"Bunda pergi aja, aku gak pa-pa, kok, sendirian. Aku gak mau ngerepotin Bunda," Marsya mencoba untuk baik-baik saja ketika melihat Hana yang terus ditelepon orang untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda karena kepulangan Hana.
"Lebih baik Bunda kehilangan pekerjaan daripada ninggalin kamu di sini!" ucap Hana tegas.
"Bunda, jangan terlalu banyak ngorbanin sesuatu demi aku," ucap Marsya menggenggam kedua tangan sang ibu mertua.
Hana menatap Marsya dengan sendu, ucapan Marsya mengingatkannya pada mendiang Naya, yakni ibunda Marsya sendiri. Sosok Marsya sama persis seperti Naya, selalu mencoba menunjukkan bahwa mereka baik-baik saja di tengah badai yang datang. Tapi, kadang-kadang mereka terlihat begitu lemah bila sudah di titik terendah.
"Bunda akan korbankan apapun demi putri kecilnya Bunda ini," ucap Hana kemudian mengusap pipi Marsya begitu gemas.
Di sisi lain, Naka baru saja menyelesaikan operasinya yang syukurnya berjalan dengan lancar. Tidak ada raut bahagia di wajah Naka seolah tidak berbangga karena berhasil menyelamatkan nyawa seseorang seperti biasanya. Kini, Naka tampak lebih pendiam dari biasanya.
"Dokter Naka, ada apa?" tanya seorang lelaki yang merupakan anak dari pasien yang baru saja Naka operasi.
Naka menggeleng lemah, kemudian tersenyum canggung pada lelaki bernama Arcelio itu.
"Dokter kalau ada yang mau di bagi, saya siap, kok," ucap Arcelio seperti biasa, selalu membuka ruang untuk orang yang ingin membagi masalah mereka padanya.
Naka menghela napas, kemudian menggelengkan kepalanya karena merasa tidak enak jika membagi permasalahan rumah tangganya pada orang luar.
"Dokter, gak baik banyak ngelamun, ntar kesambet tau rasa," ucap Arcelio bermaksud bercanda.
"Menurut kamu, kalau seorang laki-laki belum selesai dengan masa lalunya dan belum bisa sepenuhnya menerima istrinya, apa yang harus laki-laki itu lakukan?" tanya Naka pada akhirnya.
Arcelio terdiam, kemudian teringat akan kisah kelam kehidupan orang tuanya yang menikah tanpa rasa cinta. Arcelio akhirnya duduk di samping Naka. Keduanya duduk di bangku kosong rooftop rumah sakit hanya berdua.
"Coba berusaha lagi untuk menerima istri sepenuhnya, kalau memang udah di paksa tapi masih belum bisa, lebih baik berpisah daripada mengorbankan seorang anak." Arcelio memandang lurus ke depan, mengingat kembali memori keluarganya yang menyisakan luka dalam hidupnya.
"Jangan berani memulai sesuatu kalau masih terikat dengan masa lalu," ucap Arcelio kemudian menatap Naka sekilas.
"Kalau tidak salah, kamu Arcelio yang ada di novel itu, kan?" tanya Naka mengingat sosok Arcelio lewat cerita yang pernah Marsya ceritakan padanya.
Arcelio mengangguk dengan kekehan kecilnya. "Ayo, baca lagi ceritanya biar tau gimana tersiksa-nya jadi korban orang tua yang udah nikah selama dua puluh lima tahun tapi gak pernah saling cinta," ucap Arcelio.
"Kalau kata papa dulu, 'Gimana bisa saya menyayangi seorang anak dari wanita yang tidak saya cintai?', jadi udah jelas kalau akan ada seorang anak yang menjadi korban kalau orang tua mereka terus bertahan dalam hubungan yang tidak sehat. Apalagi, kalau istrinya cuman mencintai sendirian," imbuhnya begitu pelan di akhir kalimatnya.
Naka terdiam, tapi jauh di lubuk hatinya ia masih ingin mempertahankan Marsya. Karena bagaimanapun juga, Naka sudah berani membuka kembali hatinya yang sempat terkunci. Tapi ... sampai kapan ia terus berusaha?
Terlebih kedatangan Leora, membuatnya semakin sulit memilih.
"Saya adalah bukti nyata korban dari pernikahan tanpa cinta," ucap Arcelio lagi, dan kali ini sanggup menampar Naka secara tak kasat mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir (tak) Berjodoh [TERBIT]
Romansa[PART MASIH LENGKAP-SUDAH TERBIT] *** Marsya mencintai Naka sepenuh hati, sedangkan Naka membenci Marsya setengah mati. Keduanya menikah karena di jodohkan oleh ibundanya Naka. Marsya yang semula hidup dengan pergaulan bebas, kini berusaha menjadi...