Meski berberat hati, tapi aku akhirnya menuruti ajakan teman-teman online-ku untuk berlibur. Untuk alasan efisiensi, aku bahkan setuju meninggalkan mobilku di parkiran Moonlight dan menggunakan satu mobil saja untuk sampai ke sana. Aku duduk di kursi penumpang belakang sebelah kiri bersama Perth, sementara Chimon duduk di samping bangku kemudi bersama si pemilik mobil BMW 4R abu-abu yang membawa kami sampai ke Pattaya.
Biasanya Chimon dan aku menjadi dua orang berisik yang paling banyak bicara jika kami bersama, tapi malam ini aku biarkan Chimon saja yang melakukannya sepanjang dua jam perjalanan kami. Perth hanya sesekali menimpali dan ikut terkekeh, sementara si pemuda pengemudi tak bicara sama sekali. Aku sendiri heran bagaimana dia begitu betah dalam diamnya. Mungkin dia memang tipe orang yang tidak bisa mengobrol sembari mengemudi. Takut konsentrasinya buyar lalu akan membahayakan nyawa penumpangnya.
Aku sendiri tidak akan betah diam begini jika saja pikiranku tidak melayang memikirkan Baifern sejak tadi. Aku sudah gelisah karena takut membuatnya menunggu teleponku, tapi begitu aku mencoba menghubunginya, nomor yang kutuju tidak aktif. Bahkan setelah berulang kali kucoba selama perjalanan, Baifern tetap tidak bisa dihubungi. Kuharap dia baik-baik saja dan hanya ketiduran. Aku sudah mengirimkan begitu banyak pesan untuknya dan berharap besok pagi dia akan membalas semuanya.
Sekitar pukul setengah dua pagi kami tiba di sebuah penginapan yang terlihat jauh dari kata sederhana dari luar. Ohm dan Chimon berjalan lebih dulu dan kami semua tahu arah langkah itu tengah menuju lobi. Situasi ini membuatku panik dan menarik lengan Chimon untuk sedikit mundur ke belakang. Sebagai gantinya, aku meminta Perth untuk berjalan lebih dulu bersama Ohm. Meski aku bisa melihat raut canggung di wajahnya, tapi toh Perth tetap menurut saja.
"Mon, apa kau lupa? Aku baru tiga minggu bekerja dan bahkan belum mendapatkan gaji pertamaku, bagaimana aku bisa membayar kamar di tempat ini? Kau kan tahu tabunganku sudah kugunakan untuk membayar sewa kondoku selama setahun." Ada yang harus diluruskan di sini, sebelum kami semua sampai di lobi dan berujung malu di hadapan resepsionis.
"Oih, Non. Tenang saja. Kau tidak perlu mengeluarkan uang. Perjalanan kita selama di sini menjadi urusan Ohm. Sudah, kita nikmati saja."
Bagaimana bisa Chimon berbicara dengan begitu entengnya? Aku bahkan baru mengenalnya malam ini. Tapi belum sempat aku bicara lebih banyak, Chimon sudah meneruskan langkahnya dan meninggalkanku sendirian.
"Mon! Shiaaa." Mau tidak mau lagi-lagi aku menurut saja.
Kami memasuki satu kamar besar yang memang dikhususkan untuk empat orang. Di dalamnya berisi dua tempat tidur berukuran sedang, satu kamar mandi, satu meja makan dengan empat kursi, serta satu lemari pakaian berisi dua sekat. Di balkoni yang menghadap langsung ke laut tersedia satu kursi santai serta sepasang meja dan sofa berkapasitas tiga tempat duduk. Jika kuperkirakan, kamar ini bernilai sewa di atas 5000 baht per malam.
*5000 baht = sekitar 2,2 juta rupiah.
Aku mulai berpikir teman Chimon yang bernama Ohm ini pasti memiliki pekerjaan yang cukup bagus dengan gaji puluhan ribu baht per bulan. Atau mungkin dia keturunan salah satu konglomerat di Thailand yang bisa dengan mudah meminta uang pada orang tuanya jika kehabisan tabungan. Terlihat dari cara dia mengeluarkan kartu untuk membayar seperti tanpa beban, padahal temannya hanya satu di antara kami bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLINE (OhmNanon)
FanfictionDi tengah keraguan hubungan jarak jauh Nanon dengan pacar online-nya, Ohm Pawat datang dengan segala sifat dinginnya. Sosok teman baru yang ternyata sangat mendukung kesetiaan dalam hubungan jarak jauh. Namun tanpa Nanon ketahui, telah tersembunyi s...