Nanon | 11

1.1K 97 39
                                    

Aku mengenal langit-langit kamar ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengenal langit-langit kamar ini. Bentuk dan warna catnya sangat akrab di mataku. Ya, ini kamarku. Kamar kami. Kamarku bersama Ohm.

Ohm!

Aku berjingkat dan terduduk mengingatnya. Semalam dia datang, kan? Semalam aku melihatnya di antara kerumunan, mendengarkan lagu yang kunyanyikan. Aku juga melihatnya dari dekat, mengusap wajahnya, dan terjatuh dalam pelukannya.

Bukan. Aku ambruk bukan karena aku mabuk. Kakiku tersandung pinggiran karpet akibat pandanganku terlalu terpaku pada satu sosok yang paling kutunggu-tunggu di belakang panggung.

Tapi mungkin aku memang cukup mabuk. Cukup mabuk sampai-sampai tidak bisa mengingat apa-apa lagi setelah Ohm menangkap tubuhku semalam. Tahu-tahu pagi sudah datang dan aku terbangun di kamar ini. Sendiri.

Apa Ohm pergi lagi?

Atau dia hanya mengantarku pulang lalu pergi dari sini?

Atau justru dia menyerahkanku pada kru acara dan bukannya Ohm sendiri lah yang membawaku kembali ke kamar ini?

Kutelisik sekeliling ranjang yang hanya ada aku seorang. Berharap Ohm yang membawaku pulang bersamanya semalam ternyata hanyalah harapan. Buktinya dia tidak ada di sini.

Oh. Kami bahkan belum sempat bicara banyak semalam. Aku baru menyebutkan namanya hanya untuk memastikan bahwa itu memang benar-benar dirinya, tapi alkohol sialan itu sudah mengacaukan segalanya.

Aku mengusak kasar wajahku lalu bangkit dari tempat tidur, berjalan dengan malas-malasan menuju pintu. Baru selangkah aku keluar, terdengar suara langkah kaki yang samar-samar semakin mendekat.

Sesosok tinggi tegap dengan alis tebal dan pandangan mata tajam bagai elang berjalan ke arahku. Ohm?! Itu dia lelakiku!

Bruk!!

Tanpa ba-bi-bu aku menjatuhkan tubuhku dalam pelukannya dengan segera. Kupejamkan mataku rapat-rapat untuk menyalurkan rindu.

"Kamu sangat basah." Kataku tanpa membuka mata.

Sesaat kupikir energi tubuh kami yang menyatu akan menghasilkan hangat, tapi yang kurasakan justru sebaliknya. Tubuhnya dingin. Terasa lengket dan basah.

"Aku baru selesai olahraga di gym lantai sebelas." Ujarnya dengan suara serak yang terasa akrab di telinga. Oh, betapa aku juga sangat merindukan suaranya.

Aku merenggangkan pelukan seraya membuka mata perlahan. Benar saja, wajah dan seluruh tubuhnya berkilauan penuh peluh.

"Um. Aku..." Aku sedikit mundur agar tak berdiri terlalu dekat dengannya.

Canggung sekali rasanya bertemu kembali setelah beberapa minggu berpisah dan hal pertama yang kulakukan justru langsung memeluknya. Rasa-rasanya aku menjadi terlalu tidak tahu diri. Padahal belum tentu juga dia mau memaafkanku.

ONLINE (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang