Nanon | 09

1K 98 45
                                    

Aku menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menangis. Air mataku jatuh lagi untuk seseorang yang tidak pernah kuyakini akan menjadi pendamping hidupku.

Dia telah pergi. Meninggalkanku sendiri di sini. Ohm telah pergi. Hilang dari hidupku tanpa bisa ditawar lagi.

Bukan maksudku pergi berjam-jam hanya untuk menyelingkuhi. Tahukah dia betapa gelisah juga selalu menyerang hati ini? Aku berada dalam kebimbangan yang tak pasti untuk mencari identitasku sendiri. Wajarkah bila cintaku berlabuh untuk seorang laki-laki?

Salahku yang tak pernah bisa melepaskannya, juga tak mampu memberi kepastian yang membuatnya lega. Aku terlalu pengecut. Beraninya hanya saat berdua. Bisaku hanya menyangkal perasaan yang jelas-jelas sudah ada untuknya.

Hanya karena dia seorang laki-laki.

Hanya karena aku juga seorang laki-laki.

Aku tidak ingat kapan tangisku berhenti. Aku hanya tahu diriku terbangun di atas karpet tepat di sisi jendela kamar dalam keadaan masih mengenakan baju yang sama seperti saat dia meninggalkanku tadi malam. Tubuhku menggigil dalam balutan pakaian lembab yang tak kunjung mengering sampai pagi.

Kupaksakan diri untuk bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Aku harus membersihkan diri. Tapi wajahku kembali murung kala mengingat segalanya telah berbeda sekarang. Tak ada dia yang biasa menyiapkan air hangat untukku. Tak ada dia yang biasa merawatku penuh cinta saat aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tak ada dia yang biasa memelukku saat hawa dingin setelah mandi membuatku menggigil dan gemetar.

Kurebahkan kepalaku di atas bantal yang biasa Ohm gunakan. Kubenamkan pula setengah tubuhku dalam selimut yang biasa menghangatkan tubuh kami berdua. Masih ada sisa wangi tubuhnya di ranjang ini. Wangi yang akan terus aku rindukan meski pemiliknya tak lagi di sini.

Semestinya aku tahu ke mana harus mencari Ohm. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju selain rumah Phi-nya. Meski tidak punya alamat rumahnya, sebenarnya bisa saja kudatangi kantornya di gedung pencakar langit itu. P'Win pasti masih bisa mengingatku karena baru kemarin kami bertemu dan berkenalan. Tapi aku tak punya cukup nyali untuk datang dan menanyakan adiknya.

Apa yang akan kukatakan jika P'Win bertanya mengapa Ohm bisa sampai pergi meninggalkanku? Pertengkaran antara dua orang laki-laki memang biasa, tapi jika salah satunya sampai mencarinya ke mana-mana dalam keadaan kalut seperti ini, apakah itu masih akan terlihat wajar?

Aku tidak pandai menyembunyikan emosi seperti Ohm. Apapun yang sedang kurasakan akan terlihat sangat jelas di wajahku.

Drrrt. Drrrt.

Ponselku bergetar dan menampilkan nama P'Bright pada layar. Tanpa berpikrir panjang, segera kujawab panggilan itu.

"Halo."

"Nong? Apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan ini sering kali ditanyakan pada seseorang yang sebenarnya tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Tapi bagaimana P'Bright bisa tahu aku sedang tidak baik-baik saja?

ONLINE (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang