Marsya mengurung diri di kamar setelah membaca pesan yang dikirim oleh nomor asing di ponselnya. Perempuan itu terus mengusap air mata yang mengalir di pipinya dengan suara isakan yang menjadi pelengkapnya. Marsya sedih, kalimat jahat itu seketika membangkitkan memori kelam dalam hidupnya.
Kata-kata itu terlalu kasar, apalagi jika Marsya tau bahwa kalimat tersebut berasal dari seorang pria jahat seperti Leo.
"Apa iya aku ini beban untuk Naka makanya Naka gak mau orang lain tau kalau aku itu istrinya?" Marsya bertahan pada dirinya sendiri.
"Selama ini aku gak pernah minta apapun, kok, sama Naka. Aku bukan beban Naka, kan?" tanya Marsya entah pada siapa.
"Kamu itu beban, siapapun yang bersama kamu akan mendapatkan kesialan,"
Tanpa bisa di cegah, ucapan ayahnya dulu kembali datang membuat Marsya semakin cemas. Lagi dan lagi, Marsya dikalahkan oleh rasa takutnya dan merasa bahwa apa yang diucapkan ayahnya memang benar adanya.
Ya, Marsya adalah beban.
Marsya beban.
"Aku selalu nyusahin orang di sekitarku," ucap Marsya dengan pandangan seperti orang linglung.
***
"Dokter Naka, bisa kita bicara sebentar?" Niana mencegah kepergian Naka ketika lelaki itu keluar dari ruangan pasien.
Naka mengangkat alisnya, kemudian melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya sebelum mengangguk menyetujui permintaan Niana.
"Dokter Naka beneran udah nikah?" tanya Niana begitu kecil, takut ada yang mendengar obrolan mereka.
"Menurut kamu saya berbohong?" Naka balik melemparkan pertanyaan.
"Saya cuma gak percaya aja Dokter mau sama perempuan kayak gitu," ucap Niana sedikit sebal mengingat wajah Marsya beberapa waktu lalu.
Naka menatap Niana dengan tatapan datar. "Kayak gitu gimana maksud kamu?" tanya Naka dingin.
Niana gugup, sepertinya ia salah bicara.
"M-maksud saya, Dokter gak mungkin suka sama perempuan kayak dia yang udah sering nempel ke banyak lelaki, kan? Saya memang gak kenal siapa Marsya, tapi saya tau dia pernah punya hubungan sama salah satu mantan saya. Pakaiannya itu selalu terbuka, Dok. Bukannya Dokter Naka suka yang penampilannya tertutup kayak saya, ya?" tanya Niana begitu percaya diri.
Naka bersedekap dada, kemudian menatap Niana dengan tajam membuat Niana menundukkan kepalanya karena takut.
"Dengar, Niana Isabella. Tentang masa lalu istri saya, saya tidak peduli. Bagi saya, masa lalu sudah berlalu, dan masa depannya adalah dengan bersama saya. Baik buruknya dia di masa lalu, saya yang akan membimbingnya menjadi lebih baik di masa depan," ucap Naka lugas.
"Perihal selera, saya memang suka yang tertutup, tapi bukan kamu. Saya gak pernah suka sama kamu ataupun perempuan lain di rumah sakit ini," imbuhnya.
"Tapi kenapa Dokter Naka masih rahasiakan hubungan kalian? Apa Dokter malu punya istri kayak Marsya?" tanya Niana begitu lancang.
Naka mengepal tangannya, si tukang gampang emosi itu menggerakkan rahangnya dan maju mendekati Niana hingga perempuan itu terus mundur dan mentok ke dinding. Tenang saja, lorong rumah sakit sedang sepi, jadi tidak ada yang mendengar semua pembicaraan mereka. Ya, kecuali jika ada pasien atau perawat keluar masuk ke ruangan.
"Istri saya sesuatu yang sangat berharga bagi saya, jadi perlu persiapan yang terbaik untuk mengenalkannya kepada dunia. Dan lagi, mana mungkin saya malu memiliki istri terbaik seperti dia. Akan lebih malu bila saya memperistri kamu, seorang yang selalu membicarakan keburukan orang lain," ucap Naka penuh penekanan.
"Tapi bukan gak mungkin dia udah gak perawan—"
"Dia atau kamu?" Naka menyela, membuat Niana mati kutu.
***
Setelah perdebatan yang hampir membuatnya menampar Niana tadi, kini Naka sudah bersiap-siap untuk pulang setelah mendapat laporan dari bi Tina bahwa Marsya tidak keluar kamar sejak kepergiannya tadi. Bahkan ketika di panggil, tidak ada sahutan dari istri kecilnya itu.
Naka mencoba menelepon berkali-kali, namun tidak di angkat. Rasa cemas melanda ketika memikirkan berbagai pikiran buruk yang bisa saja terjadi pada istrinya. Seketika Naka menyesal membawa semua kunci cadangan ke dalam kamar, hingga bi Tina tidak bisa masuk untuk mengecek kondisi Marsya saat ini. Satu-satunya yang tersisa hanya ada padanya saat ini, maka dari itu Naka melajukan mobilnya seolah tak kenal takut.
"Marsya, saya harap kamu baik-baik aja," gumam Naka berkali-kali.
Disaat sedang panik, ponsel Naka berdering hingga membuatnya dengan cepat mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menelepon. Naka mengira itu adalah Marsya.
"Naka, kondisi Inara memburuk. Dia jatuh pingsan," Suara Leo terdengar di detik pertama Naka mengangkat panggilannya.
"Saya akan meminta Elgar ke sana," ucap Naka sedikit mengurangi kecepatan berkendara.
"Tidak bisa! Hanya kamu yang boleh menangani Inara!" ucap Leo tak ingin di bantah.
"Maaf, Om. Saya lagi ada kepentingan mendesak. Segera bawa Inara ke rumah sakit, saya akan meminta pada Dokter Laudya untuk merawat Inara. Saya tutup teleponnya," ucap Naka mematikan sambungannya sepihak.
Di tempatnya, Leo menggeram rendah. Naka sudah berani padanya. Lihat saja, akan ia pastikan laki-laki itu jatuh dalam kuasanya!
"Awas kamu, Naka!" ucap Leo penuh dendam.
Kembali pada Naka, kini ia sudah sampai di rumah. Lelaki itu berlari memasuki rumahnya untuk segera sampai di kamar. Ribuan do'a ia panjatkan dengan harapan istrinya baik-baik saja.
Ketika pintu terbuka, Naka di buat syok dengan pemandangan di depan matanya. Tak hanya Naka, bi Tina pun tak kalah terkejutnya melihat hal itu.
"ACA!" teriak Naka memenuhi seisi kamar.
TO BE CONTINUED
CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN
TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻
INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]
Romance[PART MASIH LENGKAP-SUDAH TERBIT] *** Marsya mencintai Naka sepenuh hati, sedangkan Naka membenci Marsya setengah mati. Keduanya menikah karena di jodohkan oleh ibundanya Naka. Marsya yang semula hidup dengan pergaulan bebas, kini berusaha menjadi...