akan berusaha untuk bikin kamu jatuh cinta sama aku," ucap Marsya dengan tangan yang saling bertaut.

Naka terkekeh rendah, kemudian mendekatkan wajahnya pada perempuan itu. "Saya tau siapa kamu, Marsya. Perempuan seperti kamu memang akan dengan mudah menjerat hati laki-laki, tapi saya tidak termasuk salah satunya," ucap Naka dengan suara rendah.

"Bahkan tidak ada yang bisa menjamin kalau kamu masih menjaga kesucian kamu sampai saat ini," ucap Naka dengan tatapan tajam.

Bukan tanpa sebab Naka berbicara seperti itu. Penampilan Marsya terbuka, bahkan perempuan itu sudah pernah menjalin hubungan dengan banyak lelaki. Menilai pergaulan Marsya yang bebas, membuat Naka meragukan kesucian Marsya yang masih terjaga.

"Aku bukan perempuan kayak gitu, Naka!" ucap Marsya dengan tatapan berkaca-kaca.

"Saya tidak butuh penjelasan dari kamu. Pernikahan kita hanya akan bertahan sampai kamu bosan. Dan ketika kamu mulai bosan, berbicaralah dengan Bunda saya kalau kamu ingin bercerai dengan saya," ucap Naka menjadi sesi terakhir dalam percakapan mereka di malam pertama ini.

***

Tengah malam, Marsya masih terjaga. Penyebabnya adalah lampu kamar Naka yang masih menyala, padahal Marsya tidak biasa tertidur dengan lampu menyala seperti itu. Gadis itu berkali-kali mencari posisi tertidur dengan nyaman, tapi tidak juga kunjung memejamkan matanya.

Marsya menghela napas kemudian bangkit dari ranjang menuju balkon kamar Naka. Marsya kembali larut dalam pikiran kalutnya yang selalu mengganggu setiap malam. Jika bukan karena amanah mendiang ibunya yang menitipkan pesan pada ibunda Naka, mungkin sekarang Marsya tidak menikah dengan laki-laki itu.

"Mama, Aca capek," adu Marsya pada angin malam yang memeluk tubuhnya yang hanya mengenakan baju tidur berlengan pendek.

Gadis itu mulai mengeluarkan ponselnya dan menghubungi salah satu temannya yang pasti masih terjaga di jam dua dini hari seperti ini.

"Kenapa? Sakit di unboxing?" Suara dengan tawa renyah itu mulai memasuki indra pendengaran Marsya ketika panggilannya terhubung.

"Boro-boro, dia aja gak suka sama gue!" ucap Marsya kesal.

"Dia tau pergaulan lo, Ca! Cowok baik-baik kayak dia mana mau sama cewek gak jelas kayak lo!" ucap Laura pada temannya itu.

"Mana ada cowok baik nuduh cewek udah gak perawan begitu!" ucap Marsya menyanggah ungkapan Laura tadi.

"Wah, bener-bener gila berarti si Naka!" Laura jadi ikut emosi. "Gimana kalau kita bikin rencana?" ucap Laura memberi saran.

"Rencana apa?" tanya Marsya yang kini mulai berbaring di kursi panjang yang tengah ia duduki itu.

"Kita bikin Naka jatuh cinta sama lo, setelah itu lo tinggalin dia!" ucap Laura.

"Lo gila? Ini pernikahan, Laura! Mana mungkin gue ninggalin dia! Lagipula gue gak bisa bohong kalau gue udah ada rasa sama dia," ujar Marsya pelan.

"Ya, terus, lo maunya apa?" tanya Laura mulai pusing.

"Kayaknya gue bakal bikin Naka bener-bener jatuh cinta sama gue dengan cara lain, deh, Lau!" ucap Marsya begitu semangat.

"Caranya?" tanya Laura yang mulai menaruh curiga pada temannya yang rada-rada ini.

"Gimana kalau gue rubah penampilan? Maksudnya, jadi lebih tertutup, gitu. Pake hijab, mungkin?" ujar Marsya menanyakan pendapat sang teman.

"Lo yakin mau pake hijab? Lo belum bener, Aca!" ucap Laura terdengar tidak yakin dengan keputusan Marsya.

"Lau, kalau nutup aurat harus nunggu jadi orang yang baik, gue yakin gak ada orang yang sekarang auratnya tertutup. Kata Gus Azka, menutup aurat itu kewajiban seorang muslimah," tutur Marsya mengingat ucapan salah satu dai muda terkenal bernama Muhammad Azka Iskandar itu.

"Ca, ini beneran lo, kan? Jangan-jangan sekarang ini udah ganti orang," Laura seperti tidak percaya bahwa yang meneleponnya saat ini adalah Marsya temannya yang kalau kemana-mana pakaiannya selalu terbuka.

"Gue udah nikah, udah punya suami. Jadi kayaknya gue bakalan berusaha jadi istri yang baik buat dia," ucap Marsya.

"Terserah lo, deh. Gue ngedukung apapun keputusan lo. Tapi inget, kalau Naka berani macem-macem sama lo, lapor sama gue!" ucap Laura mengingatkan.

"Lo mau apain emangnya?"

"Mau gue hajar kalo sampe lo disakitin sama dia!" ucap Laura menggebu-gebu.








TO BE CONTINUED

CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN

TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻

INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17

Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang