"Naka?" Marsya memanggil lelaki yang baru saja membawanya ke taman sekitar rumah sakit itu.
"Ada apa?" Naka menyahut seraya berjongkok di hadapan gadis itu.
"Kamu nyesel nikah sama aku?" tanya Marsya ketika mengingat bahwa lelaki itu pernah berkata demikian.
Naka diam. Jika ia berkata jujur, itu akan menyakiti Marsya dan membuat kondisinya memburuk. Berbohong pun rasanya sulit karena Naka belum bisa menerima sepenuhnya takdirnya yang harus hidup bersama Marsya.
"Aku gak tau gimana rasanya di sayang sama sosok ayah. Aku gak pernah tau gimana rasanya dijadiin ratu sama ayah sendiri. Karena itu aku selalu nyari kenyamanan di beberapa cowok yang aku harap bisa kasih aku perasaan yang gak pernah aku rasakan sebelumnya," ucap Marsya dengan tatapan tertuju ke depan.
"Pergaulan aku bebas, aku jarang di rumah karena aku gak punya siapa-siapa di sana. Papa ninggalin aku sewaktu aku masih umur sebelas tahun, Mama ninggalin aku waktu aku masih umur enam belas tahun. Aku gak punya siapa-siapa karena semua sodara mama papa tinggalnya gak di sini. Mereka gak ada yang mau nampung aku karena aku nakal," Gadis itu melanjutkan ceritanya dengan deraian air mata yang mulai membanjiri pipinya.
"Bener kata kamu harusnya aku bisa mandiri karena aku udah hidup sendiri selama lima tahun. Tapi, Naka ... gak pernah ada orang yang mau hidup sendiri. Aku memang bebas, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya nuduh aku jual diri ke banyak lelaki," ucap Marsya kemudian menatap sang suami dengan tatapan terluka.
"Bahkan di sini gak ada yang berani nyentuh," Gadis itu menyentuh bibir dengan jarinya. "Serendah-rendahnya aku, aku gak akan serahin diri aku sama cowok kayak mereka. Aku gak pernah percaya sama laki-laki," imbuhnya.
"Saat Bunda datang dan bilang kalau mau jodohin aku sama kamu karena itu amanah dari mama, aku nerima gitu aja karena aku selalu percaya kalau pilihan mama gak pernah salah. Tapi ternyata, bahkan kamu lebih buruk dari semua cowok yang pernah aku temui. Kamu sama persis kayak papa, dan aku gak pernah mau punya pasangan kayak papa,"
Naka menjelma menjadi batu yang mempunyai telinga. Diam dan mendengarkan semua yang dikatakan oleh sang istri.
"Tapi aku gak bisa nyerah. Aira aja gak nyerah buat dapetin Gus Azka, jadi aku harus berusaha lagi untuk luluhin kamu. Tapi, aku berharap kamu juga bisa kayak Angkasa yang mau ikut berjuang pertahankan pernikahannya sama Dara meskipun itu sulit. Aku maunya di sini nggak cuma aku yang berjuang, tapi kamu juga. Apa kamu bisa?"
Hati Naka sedikit tersentuh oleh kalimat yang diucapkan oleh gadis itu. Meski ia tidak tahu siapa yang Marsya ucapkan, tapi ia paham betul makna dibalik ucapan gadis itu.
"Naka, apa kamu mau berjuang sama-sama mempertahankan rumah tangga kita?"
***
Naka menggendong Marsya yang sudah terlelap sampai kembalikan berbaring di ranjang gadis itu. Naka memasangkan kembali infus yang semula terlepas, kemudian mengusap tangan Marsya yang mengeluarkan darah akibat jarum infus tersebut.
Karena dirinya juga seorang dokter, Naka bisa merawat Marsya sekarang meskipun sebenarnya bukan ia yang bertugas merawat Marsya saat ini. Anggaplah ini bukan Dokter Naka yang merawat pasiennya, melainkan merawat istrinya sendiri.
"Stts," Naka menepuk pelan kepala Marsya ketika gadis itu terganggu dalam tidurnya.
Setelah memastikan Marsya kembali tenang, Naka pun kembali melanjutkan kegiatannya memasangkan infus di tangan sang istri dan memeriksa kerja alat itu apakah berjalan normal atau tidak.
"Permisi, Dokter," Seorang suster wanita masuk membawakan makanan dan juga obat yang harus Marsya konsumsi.
"Iya, Sus. Silakan masuk," ucap Naka pada wanita muda itu.
"Dokter, pasien melewatkan makan malamnya dan juga belum meminum obat," Suster Niana memberitahu pada lelaki itu.
Naka menganggukkan kepalanya, ia tau karena seharian ini ia yang menjaga gadis itu. Marsya benar-benar keras kepala, sudah di bujuk untuk makan malah terus menolak hingga akhirnya tertidur.
"Taruh saja, Sus. Nanti akan saya coba bangunkan," ucap Naka membuat Niana mulai bingung.
"Dokter nungguin pasien?" tanya Niana seolah tidak percaya.
Naka mengangguk kecil. "Besok siapkan air hangat dan handuk, saya akan membersihkan tubuhnya," ucap Naka semakin membuat Niana tambah syok.
"DOKTER MESUM!" teriak Niana spontan dan itu membuat Marsya terganggu.
"Dia istri saya, Niana! Kecilkan suara kamu," ucap Naka memelototi wanita seusianya itu.
"H-hah? Istri?" Kepala Niana mulai dipenuhi beragam pertanyaan, salah satunya adalah kapan Naka menikah?
"Sekarang kamu pergi, jangan beritahu rahasia ini pada orang lain," ucap Naka beralih menenangkan Marsya agar tertidur lagi.
Niana masih belum benar-benar bisa menerima fakta yang baru saja ia dengar dari mulut Naka secara langsung. Kalau boleh jujur, ia suka Naka dari sejak awal dia bekerja di sini. Tapi, kenapa sekarang malah ia mengetahui fakta menyakitkan ini?
TO BE CONTINUED
CERITA INI DALAM PROSES PENERBITAN
TIDAK AKAN BENAR-BENAR SELESAI KARENA LENGKAPNYA ADA DI NOVEL NANTI🙏🏻
INFO LEBIH LANJUT JANGAN LUPA FOLLOW
WATTPAD : @Maresa17_ (AKUN INI)
INSTAGRAM : @_maresa17
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]
Romansa[PART MASIH LENGKAP-SUDAH TERBIT] *** Marsya mencintai Naka sepenuh hati, sedangkan Naka membenci Marsya setengah mati. Keduanya menikah karena di jodohkan oleh ibundanya Naka. Marsya yang semula hidup dengan pergaulan bebas, kini berusaha menjadi...