Seumur hidupku rasanya aku tidak pernah merasakan tidur senyaman dan senyenyak ini sebelumnya. Nanon tidak pulang semalam. Setelah kelelahan menangis cukup lama di bahuku, dia memutuskan untuk menginap.
Nanon melakukan semuanya dengan sadar. Terbukti dari dirinya yang masih berada di tempat tidurku sampai pagi menjelang. Kami tidak saling berpelukan, hanya tidur berhadapan tanpa guling sebagai pembatas seperti saat kami tidur di ranjang yang sama di rumahku di Chiang Mai. Berulang kali dia bahkan merapatkan posisinya agar tetap menempel padaku setiap sesekali terbangun, seolah ingin memastikan bahwa aku masih berada di dekatnya. Melihatnya tidur seperti bayi yang manja seperti ini membuat hatiku menghangat.
Menghadapi Nanon yang akhirnya menyadari bahwa dia membutuhkanku rasanya masih seperti mimpi. Meski sedikit terlambat karena dia datang kepadaku justru di saat aku akan segera pergi dari kota ini, tapi aku tak bisa mengingkari kebahagiannku yang sedang melambung setinggi udara. Sejak kami bertemu dan dia mengetahui siapa aku, baru kali inilah aku berjarak paling dekat dengannya. Dan kedekatan ini membuatku tidak rela jika hari ini menjadi hari terakhirku di sini.
"Mmmhhhh..." Nanon menggeliat meregangkan tubuhnya ketika jiwanya telah kembali ke dalam raga. Matanya mengerjap terbuka dan menemukan keberadaanku sedang memandangi wajah bangun tidurnya yang terlihat lembut menggemaskan seperti bantal.
Sesaat, aku sudah bersiap-siap jika tiba-tiba saja dia berubah pikiran. Terperanjat dan mengumpat, misalnya. Atau beranjak dan bergegas pergi meninggalkanku sendirian di kamar ini karena semalam dia hanya terbawa suasana.
"Kamu sudah bangun..." Ketakutanku tidak terjadi, justru suara lembut khas bangun tidur Nanon yang kudengar.
Ah, pagiku sempurna. Membuatku mengulas senyum bahagia.
"Baru bangun juga." Sahutku hati-hati.
Aku harus selalu menjaga bicaraku saat bersama Nanon. Aku sungguh tidak ingin dia menemukan sesuatu yang tidak dia sukai dari diriku. Aku tidak mau itu sampai terjadi. Itulah mengapa aku tidak ingin sampai salah bicara.
"Kamu jadi pulang hari ini?" Nanon menyelipkan kedua telapak tangannya yang mengatup di bawah pipi putihnya. Matanya berulang kali mengerjap lucu sembari mengumpulkan kesadaran.
"Um." Jawabku singkat saja, diam-diam menahan diri agar tanganku tidak bergerak menyentuh wajahnya.
"Jam berapa?"
"Pesawat sore. Setelah check out dari sini langsung ke bandara."
Tidak ada tanggapan setelahnya. Nanon bergerak sedikit naik untuk membenarkan posisi tidurnya agar kepala kami sejajar. Jarak wajah kami hanya sebatas jengkal. Aku bisa melihat dengan jelas lentik bulu matanya, kelopak matanya yang masih sedikit membengkak sisa menangis semalam, hidung besarnya yang mencuat sempurna ke depan, dan belah bibirnya yang berbentuk hati.
"Apa yang kamu lihat?"
Pertanyaan Nanon membuatku sedikit tersentak. Sepertinya dia menyadari fokus mataku sedang mengarah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLINE (OhmNanon)
FanfictionDi tengah keraguan hubungan jarak jauh Nanon dengan pacar online-nya, Ohm Pawat datang dengan segala sifat dinginnya. Sosok teman baru yang ternyata sangat mendukung kesetiaan dalam hubungan jarak jauh. Namun tanpa Nanon ketahui, telah tersembunyi s...